Agama dan HAM

AGAMA dan HAM (Hak Asasi Manusia)

                            Pendahuluan
         Dalam perspektif keagamaan,ada sebahagian pendapat yang menyatakan bahwa semua kelompok agama belum yakin bahwasannya nilai dasar setiap agama adalah toleransi. Akibatnya, yang muncul adalah intoleransi dan konflik. Padahal agama bisa menjadi energi positif untuk membangun nilai toleransi guna mewujudkan negara yang adil dan sejahtera, sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Hal ini dibuktikan negara dengan adanya jaminan terhadap HAM seseorang terutama dalam hal agama, dengan tujuan agar toleransi beragama dapat berjalan dengan baik. Namun, pada kenyataannya Agama dan HAM menjadi trending topic sebab masih ada yang menjadikan agama menjadi alat untuk menindas dan saling menyiku untuk merampas hak-hak kebebesan manusia untuk beragama dan sebagainya, padahal jelas kita ketahui bahwa kehadiran agama itu bukan sebagai pengacau, karena jelas dari pengertiannya saja A(tidak) gama (Kacau).
                            Pembahasan

Definisi Agama

        Dalam pendefinisian yang sederhana dapat kita katakan bahwasannya Agama itu adalah aturan ataupun tatacara hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Dan agama juga disebut sebagai pedoman hidup manusia, bagaimana ia harus bepikir, bertingkah laku dan bertindak, sehingga tercipta suatu hubungan serasi antara umat manusia dan hubungan erat dengan yang Mahapencipta. Dengan demikian, agama merupakan suatu system interpretasi terhadap dunia yang mengartikulasikan pemahaman diri dan tempat serta tugas masyarakat itu dalam alam semesta. Sama halnya dengan agama menentukan perspektif di mana orang-orang (para penganutnya) memandang dan mengeerti akan diri mereka (kita) sendiri serta relasi-relasi mereka (kita) dengan masyarakat dan alam. Oleh sebab itu jelaslah bahwa secara fungsional agama menempatkan agama pada inti masyarakat, sesungguhnya agama adalah bagian yag bersifat konstitutif terhadap masyarakat.
      Fungsi Agama bagi Manusia (Penganutnya)

Edukatif

          Berpendapat bahwa ajaran agama yang dianut dapat memberikan pengajaran ataupun ajaran-ajaran yang harus dipatuhi yang berlaku secara Yuridis yaitu berfungsi menyuruh dan melarang. Dengan guna untuk mengarahkan dan memeberi bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik. Dan keberhasilan pendidikan ini terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. Nilai yang diresapkan antara lain : makna dan tujuan hidup, hati nurani, rasa tanggung jawab  dan terlebih kepada Tuhan.
            Penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam: dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya kepada masa sacral, berupa keimanan kepada Tuhan. Pelaksanaan pengenalan kepada unsur (zat supranatural) itu bertujuan agar dapat berkomunikasi dengan baik secara langsung maupun dengan perantaraan langkah menuju kearah itu serta praktisnya dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, antaranya : (mempersatukan diri dengan Tuhan Pantheisme, pembebasan dan pensucian disi Penebusan dosa dan kelahiran kembali  Reinkarnasi.  Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama yang mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagian yang berada diluar batas kekuatan manusia.
          Pendamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan bersalah akan segera menjadi hilang dari batinya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui : tobat, pensucian ataupun penebusan dosa,
Social Control (Pengawasan Sosial)
        Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Hal ini dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat bergungsi sebagai pengawasan social, karena: (Agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya, Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis bersifat profetis (wahyu,kenabian). Sebab agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat. Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dna mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditingalkan sebagai larangan atau tabu.
                  Pemupuk Rasa Solidaritas
        Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan : Iman dan Kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina solidaritas dalam kelompok maupun perorangan. Jika kita menyoroti persaudaraan dalam sat jenis golongan beragama , misalnya umat Kristen atau umat Islam tersendiri maka menjadi teranglah bahwa agama masing-masing sungguh berhasil dalam menjalankan tugas memupuk persauadaraan, karena baik Agama Kristen maupun Islam masing-masing berhasil mempersatukan sekian banyak bangsa yang berbeda ras dan kebudayaannya, hal ini menunjukkan bahwa perdamaian dan ketentraman dibumi sebagian telah terpenuhi, namun yang menjadi harapannya adalah kiranya hal ini dapa terus mengalami pemekaran positif sebab damai di bumi bagi semua orang yang berkehendak baik.
                      Transformatif
         Agama mampu melakukan perubahan terhadap bentuk kehidupan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru. Begitu juga Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Ini berarti pula mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru. Dan tugas transformasi itu bagi steiap agama tercantum pada ajarannya, terutama agama-agama modern yang menamkaan dirinya agama universal. Serta tugas itu nampak lebih jelas dalam agama yang mengajarkan bahwa kebenaran untuk menghasilkan buah yang memusakan.
                                 Kreatif
         Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk berkerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Dan dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, tetapi selama usaha manusia itu tidak bertentangan dengan norma-nrma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

