KESETIAAN PELAYAN

(Suatu Tinjauan Eksegese Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 dan Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Theologi (S.Th)

Oleh:

Yolanda Tri Sidauruk

NIM : 16.01.1465

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA (STT) ABDI SABDA MEDAN

PROGRAM STUDI TEOLOGI

MEDAN

2021

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA ABDI SABDA MEDAN

LEMBARAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama                                      : Yolanda Tri Sidauruk

NIM                                        : 16.01.1465

Jurusan                                  : Theologia

Judul Skripsi             : Kesetiaan Pelayan

Sub Judul                              : Suatu Tinjauan Eksegese Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 dan Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS

    Medan, Agustus 2021

 

Diketahui oleh

Dosen Pembimbing I                                                                    Dosen Pembimbing II

                                                           

                                                                                   

(Dr. Jon Riahman Sipayung)                                                     (Dr. Jan Jahaman Damanik)

 

Disetujui oleh

Ketua STT Abdi Sabda                                                              Ketua Prodi Theologia

 

(Agus Jetron Saragih, M. Th)                                                   (Dr. Rohny Pasu Sinaga)


KATA PENGANTAR

Setia setialah setialah sampai mati

Seperti Tuhan Yesus

Setia setialah setia sampai mati

                                            Apakah jawabanmu untuk kasish setia-Nya

Setia setialah setialah sampai mati

Puji syukur penulis sampaikan kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat yang telah memelihara dan melindungi sepanjang perjalanan hidup penulis hingga saat ini penulis masih dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tanpa penyertaan-Nya penulis tidak mampu berbuat apa-apa. Di dalam segala bentuk pergumulan dan tantangan yang penulis alami selama menempuh perkuliahan di STT Abdi Sabda ini, Tuhan selalu memberi penulis kekuatan dan pertolongan. Terpujilah Tuhan untuk setiap penyertaan dan berkat-Nya yang senantiasa menaungi penulis dalam masa menimba ilmu di STT Abdi Sabda Medan.

            Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bisa diselesaikan bukan hanya karena usaha penulis, tetapi karena semangat dan dukungan dari orang-orang yang mengasihi penulis. Oleh sebab itu penulis mengucapkan            terimakasih yang teramat besar buat orang tua penulis, yaitu Roben Hernanto Sidauruk dan Hotmaria Purba orang tua yang luar biasa yang telah membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya, perjuangan yang mereka lakukan membuat penulis semangat menyelesaikan perkuliahan. Penulis juga berterimakasih buat saudara-saudariku yang luar biasa: Bang Agra Sidauruk dan keluarga, bang Ari Sidauruk beserta keluarga, buat adek Ival dan Yusna Sidauruk, terimakasih buat dukungan semangat dan dukungan berupa materi yang kalian berikan kepada penulis.

            Penulis sungguh menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tak lepas dari dua pembimbing hebat dan mumpuni yang membimbing penulis melalui bidang dan keahliannya masing-masing. Untuk itu penulis sungguh mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing pertama, Bapak Pdt. Dr. Jon Riahman Sipayung sebagai dosen pembimbing yang sungguh memberikan bimbingan akademis kepada penulis selama menempuh pendidikan teologi hingga penulisan skripsi ini. Melalui kesabarannya dan gaya bimbingannya yang khas yaitu memberikan pengajaran secara detail mengenai penulisan apalagi dibagian penulisan bahasa Yunani, beliau telah memperkaya pemahaman penulis dalam penulisan skripsi ini. Yang kedua, kepada Bapak Pdt. Dr. Jan Jahaman Damanik sebagai dosen pembimbing kedua yang sungguh memberikan masukan pemikiran untuk bagi penulis. Berkat bimbingannya yang sangat mendalam skripsi ini bisa selesai dengan baik. Terimakasih untuk nasihat dan motivasinya selama membimbing penulis. Bagi keduanya, penulis haturkan banyak terimakasih karena sudah meluangkan waktu bagi penulis melakukan bimbingan.

Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1.      Bapak Agus Jetron Saragih, M. Th selaku ketua STT Abdi Sabda Medan.

2.      Ibu Dr. Rohny Pasu Sinaga selaku ketua prodi teologi STT Abdi Sabda Medan.

3.      Ibu Bertalyna sebagai DPA Kelas a Stambuk 2016 STT Abdi Sabda Medan.

4.      Seluruh Bapak/Ibu dosen, terimkasih buat didikan dan ilmu yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis sampai kepada tahap akhir perkuliahan.

5.      Seluruh staff/pegawai Abdi Sabda, terimkasih buat semua pelayanan yang telah diberikan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

6.      Jemaat GKPS Resort Tambunraya yang menjadi tempat penulis melaksanakan Collegium Pastoral (CP) dan kepada Pdt. Ferdi Septiady Garingging, S.Th sebagai pembimbing lapangan yang banyak memberikan pembelajaran bagi penulis.

 

 

 

ABSTRAKSI

Kesetiaan merupakan salah satu contoh untuk menggambarkan pola hidup yang mampu memelihara imannya kepada Allah. Memberikan dampak yang positif bagi lingkungan sekitarnya namun tidak menutup kemungkinan cacian dari sekitar yang mencoba mengajak supaya tidak setia kepada Allah. Dalam hubungan dengan Tuhan, kehidupan rumah tangga, pekerjaan, kesetiaan sangatlah diperlukan serta tanggungjawab dan kerendahan hati dalam menjalankan setiap tugas pelayanan kita. Karena jabatan yang  diterima sebagai hamba Tuhan bukan sebuah jabatan yang harus dipertunjukkan dan dipamerkan kepada semua orang dan harus menghidupi pelayanan itu dengan baik sehingga tugas dan panggilan mengabarkan firman Tuhan itu tidak menjadi beban. Karena segala yang kita punya baik itu karunia, bakat, kekuatan, harta, Kesehatan, waktu dan hidup tidak ada satupun yang tidak berasal dari Dia. Oleh karena semua berasal dari Dia, maka di dalam melaksanakan tugas tidak ada istilah mengorbankan atau pengorbanan yang patut dibanggakan.

Sebagai seorang pelayan Tuhan dipahami memiliki banyak pengetahuan, sehingga diharuskan dalam kehidupanya mencerminkan apa yang diperintahkan oleh Allah. Karena pelayan  Tuhan harus mampu setia dalam pelayanannya dan mampu membuktikan iman kepercayaan juga dapat menghidupi iman percayanya, karena orang beriman yang berusaha mencapai kesempurnaan artinya yang berjuang untuk menjadi apa yang Allah harapkan dalam diri umat-Nya khususnya bagi pelayan sebagai gembala harus membatasi diri dalam segala hal apalagi ketika ada pelayan yang terkadang terjebak dalam kehidupan yang terlalu mewah padahal yang diharapkan dari seorang pelayan Tuhan itu ialah kesederhanaan dan memiliki hati tulus, siap sedia dalam memberitakan Firman Allah, tidak memilih-milih tempatnya melayani. Sehingga tugas dan panggilan sebagai seorang pelayan Tuhan terpenuhi dengan baik.

 

DAFTAR ISI  

KATA PENGANTAR............................................................................ i

ABSTRAKSI.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iv

DAFTAR SINGKATAN........................................................................ x

ALPHABET YUNANI DAN TRANSLATENYA ............................... xiii

ALPHABET IBRANI DAN TRANSLATENYA.................................. xiv

TANDA VOCAL ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1

1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................................... 14

1.3. Pembatasan Masalah.................................................................................................... 15

1.4. Perumusan Masalah .................................................................................................... 15

1.5. Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 16

1.6. Manfaat Penulisan....................................................................................................... 16

1.7. Metodologi Penulisan.................................................................................................. 16

1.8. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 16

BAB II PENGERTIAN TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN SERTA SIKAP DAN KARAKTER DARI SEORANG PELAYAN TUHAN

2.1. Pengertian Kesetiaan .................................................................................................. 18

2.1.1.    Secara Umum .................................................................................................. 18

2.1.2.    Dunia Yunani Romawi .................................................................................... 18

2.1.3.    Dalam Dunia Yahudi ....................................................................................... 20

2.1.4.    Menurut Perjanjian Lama ................................................................................ 21

2.1.5.    Menurut Perjanjian Baru .................................................................................. 24

2.2. Pengertian Pelayan Tuhan .......................................................................................... 25

2.1.1.    Secara Umum .................................................................................................. 25

2.2.1.    Menurut Yunani Romawi ................................................................................ 26

2.3.1.    Menurut Yahudi .............................................................................................. 27

2.4.1.    Menurut Perjanjian Lama ................................................................................ 28

2.5.1.    Menurut Perjanjian Baru .................................................................................. 31

2.6.1.    Menurut Injil Sinoptik ..................................................................................... 34

2.7.1.    Menurut Surat Paulus ...................................................................................... 36

2.3. Sikap dan Karakter Yang Diharapkan dari Seorang Pelayan Tuhan .......................... 38

2.3.1.    Menyadari Hidupnya Milik Kristus ................................................................. 38

2.3.2.    Memiliki Komitmen Kepada Satu Tuan, yaitu Kristus.................................... 38

2.3.3.    Memiliki Ketaatan Penuh dan Kerendahan Hati ............................................. 39

2.3.4.    Memiliki Respon yang Baik Atas Tugas yang Dipercayakan........................... 40

2.3.5.    Tidak Mencari Hormat Bagi Diri Sendiri ........................................................ 40

2.3.6.    Setia dan Bertanggung Jawab  Kepada Rumah Tuhan ................................... 41

2.3.7.    Memiliki Integritas .......................................................................................... 41

2.3.8.    Mempersiapkan Diri untuk Pelayanan.............................................................. 42

2.3.9.    Siap Sedia dalam Segala Keadaan .................................................................. 43

BAB III TINJAUAN EKSEGESE HISTORIS KRITIS TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8

3.1.  Pengantar Kitab 2 Timotius ......................................................................................... 45

3.1.1.  Latar Belakang Surat 2 Timotius ...................................................................... 45

3.1.2.  Penulisan Kitab, Waktu dan Tempat Penulisan ................................................ 47

3.1.3.  Penulisan dan Penerima Surat 2 Timotius ......................................................... 48

3.1.4.  Tujuan Surat 2 Timotius .................................................................................... 49

3.2.   Metode Historis Kritis ................................................................................................. 51

3.3.1.   Pengertian Penafsiran Historis Kritis ................................................................. 51

3.3.2.   Alasan Penulis Menggunakan Metode Penafsiran Historis Kritis ..................... 51

3.3.  Situasi Pelayanan Surat 2 Timotius ............................................................................. 52

3.3.1.   Situasi Geografis dan Kebudayaan .................................................................... 52

3.3.2.   Situasi Politik ..................................................................................................... 53

3.3.3.   Situasi Keagaaman ............................................................................................. 53

3.3.4.   Situasi Sosial Ekonomi ....................................................................................... 54

3.4.  Analisa Sastra .............................................................................................................. 55

3.4.1.   Analisa Bentuk ................................................................................................... 55

3.4.2.   Analisa Konteks ................................................................................................. 56

3.5.  Analisa Teks ................................................................................................................ 57

3.5.1.   Perbandingan Bahasa ......................................................................................... 57

3.5.2.   Kritik Aparatus .................................................................................................. 61

3.5.3.   Terjemahan Akhir ............................................................................................... 64

3.6.  Tafsiran ........................................................................................................................ 65

3.7.  Kesimpulan Tafsiran .................................................................................................... 88

3.8.  Skopus ......................................................................................................................... 90

3.9.  Makna Kesetiaan Pelayan Tuhan Secara Eksegese Historis Kritis

       Terhadap 2 Timotius 4:1-8............................................................................................ 91

3.9.1.   Siap Sedia Memberitakan Firman Tuhan ........................................................... 91

3.9.2.   Bertahan Dalam Kesulitan ................................................................................. 94

3.9.3.   Setia Sampai Akhir ............................................................................................ 95

BAB IV REFLEKSI KESETIAAN PELAYAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8 BAGI PELAYAN MASA KINI

4.1.  Sekilas Tentang Pelayan Tuhan ................................................................................... 98

4.2.  Tugas Seorang Pelayan Tuhan (Pendeta) .................................................................... 99

4.2.1.   Pendeta Sebagai Pelayan Tuhan ........................................................................ 99

4.2.2.   Pendeta Sebagai Pemimpin ................................................................................ 101

4.2.3.   Pendeta Sebagai Gembala .................................................................................. 103

4.2.4.   Pendeta Sebagai Guru dan Pendidik ................................................................. 104

4.3. Refleksi Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 Bagi Pelayan Masa Kini......... 105

4.3.1.   Kejujuran Pelayan dalam Memberitakan Firman ............................................... 105

4.3.2.   Tetap Memberitakan Firman .............................................................................. 106

4.3.3.   Kuat dalam Penderitaan ..................................................................................... 107

4.3.4.   Setia Kepada Panggilan Tuhan .......................................................................... 109

4.3.5.   Memelihara Iman ............................................................................................... 111

4.3.6.   Upah Kesetiaan Bagi Pelayan Tuhan ................................................................. 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.  Kesimpulan .................................................................................................................. 114

5.2.  Saran ........................................................................................................................... 116

5.1.1.   Bagi Pendeta Sebagai Hamba Tuhan ................................................................. 116

5.1.2.   Bagi Warga Gereja ............................................................................................. 117

5.1.3.   Bagi Mahasiswa ................................................................................................. 118

5.1.4.   Kepada Pembaca ................................................................................................ 119

Daftar Pustaka

Biodata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR SINGKATAN

I.                  Singkatan Alkitab

Perjanjian Lama

Kej.           : Kejadian

Kel .           : Keluaran

Im.             : Imamat

Bil.            : Bilangan

Ul.             : Ulangan

Hak.          : Hakim-Hakim

Rut            .           : Rut

1 Sam.       : 1 Samuel

2 Sam.       : 2 Samuel

1 Raj.         : 1 Raja-Raja

2 Raj.         : 2 Raja-Raja

1 Taw.       : 1 Tawarikh

2 Taw.       : 2 Tawarikh

Ezr.            : Ezra

Neh.          : Nehemia

Est.            : Ester

Ayb.          : Ayub

Mzm.         : Mazmur

Ams.          : Amsal

Pkh.           : Pengkhotbah

Yes.           : Yesaya

Yer.           : Yeremia

Yeh.          : Yehezkiel

Yl.             : Yoel

Am.           : Amos

Yun.          : Yunus

Mi.             : Mikha

Nah.          : Nahum

Hab.          : Habakuk

Zef.           : Zefanya

Hag.          : Hagai

Za.             : Zakharia

Mal.           : Maleakhi

 