                   HAM (Hak Asasi Manusia)
        Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau pokok (seperti hak hidup dan hak mendapat perlindungan) dan merupakan hak yang dilindungi secara internasional (PBB Declaration of Human Being ). Hak Asasi Manusia  (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM adalah nilai-nilai moral universal yang dimiliki oleh setiap orang.Oleh karena itulah menjadi kewajiban bagi kita untuk menghormati hak-hak orang lain begitu juga sebaliknya.
           Hak asasi manusia pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya ada pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.
        Sejarah Ringkas munculnya HAM (Hak Asasi Manusia) sampai Indonesia
        Perjuangan penegakan HAM merupakan reaksi terhadap tindakan kesewenang-wenangan dari para penguasa terhadap harkat dan martabat rakyat kecil. Misalnya, pada zaman mesir kuno, Musa berjuang membebaskan bangsa Isarel dari tanah perbudakan. , selain itu sejarah juga mencatat pada tahun 2000 sM, di Babilinia terkenal dengan adanya hukum Hummurabi Babyloniayang menjamin keadilan bagi warganya, selanjutnya pada tahun 600 sM di Athena membuat pembaharuan dengan menyusun UU yang memberikan perlindungan keadilan bagi orang-orang yang diperbudak karena tidak dapat melunasi hutang. Dan sejak abad ke-XIII usaha melindungi HAM muncul kembali di Inggris (1215) dengan ditandatanganinya Magna Charta oleh Raja John Lackland. Denga tujuan usaha untuk mematasi kekuasaan raja agar tidak sewenang-wenang.
Dilanjutkan di Perancis dalam naskah yang disebut Pernyataan Hak Manusia dan warganegara (1789) guna melawan kesewenang-wenangan rezim yang lama. Hingga memasuki abad ke-XX setelah usaha para kaum buruh memperjuangkn hak-haknya pada abad ke-XIX. Pada abad ini perjuangan HAM semakin meluas di Amerika Serikat yang bermula dari The World Wars II (1941), Presiden AS yakni Franklin D. Roosevelt mengemukakan empat kebebasan yakni (Freedom of Speech, Freedom of Religion, Freedom from Fear and Freedom from Want ) yang dimana pada tanggal 10 Desember 1948, akhirnya PBB mengesahkan penyataan sedunia terhadap HAM, yaitu Universal Declaration of Human Rights,  dan deklarasi ini siterima secara aklamasi oleh Negara-negara yang tergabung di dalam PBB. Sebagai salah satu tujuan dan bahwa kerjasama internasional perlu dimajukan untuk meningkatkan perlindungan HAM. Dan lahirnya deklarasi ini bukan menjadi akhir dari pemikiran dan perjuangan HAM melainkan awal bagi pemikiran dan perjuangan HAM yang direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari Indonesia tidak ada tokoh-tokoh yang diakui secara internasional sebagai pelopor HAM. Namun bukan berarti di Indonesia tidak ada perjuangan untuk menegakkan HAM. Perjuaangan menegakkan HAM dimulai sejak adanya penjajahan di Indonesia. Perjuangan ini tidak semata-mata hanya perlawanan mengusir penjajah, namun lebih jauh dari itu pada dasarnya juga merupakan perjuangan untuk menegakkan HAM.  Indonesia mengalami penjajahan berabad-abad. Pada masa itu banyak sekali pelanggaran HAM seperti penculikan, kerja paksa, pembantaian, penyiksaan, pemindasan, kesewang-wenangan yang merupakan fenomena umum yang terjadi. Tidak ada kebebasan, keadilan, perasaan, rasa aman, yang terjadi adalah ekploitasi besar-besaran terhadap manusia dan kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan penjajah.Perlakuan manusia yang didasarkan pada diskriminasi inilah yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang sederajat. Pengakuan akan HAM ini sangat begitu jelas dilihat ketika HAM berada dalam UUD 1945 Pasca-amandemen dan dilanjutkan dengan lahirnya Komnas HAM di Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No.50 Tahun 1993)  HAM Pasca Kongres di Vienna 1993 oleh PBB yang juga diteguhkan di dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998.
                 Perspektif Agama-agama bagi HAM
HAM bagi Agama Kristen
Secara teologis HAM itu itu adalah :
Kedaulatan Allah yang Universal : Hak-hak Asasi ini terkait amat erat dengan hakikatnya sebagai manusia yang dikehendaki oleh Allah, pada waktu Ia menciptakan manusia. Hal ini dimaksdukan bahwa tak ada satu orang pun atau lembaga pun, termasuk nefgara yang berwenang untuk membatalkan atau mengurangi hak-hak tersebut, tanpa behadapan dengan Allah sendiri. Melalui hal ini juga hendak menyatakan kepada kita bahwa Jangan ada padamu Allah lain di hadapak-Ku (Kel.20:3), yang artinya tidak boleh ada yang bersikap seperti Allah terhadap sesamanya. Jurgen Moltmann menambahkan pemahaman tentang HAM didalam WARC(World Allianced of Reformed Churches) sebuah pengertian holistic yaitu mencakup hak manusia untuk bebas, untuk berkomunitas, mengola, membangun, dan memanfaatkan alam ciptaan serta haknya untuk mempunyai masa depan yang lebih baik dan lebih sejahtera. Hak-hak tersebut mengimplikasikan kewajiban yakni, Hak saya untuk bebas dan bermatabat mengimplikasikan kewajiban saya untuk menghormati kebebasan dan martabat orang lain. Hak saya berkomunikasi mengimplikasikan kewajiban saya untuk mau memberi dan menerima informasi. Serta berkomunitas, menjadikan saya berkewajiban untuk menghormati kebebasan dan keberadaan yang ada pada manusia dalam mengekspresikan dirinya, serta menghormati eksistensi serta identitas komunitas-komunitas yang lain. Begitu juga dengan hak saya akan alam ciptaan yang memberi kewajiban bagi saya untuk menjaga kelestariannya. Dan untuk hak saya atas masa depan mengiplikasikan kewajiban dan tanggung jawab saya akan kesejahteraan generas-generasi yang akan datang.
Citra Allah pada Setiap Manusia : manusia adalah sebuah pribadi yang utuh di hadapan Allah dan bertanggungjawab kepada Allah. Oleh karena setiap orang adalah citra Allah, maka setiap orang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi yang sama, tidak ada yang lebih dan kurang. Karena setiap manusia diciptakan sama berharganya dihadapan Allah apapun latarbelakang rasial, warna kulit, tingkat budaya dsb. Hal ini mengimplikasikan kewajiban setiap orang dan semua orang untuk mewujudkan kemanusiaannya yang penuh sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai citra Allah, termasuk kewajiban untuk melawan seagala bentuk dehumanisasi yaitu segala bentuk perlakuan yang tidak memperlakukan manusia seperti manusia (kemanusiaanya).
Seluruh umat manusia (L/P) itu diciptakan seturut (menurut) dengan Gambar dan Rupa Allah sendiri (Kej. 1:26-27), yang artinya manusia itu adalah sebagai Citra Allah yang dapat memancarkan ataupun merefleksikan/merealisasikan sifat-sifat Allah yang (benar, adil, dan kasih) di dalam bagian kehidupan sehari-hari baik itu kepada sesama manusia dan ciptaan serta lingkungan, baik itu melalui perkataan maupun perbuatan-perbuatan kita. Oleh karena status inilah kewajiban manusia sebagai Citra Allah harus saling menghormati dan menghargai harkat dan martabat atas sesamanya, sebab penghormatan atas harkat dan martabatnya sebagai dan terhadap sesama manusia, itu juga adalah suatu bentuk penghormatan kepada Allah sebagai Penciptanya (Creator).
Hal lain yang perlu dikemukakan mengenai HAM dari perspektif ini adalah, bahwa HAM itu bersumber dari pada klaim Allah terhadap manusia. Oleh karena itu, walaupun ia tidak terlepas dari pengalaman historis manusia, ia (HAM) tidak bersumber pada pengalaman manusia, melainkan pada tindakan Allah dalam sejarah manusia. Yang artinya itu adalah HAM bukanlah rumusan ideal manusia tentang dirinya, melainkan pemahaman tentang apa yang dikehendaki Allah mengenai manusia. Sebab Allah itu baik pada semua orang (Mazmur 145:9) dan bahwa Ia menerbitkkan matahari-Nya baik bagi orang yang baik maupun bagi orang yang jahat (Matius 5:45). Lebih dari itu, manusia (kita) sebagai Imago Dei diharapkan dapat memperkembangkan suatu etika hidup bersama dengan bertolak dari ajaran tentang keselamatan inheren yang terkandung dalam agama masing-masing. Maksudnya adalah agar nilai-nilai agama manusia (penganutnya) dalam realitas sejarah dapat memberikan kepada kita inspirasi bukan saja dalam pembentukan UUD dan segala perangkat peraturan lainnya, tetapi juga dalam kehidupan bersama demi kemaslahatan bersama pula.
           Oleh karena itu jugalah Gereja-gereja terpanggil untuk semakin meningkatkan perhatian kepada setiap umat manusia terkhususnya kelompok-kelompok rentan seperti kaum (Perempuan, Anak-anak, orang-orang berkebutuhan khusus, orang-orang miskin, dsb). Serta mau mendesak dan berkerjasama dengan Negara dalam mewujud nyatakan tanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM yang dapat menjadikan cita-cita bersama yaitu kesejahteraan serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam dokumen Pemahaman Bersama Iman Kristen tentang Gereja,tercatat beberapa peran yang diharapkan dapat diperankan Gereja.  Pertama , Roh Kudus telah memberi kuasa kepada Gereja dan mengutusnya ke dalam dunia untuk menjadi saksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah, kepada segala makhluk di semua tempat dan di sepanjang zaman.  Kedua , Gereja ada di tengah-tengah dunia ini sebagai arak-arakan umat Allah yang terus bergerak.  Ia dituntut untuk selalu terbuka kepada dunia , agar dunia terbuka kepada undangan Allah untuk turut serta di dalam arak-arakan orang percaya.  Ketiga , Gereja ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya dalam konteks sosial politik, ekonomi dan budaya di tengah bangsa dan negara.  Gereja secara aktif dan kreatif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia .  Disamping itu Gereja juga mengambil bagian dalam usaha mencegah segala hal yang merongrong dan merendahkan harkat dan martabat manusia serta segala yang merusak lingkungan alam Indonesia.  Keempat , Gereja dan negara harus bahu membahu dalam mengusahakan penegakan keadilan dan mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat .Gereja dan negara harus membina hubungan yang koordinatif dan bukan hubungan subordinatif. Fokus dari kegiatan pelayanan ini adalah dunia ciptaan Tuhan dengan segala isinya. Pelayanan ini dapat meliputi bidang yang sangat luas, yaitu bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, perdamaian, keadilan dan lingkungan.