Perjanjian Baru

Mat.           : Matius

Mrk.          : Markus

Luk.           : Lukas

Yoh           : Yohanes

Kis.            : Kisah Para Rasul

Rm.           : Roma

1 Kor.        : 1 Korintus

2 Kor.        : 2 Korintus

Gal.           : Galatia

Ef.             : Efesus

Kol.           : Kolose

Tit              : Titus

Ibr.            : Ibrani

Yak.          : Yakobus

1 Ptr.         : 1 Petrus

2 Ptr.         : 2 Petrus

1 Yoh.       : 1 Yohanes

2 Yoh.       : 2 Yohanes

3 Yoh.       : 3 Yohanes

 

II.               Singkatan Umum

Ay.                        : Ayat

Bnd.          : Bandingkan

BPH          : Bibel Pakon Haleluya

BPK-GM  : Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia

CP             : Collegium Pastoral

Dkk           : Dan Kawan-kawan

Dll             : Dan Lain-lain

Dr.             : Doktor

Dsb            : Dan Sebagainya

Dst            : Dan Seterusnya

Ed.            : Editor

HAM         : Hak Azasi Manusia

KBBI        : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KJV           : King James Version

LAI           : Lembaga Alkitab Indonesia

Lih.            : Lihat

M               : Masehi

Mis.           : Misalnya

NIM          : Nomor Induk Mahasiswa

PB             : Perjanjian Baru

Pdt.           : Pendeta

Peny.         : Penyunting

Ps              : Pasal

PL             : Perjanjian Lama

S.Th           : Sarjana Theologia

SAAT        : Seminari Alkitab Asia Tenggara

sM             : Sebelum Masehi

STT-AS     : Sekolah Tinggi Theologia Abdi Sabda

TM : Teks Massorah

UK            : United of Kingdom

USA           : United States of America

YKBK             : Yayasan Komunikasi Bina Kasih

ALPHABETH YUNANI DAN TRANSLITRASINYA

Form

Name

Translitration

Α

Alpha

a

Β

Beta

b 

Γ

Gamma

g

Δ

Delta

D

Ε

Epsilon

E

Ζ

Zēta

Z

Η

Etha

ē

Θ

Thēta

Th

Ι

Iōta

I

Κ

Kappa

K

Λ

Lambda

L

Μ

Mu

M

Ν

Nu

N

Ξ

Xi

X

Ο

Omicron

O

Π

Pi

P

Ρ

Rhō

R

σ ς

Sigma

S

Τ

Tau

T

Υ

Upsilon

U

Φ

Phi

Ph

Χ

Chi

Ch

Ψ

Psi

Ps

Ω

Ōmega

Ō

 

ALPHABETH IBRANI DAN TRANSLITRASINYA

Form

Name

Translitration

א

יAlep

ב

Bêṯ

b, ḇ (bh)

ג

Gîmel

g, g (gh)

ד

Dāleṯ

d, ḏ (dh)

ה

H

ו

Wāw

W

ז

Zàyin

Z

ח

Hêṯ

ט

Têṯ

י

Yoḏ

Y

ךכ

Kap

k, ḵ (kh)

ל

Lāmeḏ

L

םמ

Mêm

M

ןנ

Nûn

N

ס

Sāmeḵ

S

ע

‘Áyin

ʽ

ףפ

p, p (ph)

ץצ

Sāḏê

ק

Qôp

q, ḳ

ר

Rêš

R

ֺש

Śîn, Šîn

ś, š

ת

Tāw

t, ṯ (th)

 

TANDA VOKAL

Form

Name

Translitration

̱

Pathahª

A

˕

Qāmeṣ

Ā

̤̩

Sᵉghol

E

̤

Ṣērê

Ē

יֵ

Ṣērê

Ê

ˌ

Sorth Ḥireq

I

יֵ

Long Ḥireq

Î

ֻ

Qibbûs

U

וּ

Ŝûreq

Û

˕

Qāmeṣ-Ḥāṭûph

O

וֹ

Ḥōlem

Ô

ֹ

Ḥōlem

Ō

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang Masalah

Malcolm Smith menjelaskan orang percaya ketika mengalami ujian hidup maka kadang kala merasa tidak mampu dan segera mengambil keputusan untuk tidak bertahan dan memilih untuk lari dari kenyataan yang ia alami. Ketika mengalami saat-saat kegelapan yang hanya dapat disamakan dengan lembah kekelaman, maka orang percaya kadang menyerah dan putus asa. Rasul Paulus menggambarkan kehidupan orang percaya: Kami senantiasa berada dalam ancaman maut, tetapi lihatlah, kami tetap hidup. Kami telah terluka. Tetapi terhindar dari maut. Kami berdukacita, tetapi pada saat yang sama kami bersukacita (2 Kor. 6:9-10, Firman Allah yang hidup)[1]. Mengenai  kesetiaan beberapa pengertian mengatakan bahwa kesetiaan itu harus memiliki buah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa setia adalah berpengang teguh, patuh taat, tetap teguh hati, jadi kesetiaan ialah keteguhan hati, ketaatan dan perhambaan.[2] Dalam kamus bahasa Indonesia juga loyalitas didefinisikan sebagai kesetiaan atau kepatuhan.[3] Kesetiaan, kata ini membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila dinyanyikan tetapi tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam kenyataan hidup. Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan salah satu unsur (dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan. Kesetiaan adalah merupakan misteri kehidupan, di mana tanpa kesetiaan hidup manusia menjadi lain, atau lain dari harapan pertama.[4]

Oleh karena itu sangatlah penting kesetiaan itu diwujudnyatakan dalam semua hidup dan aktivitas (pekerjaan manusia) agar usaha dan tujuan akhir manusia itu sukses dan dapat memberi hasil yang lebih baik. Kesetiaan bukan berarti ketaatan yang pasif, tetapi dari hal yang kecil dalam kesetiaan dapat mengembangkannya menjadi sesuatu yang lebih besar demi kemuliaan Tuannya (Mat. 25:14-30).[5] Itulah gambaran kesetiaan manusia. Kesetiaan yang di maksud dalam teks ini ialah kesetiaan di dalam melakukan firman Tuhan dan Kesetiaan terhadap Allah pencipta serta pemilik alam semesta. Di mana dalam mempertanggungjawabkan segala pekerjaan itu adalah kepada Allah.

Dalam teks Perjanjian Lama didapati bahwa kata iman didesentralisasikan dari kata הנמא emunah. Meski kata emunah sendiri tidak berarti demikian. Emunah הנמא artinya kesetiaan kata ini dapat ditemui dalam kitab Habakuk 2:4, Bila  memeriksa  kata  ini  dalam  Habakuk  2:4, maka  di  terjemahkan percaya. Jika  demikian,  mengapa emunah justru diterjemahkan ‟percaya (nya)‟ dan bukan kesetiaan.[6]  Kata emunah merupakan penjelasan dari kata aman ןמא bahwa kata ini merupakan ide kunci dari iman yang sungguh-sungguh. Bahkan merupakan hal yang khusus dan penting dalam mengekspresikan iman yang sungguh-sungguh kepada Allah. Harus dimengerti  bahwa tidak mungkin seorang bisa setia kepada Tuhan jika ia tidak mempercayai Tuhan, Tuhan yang kepada Nya ia berserah. Kesetiaan itu harus dipraktikkan dalam hubungan  kepada seseorang atau sesuatu. Dalam hal ini individu harus setia kepada Allah, kepada Firman dan kepada perjanjian Allah. Dia harus teguh bersandar atau memiliki keparcayaan yang mendalam dengan Allah.[7] Dalam PB juga , untuk menyatakan “setia” sering digunakan kata πιστος (pistos) dan πιστευειν (pisteuein).      Merujuk kepada menurut Markus mengkhususkan serta tertuju kepada Allah (Mrk. 11:22 atau 9:23, 24). Di sini diterangkan bagaimana peranan kata setia tersebut dalam hubungan dengan Kristus dengan kuasa Allah. Kata ini dihubungkan dengan arti kata percaya (believe) kepada Allah.[8] Kata pisto dipakai dalam bentuk pasif (2 Tim. 3:14).[9]  Bersamaan dengan arti dengan kata di atas, kita lihat juga kata πιστευω pisteuo  yang mempunyai arti percaya/bergantung. Sedangkan kata πιστισ pistis berarti kepercayaan dan keimanan. Kedua kata ini sama sama menekankan kepercayaan secara agamani. Sedangkan kata πιστος pistos  mempunyai dua pengertian yang sama  yaitu keimanan akan menemukannya di dalam pelayanan kepada Tuhan yang tertulis pada 1 Kor. 4:2; 17:14 atau hendak dipakai untuk bersaksi saat orang hendak  bersaksi akan imannya (Why. 2:13).[10]

Melalui pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kata kesetiaan dalam PB tidak dapat dilepaskan dari iman dan percaya dan bahkan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Dalam KBBI  hamba adalah abdi atau budak belian yang dibeli oleh orang kaya dan orang itulah yang menjadi tuanya.[11] Dalam bahasa Inggris juga dikatakan servant yang artinya pelayan, babu, abdi atau pegawai pemerintahan.[12] Dari pemaparan tersebut maka jelaslah bahwa hamba itu ialah pelayan atau budak yang haru bekerja atau mengabdi kepada tuanya. Jadi seorang pelayan Tuhan adalah seorang abdi atau budak yang melayani Tuhan sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam bahasa Ibrani עֶבֶד ebed, berarti melakukan pekerjaan, melayani atau pelayan, budak, pembantu bawahan.[13] Artinya seseorang bekerja untuk keperluan orang lain. Ia pekerja yang menjadi milik tuanya. Dalam kehidupan agama Israel kata itu dipakai untuk menunjukkan kerendahan hati seseorang dihadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12). Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga tuntutan Ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya dan kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang akan membela hamba-Nya. Dalam bentuk jamak kata itu ialah “orang-orang saleh”.[14] Kata ebed adalah kata benda yang berarti pelayan, kata ini sering digunakan untuk penyebutan kepada budak atau pelayan. Ebed (pelayan) adalah pribadi yang diperintah yang pasangannya adalah yang memerintah atau tuan. Dalam hal ini, antara yang diperintah dan yang memerintah memiliki pola hubungan sebab akibat yang menunjukkan status dan gambaran hubungan kedua pribadi ini yaitu antara tuan dan pelayan.[15]  Dalam Perjanjian Baru, istilah pelayan Tuhan merujuk kepada para rasul, diaken dan orang-orang percaya. Tugas dari  Pelayan Tuhan ini dapat beragam dilihat dari kapasitas dan tugas yang diembanya. Sebagai nabi maka ia bertugas menjadi corong Allah, bernubuat atau menyampaikan teguran atau pesan Allah, tanpa menambah dan mengurangi.[16] Sebagai Raja, maka ia bertugas sebagai wakil Allah. Raja bertanggung jawab memelihara keadilan (Yes. 11:1-4, Yer. 33:15), bertindak sebagai hakim, memberitakan hukum taurat.[17] Sebagai imam, maka ia bertugas untuk mengatur peribadahan dan persembahan di bait Allah.[18] Ketika istilah pelayan Tuhan disebut, maka yang muncul dalam pemikiran sebagian orang Kristen adalah orang yang terlibat aktif di lingkungan gereja, yaitu orang yang terlibat dalam kegiatan liturgi, diakonia, pastoral dan misi. Pada umumnya yang dimengerti sebagai aktivitas seorang pelayan Tuhan adalah melakukan pekerjaan gerejawi, seperti berkhotbah, memimpin puji-pujian, mengajar sekolah minggu, mengorganisasi kegiatan pemuda remaja, bermain musik dan aktivitas lain yang ada di lingkungan gereja atau yang juga sering disebut sebagai kegiatan rohani.  Pemahaman tentang pelayanan dalam gereja maupun sebuah instansi, senantiasa muncul pemikiran beberapa jabatan pelayan seperti pendeta, penatua, diaken, guru injil yang disebut dengan pelayan-pelayan Allah.[19] Selaku pelayan Allah, seorang pendeta membutuhkan etika yang baik agar bisa mencapai tujuannya yaitu membawa umat hidup dalam kasih dan damai sejahtera Allah. Selaku pelayan Allah pendeta harus berkenan kepada Allah, harus memperlihatkan kehidupan Rohani yang baik.[20]

Seorang hamba atau pelayan adalah tipe pekerja khusus yang memiliki waktu untuk memperdulikan, waktu untuk mengasihi, waktu memberi makan, dan waktu mengumpulkan domba. Menjadi seorang gembala berkaitan dengan mengasihi, memelihara dan menuntun sehingga domba akhirnya menyebut gembala sebagai ayah. Sekarang ini kebanyakan pelayan tidak lagi perduli dengan domba-dombanya terkhusnya pelayan Tuhan yaitu pendeta. Secara umum di kalangan Kristen kata pendeta ini terjemahan dari kata pastor yang berasal dari kata Yunani ποιμήν poimen yang juga diterjemahkan gembala-gembala.[21] Pelayan  atau gembala bertugas untuk memimpin gembalanya. Salah satu peran dan tanggung jawab yang sangat mempengaruhi pertumbuhan gereja adalah pemimpin. Pemimpin dapat mempengaruhi gereja bertumbuh dan sebaliknya dapat juga mempengaruhi gereja tidak bertumbuh. Hal ini dapat dipengaruhi oleh peranan pendeta selaku pemimpin di dalam gereja.[22] Untuk itu pelayanan kehidupan gereja tentu tidak lepas dari keberadaan pelayan sebagai gembala jemaat sekaligus pelayan adalah pemimpin bagi jemaat yang bertugas menggembalakan dan memelihara kawanan domba Allah. Kehidupan pelayanan gereja tentu tidak lepas dari keberadaan pelayan-pelayan sebagai gembala yang melayani dan pemimpin bagi jemaat dan yang bertugas menggembalakan dan memelihara kawanan domba Allah. Panggilan menjadi pelayan mengandung hubungan antara dua pihak, yang memanggil dan dipanggil dan lazimnya yang memanggil itu mempunyai maksud dan tujuan tertentu bagi yang dipanggil. Panggilan Allah kepada seorang adalah sebuah wahyu dari kebaikan dan belas kasihan Allah yang memberikan tekanan akan akan kebenaran Allah. Panggilan itu sungguh serius sehingga ketika melayani dibutuhkan keseriusan dan kesetiaan.[23]