              HAM bagi Agama Islam
Manusia adalah puncak cipataan Tuhan yang sangat bernilai, yang dikirim ke bumi menjadi khalifa atau wakil-Nya, oleh sebab itu setiap perbuatan manusia harus membawa perbaikan bagi sesamanya. Artinya, perbuatan manusia harus mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis bagi seluruh jagad raya, mengandung kebenaran dan kebaikan universal. Hal ini mengartikan kepada kita bahwa manusia memikul tanggungjawab untuk menghormati harkat dan martabat manusia sebagai hamba dan khalifa Allah di bumi. Dan jika ada tindakan kejahatan terhadap kemanusian merupakan tindak kejahatan terhadap HAM. Serta segala yang menjadi hak individu merupakan kewajiban masyarakat; sebaliknya, segala yang menjadi kewajiban individu merupakan hak masyarakat, artinya ada solidaritas, saling menolong dan saling membantu ( in solidium).Sehubungan dengan hal tersebut, Eggi Sudjana mengemukakan bahwa pada hakekatnya HAM terdiri dari dua hak fundamental yang ada pada diri manusia yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak ini, lahir hak-hak lain yang bersifat turunan. Adapun hak-hak turunan yang dimaksud meliputi segala hakhak dasar seperti hak hidup, hak berpendapat, hak beragama, hak berpenghidupan yang layak, hak persamaan di muka hukum, hak milik, hak-hak memperoleh kecerdasan intelektual dan sebagainya. Demikian juga dalam rumusan Deklarasi Universal Islam menuliskan serta menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) berhubungan dengan keadilan, dan dapat disimpulkan bahwa setiap manusia itu memiliki hak untuk memperoleh keadilan, dan berpendapat serta diperlakukan dengan setara. Serta mereka juga menyatakan bahwa HAM itu dipandang sebagai sesuatu yang tidak boleh dibuang, dilangar apalagi untuk diabaikan. Hal ini juga mengartikan bahwa mereka percaya HAM itu adalah sesuatu yang abadi yang diisyaratkan ataupun diberikan oleh Sang Pencipta yakni Allah SWT, sehingga tidak ada seorangpun yang dimungkinkan dan dibenarkan untuk membuang, melanggar ataupun sampai mengabaikannya. Dan mengenai prinsip-prinsip Agama Islam tentang HAM ini ialah mengenai persamaan, kebebasan serta penghormatan terhadap sesama manusia yang pada dasarnya diletakkan pada keadilan tanpa pandang bulu. Dan Alm. Gusdur juga berkata dalam usaha memepertemukan Islam dengan HAM yakni Islam memandang bahwa membunuh seseorang tanpa dosa atau tanpa tindakan perusakan di muka bumi sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya, siapa orang yang menolong orang lain bagaikan menolong hidup seluruh umat manusia.

          Tantangan dan Hambatan Agama dalam Melaksanakan HAM
Republik Indonesia berdiri di atas landasan keberagaman dan kemajemukan. Terdiri atas berbagai suku, agarna, etnik, aliran kepercayaan, juga pandangan politik. Walaupun berbeda tiap warga negara bersatu-padu berjuang dan mempertahankan kemerdekaan dan kebebasan. Inilah modal awal bangsa yang tak bisa dipungkiri keberadaannya, bahkan jauh sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Keberagarnan dan kemajemukan itu justru menjadi kekayaan negeri yang memiliki semboyan cerdas, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda, tapi pada hakekatnya kita satu. Berbagai perbedaan itu diakui keberadaannya, bahkan dilindungi konsitusi UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasan negara. Namun kita merasakan keutuhan bangsa belakangan ini terganggu akibat munculnya berbagai tindakan yang tidak lagi menghargai perbedaan dan keberagaman. (Mis. Mulai dari penutupan paksa terhadap gereja, rumah-rumah ibadah, penyerangan terhadap warga negara Indonesia: Ahmadiyah dan Komunitas Eden, ancaman dan penyerangan terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengusung tema kebebasan dan pluralisme agama).
Beberapa kejadian pelanggaran HAM di Indonesia menunjukkan perlunya pemahaman HAM tidak sebatas karena hak itu dipunyai oleh semua manusia, namun juga pelayanan terhadap hak itu perlu dilakukan oleh semua manusia. Pada tingkatan lain, apiesiasi terhadap HAM di Indonesia perlu pula dipertajam agar tidak sekadar terfokus pada masalah-masalah HAM besar meliputi pembunuhan, perusakan massal dan genocide. Nilai-nitai HAM seharusnya diterapkan secara menyeluruh di segala lapisan masyarakat sehingga segala bentuk diskriminasi rasial, seksual dan abilitas benar-benar mendapat perhatian yang memadai. Di sisi yang lain, pandangan awam yang terlalu menyederhanakan HAM perlu pula diluruskan.
Memang adalah urusan setiap pesekutuan keagamaan sendiri untuk menentapkan seberapa jauh eksklusivitas itu merupakan ekspresi dari pemahamannya tentang diri sendiri serta hakikat dan pesan keagamaanya. Namun, dalam permasalahan kita, jika rakyat ingin bergerak untuk membina suatu masyarakat yang kreatif, dinamis dan politis untuk menyususn kepentingan bersama yang bernama Negara ralyat tidak boleh lagi mengurung diri dan menutup diri, namun bukan berarti persekutuan eksklisif itu harus hilang, tetapi kiranya persekutuan-persekutuan keagamaan itu dapat juga memberikan makna dan arah kepada manusia (penganutnya) sehingga membina watak, ketahanan, dan martabatnya sebagai makhluk yang ungul dan bertanggung jawab berdasarkan iman dan keyakinan masing-masing. Sebab Negara ini bukan Negara bertuhan tetapi berketuhanan, sebab manusialah yang bertuhan, bukan Negara. Sehingga dengan demikian, manusia yang bertuhan sesuai dengan paham agamanya dan kepercayaannya diperintahkan untuk dapat berperan aktif dalam masalah kepentingan bersama, membawa cita, norma, dan nilai agar dapat dipahami dan mungkin juga dinikmati bersama.