Panggilan itu bukan hanya satu undangan saja, akan tetapi panggilan itu memiliki suatu tuntutan akan pelayanan untuk pertumbuhan rohani umat, dan menunjukkan identitas yang baik sebagai umat Allah.[24] Berhubungan dengan hal panggilan untuk melayani, perlu juga memahami kebaikan dan kesetiaan yang Allah berikan yang ditunjukkan kepada umat-Nya, sehingga hal itu bisa diteladani oleh umat-Nya bahkan pelayan yang disebut sebagai gembala, dalam pemahaman sehari-hari banyak menyatakan bahwa kesetiaan dan kebaikan Allah itu berbeda, tetapi pada dasarnya kedua sifat-Nya itu dapat dihubungkan dengan pengertian bahwa bila Allah tidak setia pada firman-Nya, Ia tidak dapat disebut baik. Paulus sangat terkesan dengan kesetiaan Allah. Ia setia dalam memanggil orang-orang untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Anak-Nya (1 Kor 1:9) atau menjaga mereka agar tidak dicobai melebihi iman mereka (1 Kor 10:13 ) atau menjaga dari serangan-serangan si jahat (2 Tes 3:3). Kesetiaan Allah bahkan dipakai oleh Paulus sebagai jaminan bahwa kata-katanya dapat dipercayai, apakah ya atau tidak (2 Kor 1:18). Allah juga tetap setia sekalipun manusia tidak setia (2 Tim 2:13.) Keyakinan Paulus bahwa Allah dapat dipercayai, begitu teguh seperti batu karang. Dalam Ibrani 10:23, kesetiaan Allah yang tetap menjadi dasar untuk menghimbau para pelayan agar mampu setia dan teguh berpegang pada pengakuan tentang tentang pengharapan mereka. Dalam daftar para pahlawan iman, dikatakan bahwa Sara menganggap Dia yang memberikan janji itu setia ( Ibr 11:11), hal ini memperlihatkan hubungan yang erat antara iman manusia dan kesetiaan Allah. Terdapat keyakinan penuh bahwa Allah dapat dipercayai untuk memenuhi janji-janji Nya, sehingga penjelasan di atas bisa menjadi teladan bagi para pelayan yang menjalani tugas dan panggilan sebagai gembala bagi jemaat.[25]

Ketika Paulus mengalami kekecewaan karena perpecahannya dengan Barnabas dan Markus (Kis. 15:39), Tuhan mempertemukan Timotius dengan rasul itu di Listra (Kis. 16:1-3). Paulus memilihnnya sebagai pembantu yang baru. Ternyata bahwa Timotius menjadi pembantu terdekat dengan Paulus. Ia disebut dalam 6 surat Paulus sebagai ikut mengirim surat-surat itu ( 2 Kor. 1:1; Fil. 1:1; Kol. 1:1; 1 Tes. 1:1; 2 Tes.1:1; Flm: 1). Tidak ada pembantu lain yang begitu sering disebut dalam surat-surat Paulus seperti dia, bahkan ia disebut sebagai satu-satunya orang yang sehati dan sepikir dengan Paulus dan yang tidak mencari kepentingannya sendiri, melainkan kepentingan Kristus (Fil. 2:21, 22). Hubungan antara Timotius dengan Paulus akrab sekali seperti antara anak dengan ayah.[26]

Timotius salah seorang pemuda yang menanggapi panggilan Kristus untuk menolong pembangunan jemaat-Nya. Ia salah seorang pembantu khusus Rasul Paulus. Bersama-sama dengan Titus, Timotius menangani tugas-tugas yang berat dalam jemaat-jemaat yang telah didirikan oleh Paulus. Timotius dibesarkan dalam suatu keluarga yang saleh (2 Tim 1:5) dan dipimpin kepada iman di dalam Kristus oleh Paulus sendiri. Itulah sebabnya Paulus menyebut Timotius “anakku yang sah di dalam iman” (1 Tim 1:2). 

Timotius dilahirkan dalam keluarga campuran; ibunya seorang Yahudi, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Ia sangat mengasihi Kristus sehingga para para pemimpin jemaat setempat merekomendasiakan dia kepada Paulus.  Kemudian Paulus mengajak Timotius untuk “menyertai dia dalam perjalananya”. Paulus juga sering mengingatkan Timotius bahwa ia telah dipilih untuk melayani (1 Tim 1:18; 4:14). Timotius juga sangat setia kepada Tuhan (1 Kor 4:17) dan sangat memperhatikan kepentingan umat Allah (Flp 2:20-22).

Meskipun ia telah dipanggil untuk melayani, berhubungan akrab dengan Paulus, dan juga memiliki karunia-karunia Roh, namun Timotius mudah sekali putus asa. Pada saat terakhirnya bersama-sama dengan Timotius, Paulus mendesak Timotius agar tetap tinggal di Efesus menyelesaikan pelayanannya (1 Tim 1:3). Pada saat itu Timotius mempunyai  masalah tentang kesehatannya (1 Tim. 5:23) dan mengalami saat-saat membuat ia kecewa, karena ada beberapa anggota jemaatnya yang tidak memberikan penghargaan yang sepatutnya kepada gembala siding mereka sebagai Pelayan Allah ( 1 Tim. 4:12; 2 Tim. 2:6-8).  Efesus bukanlah tempat yang paling mudah untuk menggembalakan sebuah jemaat, penduduk kota itu setia menyembah Dewi Diana, dewi pelindung kaum wanita dalam hal naluri seks. Berhala-berhalanya yang menimbulkan nafsu birahi telah mengakibatkan berbagai macam pelanggaran susila di kota itu makin meningkat (Kis 19). Sungguh tidak mudah bagi Timotius untuk meneladani orang seperti Rasul Paulus. [27]

Pada saat Paulus mengirimkan surat pastoralnya, banyak ancaman yang dihadapi jemaat yang dilayani oleh Timotius dari pengajar sesat yang masuk ke dalam lingkungan jemaat itu. Ciri dari para guru sesat itu, mereka mengajarkan “hukum taurat” (1 Tim.1:7) dan berpegang pada hukum sunat (Tit. 1:10). Mereka sering cekcok dan bertengkar tentang hukum taurat (Tit. 3:9) dan apa yang mereka bicarakan itu hanya itu hanya menyesatkan (1 Tim. 1:6). Di samping itu, para guru sesat juga mempraktikkan cara hidup yang asketis (ajaran yang berpantang kenikmatan indera demi mewujudkan maksud-maksud rohani). Mereka tidak mau mengakui pernikahan dan menghindari makanan tertentu (1 Tim. 4:3). Mereka mengklaim bahwa mereka telah mengalami kebangkitan (2 Tim. 2:11), mereka juga memiliki ilmu sihir atau guna-guna. Paulus membandingkan mereka dengan Yanes dan Yamres, yakni orang-orang sihir yang Musa lawan di istana Firaun (2 Tim. 3:8); band. Kel. 7:11, 22) dan mengingatkan Timotius bahwa orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan (2 Tim. 3:13). Mereka juga melepaskan pemberitaan Paulus tentang eskatologi (2 Tim. 2:18). Mereka juga mengklaim bahwa mereka memiliki pengetahuan (gnosis, Tit. 1:16;1 Tim. 6:20). Strategi penyebaraan ajaran mereka adalah menyeludup masuk ke dalam rumah-rumah jemaat dan berusaha meyakinkan para perempuan, terutama para perempuan kaya, tentang ajaran mereka (2 Tim. 3:6-10), karena mereka suka membual dan memamerkan kekayaan mereka (1 Tim. 2:9). Pengajaran sesat itu telah merambat dalam lingkungan jemaat, sehingga ada perempuan-perempuan tertentu yang telah terpengaruh (1 Tim. 5:15).[28]

Ada empat unsur yang Paulus minta dari Timotius untuk menjadi teladan bagi jemaat, yaitu: perkataan, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Menurut Paulus, perkataan dan tingkah laku yang harus dihindari oleh seorang pelayan Tuhan adalah kepalsuan, kemarahan, kepahitan, fitnah, kebencian, kejam, perkataan kasar dan kotor, peminum dan pemarah (Ef 4:25, 26, 29, 31; 5:4; Kor 3:8, 9: 1 Tim 3:3) sedangkan yang harus diusahkan adalah kebenaran, nasihat, kelemahlembutan, pengampunan, kebijaksanaan, sopan, dan mengucapkan syukur kepada Allah (Ef 4: 25, 26,29,31;5:4; Kol 3:12,13,16,17; 1 Tim 3:2,4)[29]. Timotius sebagai generasi penerus dalam pelayan gereja dituntut untuk memiliki kepribadian tersendiri dalam melaksanakan tugasnya yang akan dipercayakan kepadanya. Paulus meminta Timotius untuk menjadi teladan bagi jemaat (1 Tim 4:12). Istilah ini sangat disukai oleh Paulus (Roma 4:5;1 Kor 10:6; Filp 3:17; 2 Tes 3:9; Titus 2:7). Dalam surat inilah Paulus meminta agar keteladanan itu menjadi ciri kepribadian dalam kehidupan jemaat. Permintaan ini mengandung makna bahwa pelayanan jemaat yang Timotius harus lakukan adalah pelayanan keteladanan (bnd 1 Petrus 5:3). Pelayan ini tidak dapat dilakukan dengan kata-kata saja, tetapi dengan sikap dan tindakan menjadi tautan bagi jemaat.[30]  Allah juga telah menyediakan bagi anak-anak-Nya bahkan bagi siapa saja yang mau melayani Tuhan benih-benih kekuatan dan penguasaan diri yang bersifat adikodrati. Yang perlu dilakukan dalam menumbuhkan benih-benih tersebut agar menghasilkan kemenangan Roh Kudus, sehingga dengan ini setiap pelayan mampu setia dalam pelayanannya dan mampu membuktikan iman kepercayaan juga dapat menghidupi iman percayanya, karena orang beriman yang berusaha mencapai kesempurnaan artinya yang berjuang untuk menjadi apa yang Allah harapkan dalam diri umat-Nya khusunya bagi pelayan sebagai gembala harus membatasi diri dalam segala hal apalagi ketika ada pelayan yang terkadang terjebak dalam kehidupan yang hedon ἡεδονισμός (hedonismos)[31] ini termasuk penguasaan tubuh jasmani.[32] Hidup seorang pelayan, kepribadian dan perilaku seorang pelayan tentu saja dapat dipahami seorang pribadi yang khusus, yang berbeda dengan kehidupan orang lain, bahkan seseorang memiliki extra-ordinary. Sebab ia adalah seorang yang dipanggil, yang dipilih dan pelayan itu ada yang ditahbiskan lalu diutus menjadi menjadi sebagai gembala, seorang pelayan umat.[33] Tetapi yang terjadi sekarang ini banyak persoalan yang telah terjadi dalam jemaat yang dipengaruhi oleh kemajuan zaman yang semakin canggih. Persoalan-persoalan dan pergumulan jemaat banyak terjadi misalnya soal kemiskinan, ketidakadilan, penggangguran dan kejahatan apalagi pandemi covid-19 yang menimbulkan keresahan bagi banyak umat, menimbulkan penderitaan untuk semua kalangan, ditambah dengan persoalan dalam keluarga, bahkan persoalan hidup itu dapat membuat jemaat mempercayai kekuatan duniawi (2 Tim 4:3), sehingga dalam hal ini dibutuhkan pelayan atau gembala harus mampu melihat dan memberikan penguatan, karena penderitaan jemaat itu juga merupakan penderitaan, pergumulan buat pelayan juga, dan menunjukan kesetiaan dari setiap pelayan untuk melayani jemaat Tuhan.[34] Pelayan sebagai gembala jemaat mencari jalan untuk melayani orang lain, bukan supaya ia dilayani orang lain. Tetapi hal ini sepertinya sudah tidak normal lagi dalam kehidupan berjemaat, karena orang cenderung ingin mencari keuntungan bagi dirinya. Tantangan untuk mengembangkan dan memelihara kehidupan, menjadi berkat, mampu menjadi garam dan terang dunia ini menjadi tugas berat bagi orang percaya. Tugas ini diperberat dengan tantangan yang muncul dari dalam maupun dari luar kekristenan. Munculnya gerakan dari organisasi fundamentalis yang mengatas namakan agama tertentu menjadi tantangan baru.[35]  Kebanyakan juga pada masa sekarang para pelayan hanya fokus pada program-program yang akan dicapai tanpa memikirkan apa kebutuhan jemaat dan tidak memahami arti dan makna panggilan untuk melayani jemaat Tuhan, para pelayan juga masih kurang terkait pada pribadi dari setiap jemaat (persoalan hidup jemaat). Sebaliknya Allah sediri yang digambarkan-Nya sebagai Gembala yang penuh perhatian (Luk. 15:14-17). Demikian Yesus yang penuh perhatian dan kemurahan hati terhadap domba-domba yang hilang (Mat. 10:6), domba-domba tidak bergembala (Mat. 9:36; Mrk. 6:34).[36] Namun kenyataan yang terjadi di kalangan jemaat justru pelayan banyak yang tidak menjalankan tugas dan pelayanannya sesuai sesuai dengan teladan yang diberikan Yesus. Di sisi lain sekarang ini terlihat bahwa hakikat pelayan sebagai gembala jemaat berubah menjadi seorang pelayan yang sibuk di dalam administrasi gereja dan fokus kepada kehidupan pribadi seperti memperkaya kehidupanya sendiri. Maka dari itu pendeta sebagai pelayan jemaat harus mampu melihat dan mampu memimpin jemaat, sebab penderitaan yang dialami oleh jemaat juga merupakan penderitaan pendeta juga. Karena bagi jemaat bahwa pendeta adalah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pemimpin dan sekaligus sebagai gembala jemaat. Maka pendeta tidak hanya fokus dengan mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pendeta lain untuk mengembangkan dan melaksanakan program gereja serta menyetujui anggaran belanja maka kurang terlibat dalam kehidupan jemaat.[37] Bukan rahasia bahwa pendeta pun bisa bermasalah dan menjadi sumber masalah. Selalu ada beberapa pendeta yang menghadapi berbagai masalah, beban dan tantangan menjalankan tugasnya yang tidak bisa diatasi sendiri. Selain itu ada juga beberapa pendeta yang melakukan kejahatan atau tidak mampu jadi panutan bagi jemaat.[38] Para pelayan Tuhan harusnya bersedia ditempatkan dan melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah di mana pun dan tidak membrontak kepada siapa saja yang telah memberikan tugas tersebut, sama seperti Yusuf yang dibuang ke Mesir oleh saudaranya dan mengalami penderitaan. Namun dalam penderitaanya itu Roh Allah bekerja dan memampukan ia untuk tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Peran Pendeta sebagai nabi, imam dan raja harus melihat bahwa jabatan itu bukanlah persoalan kedudukan yang harus diperebutkan namun jabatan itu harus dilihat sebagai pemberian Tuhan untuk melayani dunia dan manusia.[39] Karena jika seorang pelayan tidak setia dalam tugas panggilan sebagai gembala, akan ada waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan telinganya, dan akan ada saatnya jemaat tidak lagi percaya kepada para pelayan Tuhan masa kini karena kebanyakan pelayan tidak menjalankan tugas dan panggilannya, yang menimbulkan pemahaman mengapa pelayan Tuhan tidak sesuai dengan tugas dan panggilannya apalagi tidak setia dengan pelayanan yang dihidupinya, sekalipun kehidupan para pelayan dalam menjalakan pelayanannya mengalami banyak penderitaan setiap pelayan itu harus tetap setia apalagi ada pelayan yang tidak mau berbaur dengan jemaat Tuhan karena ditempatkan di daerah yang keadaan ekonomi masih di bawah rata-rata. Akibatnya pelayan tidak setia dengan kehidupan pelayananya dan selalu bersungut-sungut. Betapa banyak cara hidup pendeta sebagai gembala atau sebagai pelayan yang menyebabkan kehancuran karena kesenjangan antara ajaran dan perilaku maupun para pemimpin yang berseru kepada orang lain supaya hidup menurut standard Allah, namun terkadang pemimipin itu sendiri munafik.[40] Keterangan di atas memperlihatkan adanya ketidakcocokan makna panggilan dan kesetiaan tugas seorang pelayan. Semua itu adalah masalah-masalah yang harus ditangani dan digumuli karena dalam diri seorang pelayan yang tidak baik dan tidak bertanggung jawab adalah suatu tantangan berat untuk memajukan gereja dan menambah semangat jemaat dalam menjalankan keinginan Tuhan yang akan datang. Dengan melihat segala persoalan-persoalan yang telah penulis cantumkan di atas, penulis ingin membahas dan membantu memberikan pemahaman bagi pelayan Tuhan masa kini bagaimana seharusnya pelayan itu setia dalam pelayanannya. Untuk itu penulis ingin mengangkat judul “Kesetiaan Pelayan” dengan sub judul Suatu Tinjauan Eksegese Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 dan Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS.

1.2.         Identifikasi Masalah

1.      Kurangnya pemahaman pelayan Tuhan tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan

2.      Kurangnya pemahaman pelayan tentang kesetiaan

3.      Adanya pelayan yang tidak setia dalam pelayananya bahkan meninggalkan pelayanannya.

4.      Adanya pelayan yang tidak siap untuk menderita dalam menjalankan pelayanan

5.      Adanya pelayan yang tidak memelihara imannya sebagai pelayan Tuhan

6.      Adanya pelayan Tuhan yang hanya menunaikan Tugas pelayanan tanpa menghidupi tugas pelayanannya

7.      Adanya pelayan yang jatuh dalam kehidupan “Hedonisme

1.3.         Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah yang ada mengingat pembahasan yang cukup luas. Oleh karena itu penulis membuat pembatasan masalah sebagai fokus pembahasan agar dapat mencapai sasaran yang lebih efektif dan efesien. Dalam penulisan ini, penulis membatasi masalah hanya pada Kesetiaan Pelayan Tuhan yaitu Pendeta Gereja Kristen Protestan Simalungun menurut 2 Timotius 4:1-8 dengan menggunakan analisa Eksegese Historis Kritis dan Refleksinya bagi pelayan Tuhan yaitu Pendeta di GKPS

1.4.         Rumusan Masalah

1.        Apakah arti dan makna Kesetiaan Pelayan secara umum, dan Alkitabiah?

2.        Apakah kaitan kitab 2 Timotius dengan Kesetiaan Pelayan?

3.        Bagaimana eksegese historis 2 Timotius 4:1-8 tentang kesetiaan pelayan?

4.        Apa faktor penyebab pelayan Tuhan tidak mampu untuk setia dalam pelayanannya?

5.        Bagaimana seharusnya sikap pelayan Tuhan dalam menyikapi tugas panggilan yang diterima dan mampu untuk setia?

1.5. Tujuan Penulisan

1.        Untuk mengetahui arti dan makna kesetiaan pelayan secara umum, menurut dunia Yunani Romawi, Yahudi  dan Alkitabiah

2.        Untuk mengetahui kaitan 2 Timotius dengan kesetiaan pelayan.

3.        Untuk mengetahui bagaimana eksegese historis kritis 2 Timotius 4:1-8 tentang kesetiaan pelayan.

4.        Untuk mengetahui penyebab pelayan Tuhan tidak mampu untuk setia dalam pelayananya.

5.        Untuk mengetahui apakah refleksi dari nats yang ditafsir bagi kesetiaan pelayan Tuhan di GKPS.

1.5.         Manfaat Penulisan

1.        Menambah wawasan dan memperdalam pemahaman penulis tentang kesetiaan pelayan.

2.        Sebagai sumbangsih pemikiran bagi para pembaca untuk mengerti bagaimana seharusnya kesetiaan pelayan yang dimaksud dalam 1 Timotius 4:1-8.

3.        Pelayan Tuhan semakin memahami situasi dan kondisinya nanti ketika telah memenuhi panggilan sebagai pelayan yang tetap setia dalam pelayanannya.

4.        Memotivasi pelayan Tuhan mengimani dan menjalankan tugas panggilanya dengan baik.

1.6.         Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang dipakai oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan kepustakaan (Library Research). Penulis memanfaatkan naskah-naskah dan terjemahan Alkitab dalam berbagai versi dan sumber lain yang berhubungan denga judul proposal ini seperti buku-buku, artikel-artikel atau dokumen.

1.7.         Sistematika Penulisan

Adapun yang menjadi sistematiak penulisan yang dibuat penulis yakni:

Bab I : Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Pengertian Kesetiaan Pelayan, dalam dunia Yunani Romawi, Yahudi dan Alkitabiah

Bab III: Pengantar Kitab 2 Timotius Tinjauan Eksegese Historis Kritis Terhadap 2 Timotius 4:1-8

Bab IV: Refleksi Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timoteus 4:1-8 bagi Pelayan Masa Kini

Bab V: Kesimpulan dan Saran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PENGERTIAN TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN SERTA SIKAP DAN KARAKTER DARI SEORANG PELAYAN TUHAN

2.1          Pengertian Kesetiaan

2.1.1.               Secara Umum

Kesetiaan yang dipahami secara umum  itu ialah ketika dalam kondisi kehidupan yang tidak mencari keuntungan yang nyata dari setiap hubungan yang dibangun, melainkan dari kehendak baik tertentu dari sumber pemberian diri, dukungan dan persahabatan dengan seseorang, apa pun yang terjadi dan bahkan jika hal itu merugikan. Kapasitas untuk bertahan lama, dan bahkan pada saat-saat yang sulit dan tidak menyenangkan, merupakan kandungan esensial kebaikan.[41]

Dalam Kamus Bahasa Indonesia juga loyalitas didefinisikan sebagai kesetiaan atau kepatuhan.[42] Kesetiaan, kata ini membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila dinyanyikan tetapi tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam kenyataan hidup. Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan salah satu unsur (dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan.

2.1.2.  Dunia Yunani Romawi

Kata benda iman merupakan terjemahan yang sangat konsisten dari bahasa Yunani πιστις (pistis) dan kata kerja “percaya” yang diterjemahkan dari πιστευειν (pisteuein) selain itu dalam bahasa Jerman “glaube dan glauben. Dalam bahasa Roma, menggunakan kata benda dan kata kerja  menggunakan akar kata yang berbeda, yaitu iman dan keyakinan. Akar kata πιστις (pistis), berasal dari bahasa Yunani yang memiliki berbagai makna yang sesuai dengan keyakinan, kepercayaan diri, kepercayaan, iman/kesetiaan. Dalam bahasa hukum, πιστις (pistis) diartikan “dapat dipercaya” dalam arti umum, sedangkan dalam arti khusus artinya ialah “jaminan”, sesuatu yang dapat diyakini dari seseorang, terutama dalam kepandaian berbicara. Kata ini dapat digunakan mengacu pada hal-hal yang ilahi, tetapi sesekali dapat juga digunakan untuk Tuhan. Dalam hal ini juga kepercayaan yang dimaksud adalah mengandung pilosofi yang mistik, gnostisisme. Kemudian kepercayaan ini tidak dikembangkan sampai pada zaman Helenisme.[43] Dalam konsep hukum Latin bona fide yang artinya itikad baik, dapat juga ditelusuri dalam bahasa Yunani καλε πιστει kale pistei yang memiliki arti yaitu itikad baik. Dengan demikian seseorang dapat menunjukan kedekatan sistematis dan etimologis dari fides dan pistis ; namun kedua kata tersebut tidak sepenuhnya memiliki kesamaan karena adanya perbedaan terjemahan yang membandingkan pistis dan fides (dapat dipercaya dan iman, antara bahasa Yunani dan Romawi. Dalam dunia Romawi, kata pistis dalam Perjanjian Baru diartikan dapat dipercaya seturut apa yang tertulis dalam surat Ibrani.  Akan tetapi dalam tradisi hukum ilmu bahasa, kata pistis ini diartikan dengan kesetiaan.[44]  Dengan kata lain kesetiaan dalam dunia Romawi Yunani identik dengan iman. Dalam bahasa Latin dan Yunani pistis berarti memiliki itikad baik dan iman yang baik untuk menunjukkan kesetiaan dari seseorang kesetiaan yang dimaksud di sini ialah kesetiaan yang mengacu pada sistem hukum yang ada pada zaman Yunani Romawi.

2.1.3. Dalam Dunia Yahudi

Septuaginta menerjemahkan dengan konsistensi yang tidak bisa dari akar kata-kata Ibrani dengan kata-kata Yunani dengan akar kata πιστις pistis sementara sebaliknya di seluruh septuaginta kata-kata Yunani dapat berhubungan dengan berbagai kata Ibrani, yang paling jelas dari semuanya adalah fakta bahwa kata אמן (aman) yang berarti setia.  πιστευειν (pisteuein)    menerjemahkan secara eksklusif dengan pengecualian tunggal dari ( Yer. 25: 8), kata kerja Ibrani אמן (aman) dalam konjungsi hipil dan niphal. πιστις pistis  hanya menerjemahkan kata benda yang dibentuk dari אמן (aman)  yang diartikan sebagai kepercayaan.[45]

Ada beberapa juga pendapat mengenai kesetiaan dalam dunia Yahudi, yaitu ada yang mengatakan bahwa πιστις pistis ini dipahami seperti apa yang dibahas dalam Perjanjian Lama, yang menjadi perbedaannya ialah bahwa πιστις pistis dimaksud di sini menekankan ketaatan terhadap hukum, seperti yang tertulis dalam bab-bab surat kebijaksanaan Salomo dan ayat-ayat dari kitab Yahudi (Sibyllists) dan konfirmasi monoteisme serta keyakinan bahwa bahwa Israel adalah umat yang dijanjikan oleh Allah, yang dibedakan oleh pemilihan secara ilahi dari semua bangsa yang lain.  Kemudian ada pemahaman bahwa sikap murah hati yang mengungkapkan kesetiaan dari 12 leluhur suku bangsa Israel ( Kitab Yobel dan 4 Ezra), ajaran khusus akan berkembang jika tidak benar-benar diperkenalkan, yang menyangkut tentang kehidupan setelah kematian. Dalam Makabe 15:1-17:2 ada dikutip bahwa yang terbaik dari yang biasa, tentang kemartiran dua putra Eleasar di tangan penyiksa Antiokhus, dan ketabahan yang mendorong mereka untuk bertahan.  Dalam gulungan laut mati mengungkapkan tentang persahabatan Qumran , memiliki konsep kebenaran Tuhan yang mendalam diri mereka sendiri sebagai anak-anak atau pewarisnya. Apakah ini hanya pemujaan akhir orang Yahudi terhadap taurat atau apakah ini memiliki makna wahyu yang lebih mistk.[46]

Dapat disimpulkan bahwa kesetiaan menurut dunia Yahudi dipahami melalui kesetiaan dari beberapa contoh yang tertulis dalam kitab Makabe, melalui persabatan Qumran dan pemahaman yang mengungkapkan bahwa kesetiaan yang dimaksud oleh orang Yahudi ialah ketaatan terhadap hukum.