            Agama dan HAM (Hak Asasi Manusia)
Banyak ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu a (tidak) dan  gama (kacau), maka agama berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan (edukatif) yang mengatur keadaaan manusia, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama. Dan Agama bukan sebagai tujuan atau alat kekuasaan, melainkan selaku taman latihan demi pemekaran kebaikan, keadilan, kejujuran, kesetian dan sebagainya; sebagai wahana tanggapan terhadap panggilan kesayangan dan kecintaan. Baik dan benar kecintaan terhadap sesama manusia, terhadap diri sendiri selaku makhluk Allah  dan tentu saja mahkotahnya: Cinta kepada Allah.
Secara teologis HAM tidak boleh dilepaskan dari manusia, sebab hak mengimplikasikan kewajiban, karena hak akan menjadi hak setelah kewajiban terpenuhi. Begitu juga dengan sebaliknya, kewajiban juga mengimplikasikan hak, sebab kewajiban hanya dapat di laksanakan sebaik-baiknya apabila hak dihormati. Sebab hak tanpa kewajiban itu adalah kesewenang-wenangan, sedangkan kewajiban tanpa hak adalah perbudakan, dan perlu kita katahui bahwa  diantara keduanyanya terdapat tanggung jawab.
Itu sebabnya dapat kita pahami hak dan kewajiban itu ibarat sekeping mata uang yang terdiri dari dua sisi, yang disatu sisi ada hak dan di sisi lainnya ada kewajiban. Demikian dengah hak asasi atau hak dasar di satu sisi, maka di sisi lain ada kewajiban asasi atau kewajiban dasar. Kewajiban dasar manusia itu adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM. Dengan kata lain, kewajiban asasi adalah kewajiban untuk memproteksi, mempromosikan, melaksanakan dan menegakkan hak asasi orang lain, secara singkat dapat kita katakan kewajiban asasi adalah kewajiban bagi kita untuk melindungi hak asasi orang lain (sesama cipataan Tuhan). Dan setiap agama harus memiliki concern bersama dalam persoalan public yang menyangkut, keadilan, kesejahteraan, kemanudian, dan keberadaban. Artinya Agama-agama harus mencari titik temu dalam bentuk civic religion yang tak lain adalah Pancasila. Dan disamping itu karena kita mengetahui bahwa di Negara kita ini adalah Negara yang memilki kemajemukan pluralism yang menetapkan dan mengkehendaki kebebasan beragama, dan melalui hal hal di tengah-tengah kemajemukan ini hendaklah berakar dan bertumbuh resiprisitas atau hubungan timbal-balik, yang sering kita sebut dengan istilah Golden Rules (Hukum Emas) Lakukanlah kepada orang lain sama seperti bagaimana kamu ingin diperlakukan oleh orang lain. Sebab kebebasan tidaklah berdiri sendiri, sebab dalam menjalankan kebebasan tidak boleh mengganggu kebebasan orag lain (penganut agama lain), yang artinya kebebsan itu tidak mutlak otonom, namun kebebasan itu punya batas dan rambu-rambu agar tidak terusik (menggangu)yang lainnya. Oleh sebab itulah bagi Manusia yang beragama hendaklah memakai hak-haknya sesuai dengan batasan-batasan (hukum moral/Ajaran-ajaran educative dari Agama-agamanya) untuk memperhitungkan hak-hak orang lain, dan menjalankan kewajiban-kewajibannya terhadap Agama dan Neagara,termasuk kepada sesama manusia dan seluruh cipataan Tuhan, demi mewujudkan cita-cita bangsa UUD 1945 yakni kesejahteraan, keadilan dan berprikemanusaian sebagai Negara yang berkomitmen kebangsaan yang berlandaskan Pancasila, yang membawa kita kedalam kerukanan (Toleransi) didalam keberagaman.