2.1.4. Menurut Perjanjian Lama

Dalam bahasa Ibrani, kata setia disebut dengan אמן (aman) yang berarti setia, taat (faithful), percaya (believe), menaruh kepercayaan dalam (put trust in).[47] Kata ini dalam bentuk Qal berarti to confirm atau support (menguatkan, menegaskan, meneguhkan).[48]  Kata ini terjadi hanya dalam bentuk aktif participle yang dipakai untuk menunjuk kepada suatu pekerjaan; misalnya: seorang bidan atau perawat dalam melaksanakan tugasnya untuk memelihara seorang bayi (bnd. Bil.11:12; Yes. 49:23).[49]

Pemakaian kata ini dalam bentuk niphal נאמן (ne’eman) berarti to be established, faithful yaitu itu menyatakan suatu ketetapan dari dukungan yang telah ada (Yes. 60:4) dan menggambarkan suatu tembok yang kokoh dalam arti tetap bertahan selamanya (Yes. 22:23, 25).[50] Kata ne’eman bila dihubungkan dengan kata benda, diterjemahkan menjadi abadi, kekal (ever lasting) dan bersifat terus menerus (contiunual); mis, Ul. 28:59; Yes. 33:16; Yer. 15:18. Dan kata ne’eman ini bila digunakan bagi seseorang, diterjemahkan dapat dipercaya (reliable); mis, Ul. 7:9; Ams. 25:13; Yes. 8:2; 49:7; Yer. 42:5; Neh. 13:3. Kata ini 45 kali dipakai dalam PL. Dalam bentuk hiphil האמיו (he’emin) berarti to be certain, to believe in, trust (menjadi percaya), have faith (memiliki iman percaya), believe  (percaya); mis, Kej. 15:6; Kel. 14:31; 19:9; Bil. 14:11; 20:12; Ul. 1:32; 28:66; 1Sam. 27:12; 2Raj. 17:14; Yer. 12:16.[51]

Kata he’emin ini berhubungan dengan totalitas dari manifestasi hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Kata he’emin menggambarkan suatu tindakan yang dilakukan di mana pada awalnya tidak percaya tetapi kemudian menjadi percaya, terjadi perubahan dalam hidup di mana dulunya negatif (tidak atau belum percaya) sekarang menjadi positif (percaya). Kata ini 51 kali dikutip dalam PL. Dari kata aman yang berarti ‘memegang teguh’. Kata ini dapat muncul dalam bentuk yang bermacam-macam; mis, dalam arti ‘memegang teguh kepada janji seseorang, karena janji itu dianggap teguh atau kuat sehingga dapat diamini, dipercaya. Apabila diterapkan kepada Allah maka dapat dikatakan bahwa seseorang atau manusia harus percaya kepada Allah, karena Allah itu teguh, kuat. Dari kata aman juga diperoleh kata אמת (‘emet) yang berarti kebenaran (truth).

Kata ini mungkin diperoleh dari kata ‘amint dan kata ini terdapat 127 kali dalam PL. Albright mengartikan kata ini dengan: (1) reliability (dapat dipercaya); (2) durability, permanence (dapat tahan lama, bersifat abadi); (3) faithfulness (kesetiaan, ketaatan); (4) truth (kebenaran).[52] PL sering memakai kata emeth ini untuk menunjukkan kesetiaan Allah, “Allah senantiasa setia bagi umat-Nya selamanya” (Mzm. 146:6). Kata emeth ini sering diterjemahkan denganתסד (hesed);kasih dan kesetiaan berjalan di depan-Mu (Kel. 34:6; Mzm. 89:15). Karena Allah  setia terhadap janji-janji yang diberikan kepada Abraham, Ishak, Yakub, Musa, dan kepada umat Israel sehingga umat Israel dapat sampai dan menduduki tanah Kanaan di dalam kitab Yos. 24:14-24 kata setia yang dipakai adalah emeth (faithfulness). Selain kata emeth dari kata aman juga diperoleh kata אמונה (‘emunah). Kata ‘emunah ini diterjemahkan menjadi firmness (ketetapan, keteguhan, ketegasan), dependability (dapat dipercayai, dapat diandalkan), steadiness (keteguhan hati, ketetapan), faithfulness (kesetiaan, ketaatan), honesty (ketulusan, kejujuran); mis, Mazmur 37:3; 119:30; 1Samuel 26:23; kata ini 49 kali dalam PL.[53]

Kata ‘emunah menunjukkan suatu sifat yang terus menerus, teguh, tabah, tetap seperti yang sebelumnya. Kata ‘emunah ini dalam PL digunakan sebagai sebutan untuk Allah atau sifat-sifat Allah, untuk menyatakan atau mengungkapkan ketulusan atau kejujuran-Nya secara total dari watak atau sifat, karakter Allah atau janji-nya (Ul. 32:4). Kemudian juga ada kataאמן ’amen yang dalam bahasa Yunani diterjemahkan amen dan kata ini juga menjadi bagian dari gereja Kristen. Kata amen ini tidak terlalu sering dipakai dalam PL hanya 24 kali (mis. Ul. 27:15-26; Bil. 5:22; Neh. 5:13) yang berarti it stands firm and is valid, merupakan respon dari apa yang dikatakan oleh seseorang.

Dari pengertiaan kesetiaan menurut Perjanjian Lama, dapat disimpulkan bahwa kesetiaan berhubungan erat dengan kepercayaan dan keyakinan kepada Allah di dalam ketetapan dan keteguhan dengan segenap hati. Kesetiaan itu tidak dapat terlepas dari iman dan kepercayaan. Kata kesetiaan menyatakan sikap kita terhadap Tuhan. Percaya adalah hubungan pribadi antara kita dengan Tuhan. Hidup dalam kesetiaan berarti hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, dengan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Dia.[54]

2.1.5. Menurut Perjanjian Baru

Dalam kitab Perjanjian Baru menyatakan kata setia digunakan dengan kata πιστος (pistos) dan πιστευειν (pisteuein. Dalam Injil Sinoptik hal ini dapat dilihat dipakai berulang kali dan pemakaian secara teliti sekali, dapat dilihat dalam kitab Markus. Kata setia dalam Injil Markus mengkhususkan serta tertuju kepada Allah. (Mrk. 11:22; 9:23, 24). Di sini diterangkan bagaimana peranan kata setia tersebut dalam hubungan dengan Krsitus dengan kuasa Allah. Kata ini dihubungkan dengan arti kata percaya believe kepada Allah.[55] Bersamaan arti dengan kata di atas, dapat dilihat juga kata πιστευω (pisteuo) yang mempunyai arti: percaya atau bergantung. Sedangkan kata πιστις (pistis) berarti kepercayaan atau keimanan, “mengungkapkan hubungan kesetiaan dari pihak-pihak yang menyetujui bersama, saling mempercayai janji-janji mereka.[56]

Kedua kata ini πιστευω dan πιστις sama-sama menekankan kepercayaan secara agamani pada masa dahulu yang sering digunakan dan diikuti atau pengertiannya tidak berubah terhadap obyek iman. Sedangkan kata πιστος mempunyai dua pengertian yang sama: keimanan, yang ditemukan di dalam pelayanan kepada Tuhan yang tertulis pada 1Korintus. 4:2; 17:14 atau dipakai saat orang hendak bersaksi melalui imanya (Why. 2:13). Sementara kata πιστοώ pistoo dipakai dalam bentuk aoris pasif (2 Tim. 3:14).[57]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesetiaan dalam PB tidak dapat dilepaskan dari iman dan percaya dan bahkan saling mendukung antara satu dengan yang lainya. Dalam kitab Wahyu dikatakan bahwa “Kristus adalah saksi yang setia” (Why. 1:4; 3:4); Ia disebut ‘yang setia dan yang benar (Why. 19:10); Firman-Nya tetap dan benar (Why. 21:5; 22:6).

2.2. Pengertian Pelayan Tuhan

2.2.1         Secara Umum

Pelayan atau Hamba sering juga diartikan sebagai orang yang bekerja bagi orang lain, dan hamba pada umumnya diidentifikasikan dengan budak. Budak yang memiliki tuan memanggil tuan kepada majikannya. Alkitab tidak menyatakan secara jelas yang mana budak belian dan yang mana budak yang menerima gaji (Im 25:39-42). Pelayan Tuhan dipakai secara kiasan untuk orang yang di bawah kuasa orang lain (Ams 11:29). Dalam Yesaya 42-53, istilah hamba atau pelayan dipakai secara istimewa dalam beberapa syair nubuatan dan banyak orang mengira bahwa hamba itu adalah Mesias. Hamba dapat juga dikatakan sebagai kalimat ganti untuk diri sendiri atau orang lain bila sedang berbicara di hadapan orang yang disegani seperti raja atau perdana menteri (Kej. 44:24; 27, 30; 2 Sam.16:6).[58]

Menurut Kamus Teologi, Inggris-Indonesia, budak itu disebut “bond servant” yang mempunyai artian bahwa seseorang itu berada dalam suatu jerat, belenggu, perikatan dan pertalian.[59]Dalam KBBI, pelayan ialah orang yang melayani, pembantu; pesuruh.[60] Dalam bahasa Inggris adalah servant yang artinya pelayan, babu, abdi atau pegawai pemerintahan. Dari pemamparan di atas maka jelaslah bahwa pelayan itu adalah hamba atau budak yang harus bekerja atau mengabdi kepada tunanya.[61] Istilah Pelayan Tuhan (Servant of God), disebut juga pelayan Tuhan atau Hamba Allah, adalah gelar yang diberikan kepada seorang individu dalam berbagai agama: dan secara umum adalah yang diyakini memiliki kesalehan dalam imanya.[62]Jadi Pelayan Tuhan adalah seorang abdi atau budak yang melayani Tuhan sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan kata lain, Pelayan Tuhan itu adalah hamb yang seluruh hidupnya berasal dari Tuhan dan bekerja untuk Tuhan.

2.2.2  Menurut Yunani Romawi

Kata pelayan berasal dari kata douloV (doulos) yang kerap diterjemahkan sebagai seorang hamba. Di dalam budaya Yunani-Romawi, pelayan ini dilihat sebagai pekerja budak atau pekerja orang rendah.[63] Orang Romawi-Yunani menganggap bahwa pelayan adalah seorang yang tidak punya arti dan tidak penting. Bagi dunia Yunani, status diri sebagai pelayan atau budak adalah suatu kehinaan yang begitu rupa. Pada masa pemerintahan Republik Romawi, jumlah para budak meningkat, seorang budak dapat menjadi masyarakat bebas apabila telah membayar sejumlah harta dan harga yang ditetapkan untuk dirinya. Para budak mendapat perlakuan yang kurang manusiawi dan ditindas dengan sewenang-wenang.[64]

Dalam dunia Yunani dan di dalam dunia Helenistik kata ini memiliki kelompok, karena bagi orang-orang Yunani memiliki pandangan penilaian kebebasan personal itu sangat tinggi, jadi kelompok ini adalah kelompok yang direndahkan dan sangat dihinakan. Dalam pemikiran Yunani juga bahwa illah itu tidak disebut dengan Tuhan “ilah atau dewa”, dan kata ini tidak dipergunakan di dalam pemikiran orang Yahudi dengan orang Yunani di dalam pemikiran orang Yahudi bahwa Allah itu adalah Tuhan.[65]

Jadi seorang budak atau pelayan harus bergantung pada tuanya di dunia Yunani-Romawi. Dia bekerja hanya untuk tuanya dan menyenangkan hati tuannya. Terkait dengan Pelayan Tuhan adalah seorang hamba yang memiliki status kepunyaan Tuhan. Oleh karena itu, pelayan harus bekerja untuk Tuhan dan hidupnya bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.

2.2.3  Menurut Yahudi

Hamba dalam bahasa Ibrani yaitu עֶבֶד(ebed) yang artinya budak, hamba atau pelayan, seorang yang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain.[66]  Dari kata ini juga ada kata abodah yang berarti, melayani, bekerja, menghambakan diri. Dalam rangka mengungkapkan rasa takut, penuh rasa hormat, kekaguman dan ketakjuban. Dalam hidup Yahudi kata ini dipakai untuk menunjukkan kerendahan diri seseorang dihadapan Allah-nya. Pemakaian demikian menyatakan kerendahan kedudukannya, juga menyatakan tuntutan ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota umat yang dipilih-Nya dan kepercayaan yang sesuai dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah yang membela hamba-Nya.[67] Hamba atau pelayan dalam Yahudi adalah subjek dari peraturan pembebasan budak pada tahun sabat, juga subjek dari kewajiban menebus saudara sebangsa yang dibebankan kepada persekutuan Yahudi di manapun berada, supaya menebus teman sebangsanya yang terjual kepada non-Yahudi.[68]

Jadi pelayan adalah seorang yang bekerja atau dipekerjakan oleh tuannya dan melayani tuannya. Sehingga dari kata ini muncul kata abodah yang memiliki arti yaitu berbakti kepada orang yang memiliki hidupnya. Hamba itu secara keseluruhan hidupnya memiliki tuannya dan budak itu juga harus bekerja untuk tuannya. Sehingga pelayan yang melakukan pekerjaan di sini adalah bentuk pengabdiannya kepada tuannya, itu adalah kepunyaan Tuhan dengan segenap hati dan pikirannya serta dengan segenap hidupnya. Segala sesuatu yang dilakukan pelayan bergantung pada Tuhan dan adapun yang dilakukan kehendak Allah lah yang boleh dilakukan oleh pelayan atau hamba tersebut dan pertanggungjawabannya akan diberikan kepada Tuhan yang memanggil dan memilihnya.

2.2.4 Menurut Perjanjian Lama

Secara garis besar dalam kitab Perjanjian Lama kata pelayan merupakan sebutan untuk seseorang yang benar-benar memiliki posisi untuk menjadi seorang pelayan yang rendah hati di hadapan Allah. Dalam bahasa Ibrani kata pelayan disebut denganעבד (ebed) merupakan kata kerja yang berarti melayani, rendah diri dan menderita.[69] Kata עֶבֶדebed digunakan sebanyak 800 kali. Kata עֶבֶדebed berarti pelayan, budak kata kerjanya adalah “bd” (bentuk qal, niphal, pual, hipil dan hophal), di dalam bahasa Ibrani.[70] Dalam sejarah Israel kuno kata עֶבֶדebed bukan hanya sebagai seorang budak suruhan tetapi juga sebagai pekerja, di mana mereka digolongkan juga sebagai pelayan. Kata עֶבֶדebed dapat dipakai dalam konteks masyarakat, orang asing berkerja kepada tuannya dan beberapa area atau konteks lainnya.[71]

Dalam Perjanjian Lama, pelayan atau hamba itu berasal dari kata עֶבֶדebed yaitu kata benda yang berarti hamba. Kata ini sering digunakan untuk penyebutan kepada budak atau pelayan. Dalam bahasa Ibrani, kata ini juga menunjukkan kata kerja yang artinya menjadi pelayanan, melayani dan untuk bekerja. עֶבֶדebed adalah pribadi yang diperintah yang pasangannya adalah memerintah atau tuan. Dalam hal ini, antara yang diperintah dan memerintah memiliki pola hubungan sebab akibat yang menunjukkan status dan gambaran kedua pribadi ini yaitu antara tuan dan pelayan. Dalam PL, jarang sekali menggunakan kata עֶבֶדebed kecuali dalam referensi untuk perseorangan. עֶבֶדebed  diberikan status yaitu, orang jaminan, ditempatkan di bawah subjek, budak, dan pelayan.[72]

Kata עֶבֶדebed  yang berarti budak, pelayan, hamba. Adapun tugas dari pelayan yaitu bekerja untuk orang lain dan melakukan segala kehendak tuannya.[73] Manusia sebagai gambar dan rupa Allah adalah pelayan, di mana seorang pelayan menjadi hamba kepada TUHAN Allah dengan sukacita dan gembira hati harus melayani dalam setiap pekerjaannya dalam mengelola bumi.[74] Seorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain. Dalam keagamaan orang Israel kata itu dipakai untuk menunjukkan kerendahan hati di hadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12). Dalam bentuk jamak arti kata itu adalah “orang-orang saleh” (Maz. 135:14). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (Yes 41:8) dalam ayat ini gelar itu diberikan Allah kepada umat-Nya. Gelar ini dapat dipakai juga untuk hamba-hamba Tuhan tertentu yang ternama secaraa khas misalnya Bapa-bapa leluhur, Musa, raja-raja terutama Daud, nabi-nabi dan juga Ayub.[75]

Dalam pemakaian umum di Perjanjian Lama kata עֶבֶדebed diletakkan pada bawahan politik, pelayan raja dan hamba-hamba dalam kuil-kuil kafir. Asal para budak ini bis beragam, ada yang karena ditawan, dibeli, lahir dirumah tuannya, sebagai ganti rugi karena tidak mampu membayar utang, karena kemauan sendiri dan karena penculikan Dalam hidup keagamaan Israel, kata itu digunakan untuk menunjukkan kerendahan diri seseorang dihadapan Allahnya. (Kel 4:10, Mzr 119:17; 143:12). Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan tuntunan Ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya, dan kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang membela hambaNya. Dalam hidup keagamaan bangsa Israel, istilah hamba atau seorang hamba menunjukkan kerendahan hati seseorang di hadapan Allnya. Seorang hamba mengaku sebagai murid yang bergantung pada tuhan-Nya. Hamba atau budak, juga tidak terlepas dari Zerubabel adalah Hamba YAHWEH. Yahweh menamai Zerubabel dengan istilah abdi hamba-ku. Dari Kitab Raja-raja kita bisa mengetahui bahwa hamba raja adalah gelar menteri perdana/pertama yang menerbitkan keputusan-keputusan raja. Jadi ia adalah satu-satunya orang kepercayaan raja dan sebagai hamba raja (dalam bidang politik), sekaligus merangkap yang diberi kuasa. Dari arti inilah mialnya Yeremia 27:6, menyebut raja Nebukadnezar sebagai pemenang kuasa Allah, seperti juga Yehezkiel menyebut keturunan Daud ( 34:23 )dan Deuteroyesaya menyebut hamba Allah terhadap Darius dari Persia (Yes 45:1). [76]

2.2.5 Menurut Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru istilah ini diterjemahkan dengan kata douloV (doulos) yang juga merupakan kata benda umum nominative maskulin tunggal yang juga berarti seorang budak a slave. Namun dalam pemakaian kata douloV (doulos) dalam PB yang dekat dengan istilah pelayan ialah douloV yang diterjemahkan dengan arti “pelayan” yaitu seorang yang tidak bebas. Pelayan bekerja sebagai hamba yang melayani raja atau seseorang yang bekerja untuk keperluan orang lain. Pelayan wajib melakukan apa yang diperintahkan oleh tuannya.[77] Istilah lain yang mendekati dalam bahasa Yunani adalah ton ergaton (των εργατων) yang diterjemahkan dengan arti pekerja-pekerja yang diambil dari kata kerja εργα yang berarti pekerja, yaitu seorang pekerja yang bekerja mendapatkan upah.[78] Dalam PB, kata pelayan disebut dengan istilah παιV θεου (pais theou) artinya anak, budak Allah. Dalam PB gelar παιV θεου (pais theou) selalu ditunjukkan kepada Kristus yang selalu taat melalui penderitaan dan kematian-Nya. Namum melihat arti dan makna ini, manusia adalah pelayan Allah. Seluruh umat Allah yang percaya dan mengimani karya keselamatan dalam Yesus dianggap sebagai pelayan Tuhan. Budak atau hamba dapat juga dipahami sebagai manusia yang dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia lain. Tidak ada sebutan yang lebih rendah untuk menggambarkan seorang manusia terhadap sesamanya selain kata pelayan atau budak. Dengan menyatakan diri sebagai budak, eksistensinya merupakan sebagai manusia yang menduduki hirarki titik rendah. Konsep dunia tentang pelayan adalah golongan manusia yang dapat diperlukan sesuai kehendak juragannya. Dalam pandangan tuannya hamba atau pelayan tidak mempunyai harga diri selain harga jual sesuai dengan kemampuan fisiknya. Keberadaannya sebagai manusia ditindas dengan kemampuan fisiknya. Keberadaan sebagai manusia ditindas dengan kejam. Pengabdiannya, totalitas nyaris terbatas sementara kesejahteraannya sangat tergantung pada kemurahan dan belas kasihan tuannya.[79]

Dalam Perjanjian Baru, ada beberapa yang digambarkan sebagai pelayan atau hamba, yaitu:

a. Rasul

Dalam bahasa Yunani, rasul diterjemahkan dengan kata αποστολος apostolos yang mempunyai arti “orang yang diutus atau utusan, duta, wakil, pesuruh, kurir”. Sebagai orang yang diutus maka tugas rasul adalah memberi kesaksian tentang Kristus.[80] Rasul sebagai utusan dan pengajar dapat dikaitkan dengan ide rabinis syaliakh, “dia yang diutus”. Hal ini membawa pesan dan otoritas dari Dia yang mengutusnya.[81]

Kata rasul ini dipakai Tuhan Yesus untuk ke-12 murid-Nya (Mat.10:2; Mrk. 6:30; Luk. 6:13, 9:10). Dari nas ini dapat dilihat bahwa rasul itu bukanlah gelar, bukan pangkat tapi nama atau fungsi yang diberikan seorang yang berhubungan dengan tugas yang harus dijalankan menjadi utusan Yesus Kristus dalam pemberitaan Injil kerajaan Allah (bnd. Mat. 10:1).

b. Guru

            Dalam bahasa Yunani, διδασκαλος didaskalos yang berarti” guru, pengajar” (Mat. 9:10-11). Selain kata didaskalos, di dalam PB masih ditemukan tiga kata lain yang erat hubungannya dengan jabatan dan fungsi guru, yaitu:

·         Νομοδιδασκαλος nomodidaskalos yang berarti pengajar hukum Taurat (1 Tim. 1:7; bnd. Luk. 5:7; Kis.5:334).

·         Καλοδιδασκαλος kalodidaskalos yang berarti mengajar dengan baik, guru perkara kebajikan (Tit. 2:3).

·         Πσευδοδισκαλος  pseudodiskalos yang berarti guru palsu (2 Ptr. 2:1).[82]

Seorang menjad guru tidak hasil pemilihan, tetapi seseorang itu menjadi guru karena karunia yang dimilikinya (bnd. Rm 12:7). Guru bertugas memberitakan pengajaran kepada anggota jemaat. Kemudian guru bertugas untuk menggantikan pendeta di semua bidang pelayanan jemaat, kecuali pelayanan sakramen. Guru juga bertanggung jawab dan menopang jemaat dengan Firman Allah yang benar agar jemaat tidak mudah tersesat.[83] Sebagai pelayan Tuhan, guru melayani jemaat agar memiliki pengenalan yang benar tentang Allah agar jemaat tidak gampang sesat. Sebagai pelayan Tuhan harus tetap mengemban amanah agung dari Tuhan Yesus yaitu memberikan pengajaran kepada semua orang (bnd. Mat. 28:19-20).

c. Penatua

            Dalam bahasa Yunani yang dipakai untuk menyebutkan kata penatua ada dua yaitu: πρεσβυτερος presbyteros artinya “penatua” (Kis. 11:30) dan biasanya digunakan dalam bentuk jamak. Επισκοπος episkopos artinya “penilik” dan biasanya digunakan dalam bentuk tunggal (bnd. Kis. 20:8; 1 Tim. 3:2; Tit. 1:7; 1 Ptr 2: 25).[84] Penatua bertanggung jawab terhadap sinagoge dan terhadap jemaat. Penatua bertugas untuk melayani jemaat secara pastoral, yaitu menggembalakan jemaat dengan cara mengadakan kunjungan ke rumah-rumah jemaat untuk membicarakan kehidupan rohani jemaat dan juga jasmaninya (bnd. Kis 20;28).[85]

d. Diaken

            Dalam bahasa Yunani, διακονος diakonos berarti pelayan, hamba, yang melayani, pelayan jemaat, yang bekerja, diaken”. Dari kata diakonos ini jelaslah bahwa tugas diaken merupakan pelayan atau hamba.[86] Pada dasarnya, pelayan sering digambarkan sebagai suatu pekerjaan yang rendah, menurunkan martabat dan tidak menyenangkan. Namun pandangan Alkitab tentang pelayan adalah salah satu panggilan mulia bagi manusia. Diaken juga memiliki tugas seperti penunggu, pemangku dan pewarta 1 Tim. 3:8-13.

2.2.6. Menurut Injil Sinoptik

Pelayan atau hamba dalam injil sinoptik ditunjukan kepada Yesus, Yesus sebagai gambaran hamba tersebut. Ada bukti yang memperhatikan bahwa jemaat mula-mula memandang Yesus sebagai hamba (Kis. 3:13, 26:4, 27-30). Yesus sebagai hamba yang kepadanya Ia berkenan dan yang atasNya, Ia telah menaruh roh-Nya (Mat. 12:18) dan berkaitan dengan tanda-tanda mujizat Yesus. Yesus ketika tampil di depan umum, Ia diperkenalkan Allah sebagai anak-Nya, sebagai hamba yang dilengkapi untuk tugas pelayanan-Nya. Ia adalah anak Allah “Anakku” dalam arti hamba yang berkenan kepada Allah, dihinggapi Roh Allah lalu terus melakukan kehendak Allah.[87] Matius memandang Yesus sebagai oknum yang mengerjakan mujizat-mujizat dan percaya bahwa mujizat-mujizat itu lebih dari pada sekedar perbuatan yang mengagumkan. Mujizat direncanakan oleh Allah dan menunjukkan bahwa oknum yang menurut Allah akan datang pada waktunya sekarang sudah muncul sehingga orang-orang yang menyaksikan mujizat itu seharusnya dapat melihat tangan Allah bekerja di dalamnya.[88]

Dengan mengingat jawaban Yesus kepada Yohanes Pembaptis kita dapat mengerti fungsi mujizat dalam pelayanan Yesus di mana Ia menganggap perbuatan-perbuatanNya yang berkuasa itu sebagai tanda-tanda bahwa kerajaan Allah sudah ada sedang beraksi.[89] Di tengah-tengah munculnya perlawanan yang semakin bertambah terhadap Yesus dar orang farisi, Matius menempatkan jawaban Yesus dalam konteks hamba Tuhan dari Perjanjian Lama. Kesederhanaan dan kelembutan-Nya menghadapi permusuhan dilihat sebagai pemenuhan dari Yesaya 42:1-4 Yesus yang secara khusus dilimpahi Roh Kudus dan peranan-Nya dalam rencana keselamatan Allah bagi orang-orang kafir. Identifikasi Matius terhadap Yesus sebagai hamba Tuhan menciptakan perdebatan dengan orang Farisi nengenai sumber dari kuasa Yesus, tetapi Matius tahu bahwa Ia benar-benar hamba Tuhan.[90] Dalam Injil Sinoptik Yesus menyebut diri-Nya sendiri sebagai hamba Tuhan yang menderita. Injil Sinoptik ini juga menyebutkan bagaimana Yesus sendiri mengerti keharusan bagi Dia untuk mengalami penderitaan. Sejak Ia dibaptis Yesus melihat Dia akan menderita. Suara yang di dengarNya pada waktu Dia dibaptis (Mark. 1:1), penegasan mengenai permulaan Injil tentang Yesus Kristus, yang mengemukakan kata-kata dari dalam Kitab Yesaya mengenai hamba Tuhan yang menderita (Yes. 42:1), menegaskan bahwa pekerjaanNya harus dilakukan dengan penyangkalan diri dan kerendahan hati. Tujuan yang agung yang dicapai dari pelayanan dan penderitaan-Nya (Mark. 10:45).[91]

Lukas memahami Yesus sebagai hamba Allah yang dilukiskan oleh Yesaya. Lukas menyatakan hal ini melalui beberapa referensi misalnya simon berkata mengenai bayi Yesus sebagai terang bagi bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi umat Israel (Luk. 2:32). Perkataan ini merujuk kembali pada apa yang diberitakan oleh Yesaya 49:6 “......., tetapi Aku akan membuat engkau hamba Allah menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung dunia.” Lukas begitu akrab dengan hamba Allah yang terdapat di dalam nyanyian hamba Allah (Yes. 42:1-7) tidak mustahil pula apabila ia memahami Yesaya sebagai hamba, dan apabila penderitaan merupakan bagian penting dari pelayanan hamba tersebut (Luk. 52:37; Kis. 8:32-33). Dengan demikian bagi Lukas kisah mengenai hamba Allah yang menderita dalam Kitab Yesaya sebenarnya merupakan nubuat bagi Mesias yang menderita dan terwujud dalam diri Yesus Kristus. Namun bagi Lukas seorang yang telah lama dinanti-nanti ini ditolak dan orang-orang dikampung-Nya Nazaret berupaya membunuh-Nya. Namun bagi Lukas penolakan Yesus sebagai hamba Allah bagaikan bagian dari rencana dan kehendak Allah. Ia datang untuk menawarkan kesempatan bagi umat Israel maupun yang lain untuk bertobat bagi pengampunan dosa. Demi penggenapan perannya ini Ia harus menderita.[92]