                                Kesimpulan
          Hak Asasi Manusia (HAM) adalah harta milik setiap manusia atas kehendak (Claim) Allah kepada setiap manusia, semata-mata oleh karena ia adalah manusia, yang artinya  HAM adalah hak-hak dasar yang melekat secara kodarti, abadi dan universal pada jatidiri manusia sebagai karunia Tuhan. Oleh sebab itu Hak Asasi itu mengikat siapapun, sehingga tidak dapat ditiadakan, dirampas atau dicabut, karena tanpa hak asasi tersebut manusia akan kehilangan kemanusiaannya. Oleh sebab itu dalam menyangkut hubungan ataupun korelasi dan tujuan jugalah Agama-agama dan manusia (Penganutnya) di dunia ini harus benar-benar memahamai dan menerima keberadaan HAM yang telah dilegitimasi oleh Tuhan kepada setiap ciptaan-Nya dan menjadikan HAM sebagai payung bersama dalam menjaga nila-nilai kemanusiaan secara universal, terkhususnya di Indonesia sebagai Negara kemajemukan.

                Daftar Pustaka
Sumber Buku
Affandi, Idrus & Karim Suryadi, Hak Asasi Manusia, Jakarta:Depenas,2007
Barus,Erick J., Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan,Jakarta:PGI (B. Marturia),2009
Dharwis, Ellyasa KH.,Agama, Demokrasi dan Keadilan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1993
E.H, Rhoda, HAM; Penjelajah Dalih Relativisme Budaya, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2000
Gharisah, Ali, Kehormatan dan Hak ; Suatu Studi Kritis atas Teori-teori Hak-hak Asasi Manusia, Yogyakarta:Pustaka Alkautsar,1990
Hapsari,Tri Budi, Antologi Pemikiran Filsafat Kontemporer, Yogyakarta: Badan Penerbit Filsafat Kontemporer,20013
Hendropuspito, D., Sosiologi Agama, Jakarta:BPK-GM,1990
Isamail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleksi Historis, Yogyakarta: Titian Ilahi Press,1997
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka, 2002
Max Boli Sabon, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2014
Muladi, HAK ASASI MANUSIA Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Bandung : Refika Aditama, 2005
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (2014-2019), Jakarta: BPK-GM, 2015
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia(PGI), Lima Dokumen Keesaan Gereja Jakarta: Gunung Mulia, 1996
Qamaruddin, Melampaui Dialog Agama, Jakarta: PT. KOMPAS, 2002
Sairin,Weinata & J.M Pattiasina, Hubungan Gereja dan Negara dan HAM, Jakarta:BPK-GM,1996
Schumann, Olaf H., Agama-agama : kekerasan dan Perdamaian, Jakarta:BPK-GM,2011
Simanjuntak, H. Maratua (dkk),Merawat Kerukunan Umat Beragama, Medan:CV. Manhaji,2016
Sudjana, Eggi, Hak dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan Modernitas yang Hakiki, Jakarta: Nuansa Madani. 2002
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2004
Tindage, Ruddy & Rainy MP Hutabarat, Gereja dan Penengakan HAM, Yogyakarta:KANISIUS,2008
Yewangoe, A.A., Agama dan Kerukunan, Jakarta:BPK-GM, 2002
Sumber Artikel, Jurnal, Kamus dan Esiklopedia
Alwi, Hasan(rdk),dkk(Tim Penyusun), Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed. III),Jakarta: Balai Pustaka,2007
Kurniawan Kunto Yuliqrso dan Nunung prajarto, Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia: Menuju Democratic Goaernances dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu politik (Vol.B), Yogyakarta: FISIPOL  UGM,2005
Nugroho,E.,(rdk), Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta, PT Delta Pamungkas,1997

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelayakan Usaha Kerajinan Keranjang Bambu

Teologi Sistematika