2.2.7. Menurut Surat Paulus

Menurut Paulus seorang hamba atau budak harus mendapatkan penebusan agar statusnya berubah menjadi orang yang bebas. Penebusan menunjukkan tindakan pembebasan dalam I Korintus 1:30. Latar belakang penebusan ini adalah pembebasan bangsa Israel oleh Allah dari Mesir, di mana Yahwe telah menebus engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir. Tetapi selanjutnya diterapkan pada pembebasan dari dosa, di mana disebutkan bahwa Yahwe akan menebus Israel dari segala kejahatan.[93] Seorang hamba dituntut memiliki kemampuan untuk menyenangkan hati tuannya melalui pelayanan mereka, dengan demikian ia menjadi saksi bagi tuannya. Ikatan persaudaraan antara sesama juga harus didasari dengan kasih serta pengenalan akan Kristus sehingga menjadi alasan serta dasar pelayanan yang baik lagi.[94]

Ada beberapa perikop yang cukup berharga yang memampukan kita untuk menentukan sejauh mana Paulus berpikir dan menyamakan dan menyebut Yesus sebagai hamba. Paulus berpikir tentang Yesus sebagai hamba yang menderita, ia telah menerima tradisi yang langsung menghubungkan kematian Kristus dengan dosa-dosa manusia (1 Kor. 15:3), yang persis sama benar dengan hamba yang menderita. Cara hidup Yesus juga adalah seorang hamba (Filipi 2:6). Yesus menghayati hidup-Nya sebagai hamba seorang yang terbiasa hidup taat, menurut dan mengalah, ciri mentalitas gamba adalah yang tidak berpikir tentang diri-Nya, melainkan tentang kewajiban. Mentalitas hamba ditunjukkan Yesus dengan ketaatan-Nya menaati ritus pertobatan dalam pemandian Yohanes. Hidup Yesus sebagai hamba yang taat dan mengalami eksistensi yang sedalam-dalamnya yang tampak dalam pengalaman internal menghadapi penderitaan. Sebagai akibat dosa Yesus mengalami ketakutan dalam berhadapan dengan kematian fisik (Gal. 3:13-14). Yesus sebagai hamba yang merangkum segala pengalaman bangsa.[95]

Dalam Filipi 2;6-11 terdapat latar belakang mengenai hamba yang menderita, khususnya dalam kerendahan hati dan ketaatan-ya. Maka tidak dapat disangkal bahwa hamba yang menderita yang penderitaannya untuk orang lain atau pengampuan dosa diketahui dari penderitaan Yesus dalam kematian-Nya.[96] Kematian Yesus menghapuskan dosa orang banyak, sehingga tidak lagi menghalangi tindakan penyelamatan Allah. Allah sendiri menyerahkan Yesus kepada penderitaan dan kematian (Rom. 4:25; 1 Kor. 11:23). Sebagai hamba dan Anak yang taat Yesus turut menyerahkan diri-Nya (Rom. 8:32; Gal. 2:20) untuk manusia. Hamba yang setia mengalami nasib malang sesuai dengan kehendak Allah yang menyelamatkan. Dan kesetiaan hamba itulah sebabnya Ia oleh Allah dimuliakan.[97]

2.3. Sikap Dan Karakter yang Diharapkan dari Seorang Pelayan Tuhan

2.3.1. Menyadari hidupnya milik Kristus

Karya penebusan Kristus adalah dasar bagi orang percaya untuk melayani-Nya. Orang percaya melayani Kristus bukan untuk mendapat perkenan-Nya melainkan karena Ia telah lebih dulu melayani. Karena itu seorang pelayan Tuhan harus yakin akan karya keselamatan Allah atas dirinya. Ia harus sadar bahwa hidupnya bukan miliknya lagi sebab telah ditebus menjadi milik Kristus. Kematian Kristus telah menebus orang percaya dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr. 1:18-19). Oleh sebab itu seorang pelayan Tuhan harus berubah dari cara hidup yang lama yang dilakukannya di luar Kristus. Ia perlu mengalami pembaharuan pikiran,[98] sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan sia-sia bukan karena terpaksa, melainkan karena telah mengerti kehendak Allah.[99] Ia memiliki kesadaran untuk hidup dalam kebenaran karena mata hati yang telah diterangi.[100] Seperti yang dialami oleh Paulus yang di man sebelum dia mengalami pertobatan dia tidak percaya kepada Yesus, namun setelah dia diterangi ia menyadari bahwa dirinya milik Allah dan harus mengabdi kepada Kristus (Rom. 1: 5; Rom. 16: 26).

2.3.2. Memiliki Komitmen kepada satu tuan, yaitu Kristus

Seorang pelayan Tuhan tidak boleh terikat pemberhalaan. Ia hanya mengabdi kepada Tuhan Yesus Kristus. Pemberhalaan pada masa kini dapat berbentuk okultisme, dan beberapa orang Kristen masih percaya pada okultisme bahkan ada yang masih melakukannya.[101] Sebagai bentuk pengabdian tunggal kepada Tuhan Yesus Kristus, maka pelayan Tuhan harus meninggalkan okultisme. Okultisme dapat berupa perbuatan yang terang-terangan berhubungan dengan kuasa gelap seperti perdukunan dan spiritisme, namun ada juga yang sama-sama berbahaya namun perbuatan okultisme ini tidak terlalu terlihat, seperti percaya kepada ramalan dan takhayul. Seorang yang akan ditetapkan sebagai pelayan Tuhan perlu dilayani secara khusus apabila masih memiliki keterikatan dengan okultisme. Nuh adalah sosok pribadi yang saleh dan satu-satunya orang yang menaati Tuhan di tengah dunia yang tidak taat, kacau, korup dan jahat. Ketaatan Nuh untuk membangun bahtera sebelum air bah membuatnya jadi pribadi yang dipakai untuk menyelamatakan dunia (Kej. 6:22).

2.3.3. Memiliki ketaatan penuh dan kerendahan hati

Seorang pelayan Tuhan adalah tidak mempertahankan kepentingan diri sendiri. Hidupnya hanya diperuntukkan bagi Tuhan. Di sinilah dibutuhkan penyangkalan diri seorang pelayan Tuhan. Tuhan menghendaki murid-murid-Nya rela melepaskan apa pun yang menjadi kesukaan dan kebanggaannya demi melakukan kehendak Tuhan.[102] Ketaatan dan kerendahan hati diteladankan oleh Yesus dalam doa-Nya di taman Getsemani, “Bapa, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi bukan kehendak-Ku yang jadi tetapi kehendak-Mu.” Ia rela melakukan dan menerima semua itu atas dasar kerelaan, dan hal ini menunjukkan kerendahan hati-Nya.[103] Seperti halnya yang dilakukan oleh Yesus yang taat pada Allah Bapa yang mengutusnya. Begitupun para nabi dan rasul yang taat berbicara atas nama Allah. Seorang pelayan Tuhan yang menempatkan dirinya sebagai doulos maka dia memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan. Wujud dari ketaatan kepada Tuhan adalah ketaatan dalam melakukan firman-Nya. Pelayan Tuhan yang mempunyai ketaatan tanpa pamrih, menaati Firman Tuhan dan memenuhi rencana-Nya adalah kesukaan. Yang dimaksud ketaatan tanpa pamrih adalah ketaatan tanpa motivasi keuntungan, bukan ketaatan supaya menerima imbalan berkat dari Tuhan. Alkitab adalah firman Tuhan yang tertulis (Yoh. 31-36) maka seorang pelayan Tuhan yang taat akan melakukan apa yang ditulis dalam Alkitab tanpa mengharapkan keuntungan. Hamba Tuhan adalah seorang pelayan yang bekerja untuk Tuhan, mengabdi dan melayani Tuhan. Seseorang yang hidupnya bergantung seutuhnya kepada Tuhan dan apapun yang dilakukan harus harus sesuai degan kehendak Tuhan (Yoh.  15:13-14)

2.3.4. Memiliki respon yang baik atas tugas yang dipercayakan

Dalam menjalankan tugas yang diberikan, seorang pelayan Tuhan harus memiliki respon yang baik, tidak perlu banyak bicara tetapi cakap mengerjakan apa yang menjadi bagiannya. Dalam pelayanan kadang-kadang muncul masalah yang disebabkan karena pelayan Tuhan yang terlalu banyak berbicara tetapi minim tindakan. Dalam Kejadian 12 menceritakan pemanggilan Abraham yang di mana ia harus meninggalkan tanah kelahirannya, demi menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah (Kej. 12:4).

2.3.5. Tidak mencari hormat bagi diri sendiri  

Sebagai hamba yang mengabdi kepada Kristus, seorang pelayan Tuhan tidak boleh mencari pujian dan penghormatan bagi dirinya sendiri. Dengan sadar seorang pelayan Tuhan mengembalikan segala pujian bagi Tuhan. Bahkan seandainya tidak seorang pun mengucapkan terima kasih untuk pelayanan yang telah dilakukannya, dengan berbesar hati ia dapat berkata, “Kami adalah hamba yang tidak berharga. Kami hanya melakukan apa yang wajib kami lakukan” (Luk. 17:10).

2.3.6. Setia dan bertanggung jawab kepada rumah Tuhan

Seorang pelayan Tuhan bisa saja tidak setia kepada bidang pelayanannya karena tergoda untuk beralih kepada bidang pelayanan lain. Memang tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang memiliki multitalenta sehingga ia dapat melayani Tuhan di banyak bidang. Dibutuhkan kesetiaan dari seorang pelayan Tuhan untuk menekuni bidang pelayanan yang dipercayakan kepadanya. Seperti kisah seorang Ayub, sikap Ayub yang setia dan selalu menerima kehendak Allah dalam hidupnya adalah dimana pada saat ia menerima malapetaka dari sang Iblis yang ingin mengyoyangkan imannya kepada Allah, namun sikap dan kepribadiannya tidak dapat diganggu dan tidak dapat dipengaruhi oleh Iblis sebab Ayub tetap selalu pada pihak Allah sehingga Allah sangat senang kepada Ayub dan memberkatinya diakhir penderitaan yang dialaminya (Ay. 12:12-25).

2.3.7. Memiliki Integritas

Kehidupan seorang pelayan Tuhan dilihat oleh banyak orang, karena sesuai artinya seorang leitourgos berdiri di depan banyak orang untuk melayani mereka. Ia dikelilingi banyak saksi. Ada potensi kemunafikan pada seorang pelayan Tuhan, saat di hadapan banyak orang ia tampil sebagai pribadi yang tanpa cacat tetapi di tempat lain yang tidak terlihat ada dosa yang disembunyikan. Itu sebabnya seorang pelayan Tuhan harus hidup dalam integritas. Integritas berarti keterpaduan, kebulatan, keutuhan; juga berarti jujur dan dapat dipercaya.[104] Pelayan Tuhan yang berintegritas memiliki keutuhan dan keselarasan dalam pikiran, perasaan, sikap perbuatan dan perkataan. Tidak ada rekayasa atau kepalsuan, karena semua aspek di dalam dirinya sinkron dan harmonis. Menurut Anggu, pada pelayan yang berintegritas tidak didapati suatu noda yang mengurangi harga diri dan wibawanya. Sebaliknya pelayan Tuhan yang ingin dipuji orang bisa terjebak pada pencitraan, sehingga tidak sinkron lagi aspek internal dan eksternalnya, artinya ia kehilangan integritas. Karena berkaitan dengan keberadaannya di hadapan banyak orang, maka sebelum seseorang ditetapkan sebagai pelayan Tuhan, ia perlu terlebih dulu diuji integritasnya. Paulus memberi nasihat kepada Timotius agar calon pelayan Tuhan (dalam hal ini seorang diaken) diuji dulu, setelah ternyata tak bercacat barulah ditetapkan dalam pelayanan (1Tim. 3:10).

2.3.8. Mempersiapkan diri untuk pelayanan

Kadang-kadang dengan alasan bahwa Tuhan melihat hati, maka ada pelayan Tuhan yang melayani jemaat Tuhan tanpa performa yang baik, misalnya seorang pemimpin pujian bernyanyi dengan suara yang sumbang. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan arti leitourgos yang mengharuskan tampil dengan performa yang baik di hadapan orangorang. Itu sebabnya pelayan Tuhan perlu melakukan persiapan yang baik. Berbagai bentuk pelatihan perlu dijalani oleh pelayan Tuhan yang melayani pada bidang-bidang tertentu ini. Seorang pengkhotbah perlu dipersiapkan melalui serangkaian studi Alkitab dan cara berkhotbah; seorang pemimpin pujian perlu dipersiapkan melalui pelatihan vokal yang baik. Bahkan seorang penyambut jemaat pun perlu dipersiapkan untuk memberikan penyambutan yang terbaik kepada warga jemaat yang hadir. Persiapan dalam melayani bukan hanya dilakukan ketika seseorang akan dilantik sebagai pelayan Tuhan. Persiapan perlu tetap dilakukan setiap kali akan melayani. Dengan demikian pelayan Tuhan akan mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan melalui pelayanannya. Persiapan rutin dalam bentuk pelatihan akan meningkatkan kapasitas pelayan Tuhan. Seorang pelayan Tuhan berada dalam keadaan berbahaya ketika ia merasa mapan dan puas dengan tahap pengalamannya. Rasa mapan dan berpuas diri kadang-kadang membuat orang tidak lagi berlatih untuk memperbesar kapasitas. Tidak ada ukuran kuantitatif untuk kapasitas seseorang, tetapi penilaian apakah seseorang dikatakan berkapasitas dapat dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitar, seperti keluarga, tempat kerja atau lingkungan pelayanan di gereja. Seorang pelayan Tuhan yang tidak memperbesar kapasitas akan dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya bahwa telah terjadi stagnasi di dalam pelayanannya.

2.3.9. Siap sedia dalam segala keadaan

Sebagai seorang huperetes bagi Kristus, seorang pelayan Tuhan harus siap sedia dalam segala keadaan. Tentunya kesiapan yang dimaksud adalah sesuai dengan bidang pelayanannya. Memang ada pelayanan yang bersifat rutin, seperti pelayanan ibadah Minggu atau tengah minggu, tetapi ada pelayanan yang tidak bisa dijadwalkan, seperti kunjungan kepada orang sakit atau pelayanan penghiburan. Bahkan sekalipun suatu pelayanan sudah memiliki jadwal, tidak menutup kemungkinan ada hal-hal insidental yang memerlukan penggantian pelayan Tuhan, misalnya pelayan yang terjadwal melayani mendadak sakit. Dalam hal ini pelayan Tuhan lain yang melayani dalam bidang yang sama perlu siap sedia dalam segala keadaan.

Rasul Paulus berpesan kepada Timotius, bahwa Timotius sebagai pemberita firman harus siap sedia memberitakan firman Tuhan dalam segala keadaan (2Tim. 4:2). Jika pelayan Tuhan hanya mau melayani pada saat keadaan baik, maka pelayanannya banyak digagalkan oleh keadaan. Tuhan tidak menjanjikan kehidupan Kristen terbebas dari masalah, bahkan Rasul Paulus memberikan kesaksian tentang berbagai masalah yang dialaminya dalam pelayanan. Keadaan tidak baik yang sedang dialami oleh pelayan Tuhan seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengundurkan diri dari pelayanan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesetiaan pelayan atau kesetiaan seorang hamba itu ialah kata setia digunakan dengan kata πιστος (pistos) dan πιστευειν (pisteuein yang berarti iman dan percaya. Orang bisa dikatakan setia ketika dia memiliki iman yang diperlihatkan melalui kesetiaannya terhadap Allah. Misalnya seorang prajurit tentara harus setia kepada komandannya. Kata πιστις (pistis) akar katanya berasal dari bahasa Yunani yang memiliki berbagai makna yang sesuai dengan keyakinan, kepercayaan diri, kepercayaan, iman/kesetiaan, dengan makna percaya diri “kepercayaan”. Dalam bahasa hukum πιστις (pistis) diartikan dapat dipercaya dalam arti umum, sedangkan dalam arti khusus artinya ialah jaminan, bukti yang dapat dirasakan seseorang terutama dalam kepandaian berbicara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

TINJAUAN EKSEGESE HISTORIS KRITIS TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8

3.1. Pengantar Kitab 2 Timotius        

          3.1.1. Latar Belakang Surat 2 Timotius

Surat II Timotius di tulis dalam penjara di Roma pada masa tahanan yang ke II pada tahun 65. Pengantar surat adalah Tikhikus (4:12). Kali ini keadaan di tempat tahanan lebih berat dari pada masa tahanan yang pertama (tahun 60-62). Karena pada masa tahanan pertama Paulus di perkenankan tinggal di rumah kontraknya sendiri (status sebagai tahanan rumah) dan menerima tamu (Kis. 28:16, 30). Tetapi masa tahanan ke-II Paulus berada dalam penjara (1:8), bahkan di belenggu (1:16) dan diperlakukan sebagai seorang penjahat (2:9). Paulus sudah menjalani persidangan yang pertama (4:16). Untuk sementara ia belum dihukum (4:6). Semua temannya sudah meninggalkan Paulus kecuali Lukas.[105]

Alkitab tidak memberikan sesuatu keterangan tentang penghambatan Nero terhadap orang-orang Kristen, kendatipun itu terjadi pada waktu Perjanjian Baru, ditulis dan menjadi latar belakang sedikit-sedikitnya dari pada 2 buku Perjanjian Baru, yakni 1 Ptr dan II Tim dan merupakan penghambatan yang menyebabkan kesyahidan Paulus menurut beberapa tradisi juga Petrus. Di dalam dan di sekitar kota Roma banyak orang Kristen yang ditangkap dan dibunuh dengan cara-cara yang sangat kejam. Ada yang disalib, ada yang dibungkus dengan kulit binatang, diikat lalu dilempar ke tengah gelanggang yang penuh dengan anjing-anjing buas agar  dikoyak-koyak sebagai tontonan orang banyak. Ada juga yang dijadikan mangsa singa. Dengan keadaan seperti itu Nero berkeliling di taman dalam kereta kebesaranya untuk berpesta pora ia bergembira melihat penderitaan orang-orang yang dibakarnya.

Pada masa itulah Paulus di penjara lagi di daerah Yunani atau Asia kecil, mungkin di Troas (2 Tim. 4:13) lalu dibawa kembali ke Roma. Kali ini dibawa oleh para penjabat pemerintah Roma, bukan oleh orang-orang Yahudi seperti pada kali pertama. Kali ini dia ditangkap sebagai seorang penjahat (2 Tim. 2:9) bukan seperti yang dulu ditangkap sebagai pelanggar hukum Yahudi. Ia tersangka ikut campur terjadinya pembakaran kota Roma. Paulus pernah tinggal di Roma selama dua tahun sebelum terjadi pembumi hangusan. Jadi mudahlah untuk mendakwa Paulus sebagai biang keladi peristiwa ini. Pemeriksaan terhadapnya demikian berbelit-belit sehingga ia tidak berpengharapan untuk dapat dibebaskan, di kala menantikan “hari keberangkatanya” di penjara Roma itu, ia menulis suratnya yang terakhir kepada Timotius, sahabat karib dan rekan sekerja yang paling dipercayainya. Dalam surat itu dipesannya agar Timotius tetap setia kepada pekerjaanya sebagai abdi Kristus biar apa pun juga yang akan terjadi dan dipesanya agar cepat-cepat pergi ke Roma sebelum musim dingin (2 Tim 4:12).  Pernyataan kemenangan iman Paulus pada hari-hari yang diliputi mega mendung itu adalah salah satu bagian yang termulia di dalam Alkitab. Ia dipenjara karena dakwaan palsu. Pekerjaan yang telah dilakukannya dengan mengorbankan hidupnya sendiri ternyata di Barat mau dibasmi oleh penghambatan dan di Timur dipengaruhi kemurtadan. Tetapi ia sekali-kali tidak menyesal bahwa ia telah mengorbankan hidupnya bagi pekerjaan Kristus dan bagi gereja. Ia benar-benar yakin bahwa kelak gereja akan dapat mengatasi semuanya itu.[106]

Ada lima unsur yang Paulus minta dari Timotius untuk menjadi teladan bagi jemaat, yaitu: perkataan, perbuatan, kasih, kesetiaan, dan kesuciaan. Menurut Paulus, perkataan dan tingkah laku yang harus dihindari oleh seorang pelayan Tuhan adalah kepalsuan, kemarahan, kepahitan, fitnah, kebencian, kejam, perkataan kasar dan kotor, peminum dan pemarah (Ef. 4:25, 26, 29, 31; 5:4; Kor. 3:8, 9: 1 Tim. 3:3) sedangkan yang harus diusahakan adalah kebenaran, nasihat, kelemahlebutan, pengampunan, kebijaksanaan, sopan, dan mengucap syukur kepada Allah (Ef. :25, 26, 29, 31; 5:4; Kol. 3:12, 13, 16, 17; I Tim. 3: 2, 4).[107]

3.1.2. Penulisan Kitab, Waktu dan Tempat Penulisan

Beberapa sarjana  menganggap surat-surat ini tidak tulisan Paulus. Alasan-alasan mereka harus harus disinggung kendatipun tidak dapat dibahas sepenuhnya. Setiap surat ini menyatakan ditulis oleh Paulus, tapi bagi yang mempersoalkannya hal itu dianggap sebagai kelaziman sastra saja. Ada orang mengatakan, bahwa situasi gerejani seperti dicerminkan dalam dalam surat-surat ini adalah sudah terlalu matang  untuk situasi Paulus. Tapi dalam organisasi nyatanya adalah kurang berkembang dibanding  masa bapa-bapa Rasuli yang terdahulu; situasi organisasi itu tegas menunjuk kepada suatu kurun zaman yang lebih sederhana. Banyak sekali perdebatan tentang siapa sebenarnya penulis surat ini karena melihat banyaknya perbedaan dari pemakaian bahasanya.[108]Kitab Kisah Rasul berakhir dengan keterangan bahwa Paulus di penjara di Roma kira-kira pada tahun 63. Dugaan yang dapat dipercaya mengatakan bahwa kemudian ia dibebaskan, kembali ke Yunani dan Asia kecil, tetapi kemudian di penjara lagi dan dibawa ke Roma dan dihukum lebih kurang pada tahun 66 atau 67. Surat ini ditulis tatkala ia menantikan kematianya  sebagai syahid.[109]

Menurut keterangan dalam surat ini Paulus berada dalam penjara di Roma (1:8, 16,17; 2:9). Keadaanya sangat genting; ia menghadapi kematian “darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat” (4:6). Perjuangannya telah selesai (4:7,8). Ia kesepian karena semua orang telah meninggalkannya kecuali Lukas (4:10, 11, 16). Ia meminta Timotius supaya datang segera, seboleh-bolehnya sebelum musim dingin. Ia harus membawa Markus sertanya, jubah kitab-kitab dan perkamen yang ditanggalkan Paulus di Troas. Timotius harus menyampaikan salam kepada Onesiforus, orang Efesus. Priskila dan Akwila, yang tinggal di Efesus juga.[110] Jadi penulis setuju bahwa penulis dari surat 2 Timotius ini ditulis oleh Rasul Pulus ketika dia di dalam penjara.

            3.1.3. Penulisan dan Penerima Surat 2 Timotius

Surat ini ditulis oleh Paulus pada masa tahanan di penjara dan dialamatkan kepada Timotius anak rohaninya, dan saat itu Paulus dalam keadaan yang terancam. Menurut M. E. Duyverman  bahwa  penulisan dan penerima surat 2 Timotius ini, adalah Paulus yang berada dalam penjara di Roma dan di alamatkan kepada Timotius sebagai anak rohaninya (2 Tim. 1:8; 17; 2:9). Keadaannya sangat genting: ia menghadapi kematian: “darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dalam saat kematianku sudah dekat” (2 Tim. 4:6). Perjuangan yang telah selesai (2 Tim. 4:10, 11, 16). Ia meminta supaya Timotius datang “segera (2 Tim. 4:9), sebelum musim dingin (2 Tim. 4:20). Ia harus membawa Markus sertanya (2 Tim. 4:11), jubah, kitab-kitab dan perkamen yang ditinggalkan Paulus di Troas (2 Tim. 4:13). Melalui pernyataan ini bahwa Paulus belum lama singgah di Troas; juga Miletus (2 Tim. 4:20) dan ke Korintus, semua ini tidak diketahui, semua ini tidak diketahui oleh Timotius.[111]

Menurut Chapman, pemenjaraan Paulus yang pertama jauh berbeda dengan pemenjaraan yang kedua. Dahulu ia tinggal dalam rumah yang disewanya sendiri (Kis. 28:30-31). Dan teman-temannya mengujungi dia dengan sesuka hati.[112] Tetapi pemenjaranya kedua kali susah untuk dijumpai oleh temannya, salah satunya Onesiforus (2 Tim. 1:16-17), Paulus di tangkap dan di belenggu seperti seorang penjahat (2 Tim. 2:9), dan kesepian di penjara (2 Tim. 4:6-8), namun semangat imannya tidak kendor. Bahkan Paulus mengutamakan pelayanan Timotius dan masalah-masalahnya, dari pada ia memikirkan dirinya sendiri. Bagi Paulus hanya tinggal sedikit waktunya karena ia tahu kematiannya sudah dekat. Baginya Tuhan sudah menyediakan mahkota kebenaran (2 Tim. 4:8).[113] Berdasarkan pernyataan di atas penulis setuju dengan pendapat Chapman  bahwa seorang pelayan Tuhan harus semangat melayani. Melalui itu penulis termotivasi dengan pernyataan tersebut karena semangat yang gigih yang dilakukan oleh Paulus, baik tidak baik waktunya maka dia tetap melayani Tuhan.[114]

            3.1.4. Tujuan Surat 2 Timotius

Tujuan Paulus menuliskan surat ini untuk memperlihatkan kepada Timotius bagaimana ia harus bertanggung jawab atas tugas yang akan ia terima dan bagaimana ia harus siap untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit Kristus dalam mempertahankan imannya dan dalam memberitakan Injil-Nya. Surat 2 Timotius merupakan surat Paulus yang terakhir dan dalam kepenulisan surat ini maka Paulus tampaknya tidak memastikan apakah ia akan melihat Timotius lagi meski ia memintanya datang secepat mungkin untuk menjumpai dia dalam penjara. Dalam  2 Timotius Paulus mengingatkan Timotius tentang guru-guru palsu seperti yang ia lakukan di surat pertamanya.[115]

Dalam surat 2 Timotius ini Paulus mengenang tugas yang telah ia selesaikan dan menantikan mahkota yang akan ia terima, Paulus hanya sedikit membicarakan tentang tantangan gerejawi tetapi fokus pada Timotius dan tugas yang diberikan kepadanya.[116] Tujuan Paulus menuliskan surat ini adalah memperlihatkan kepada Timotius bagaimana ia harus bertanggung jawab atas tugas yang akan ia terima dan bagaimana ia harus siap untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit Kristus dalam mempertahankan imannya dan dalam memberitakan Injil-Nya. Surat 2 Timotius merupakan surat Paulus yang terakhir dan dalam kepenulisan surat ini maka Paulus tampaknya tidak memastikan apakah ia akan melihat Timotius lagi meski ia memintanya datang secepat mungkin untuk menjumpai dia dalam penjara. Selama penulisan surat 2 Timotius ia mengambil kesempatan untuk sesekali lagi memperingati Timotius tentang guru-guru palsu seperti yang ia lakukan di surat pertamanya.[117]

Kemudian Paulus memperteguh Timotius untuk menerima tugas berat yang dalam waktu dekat akan dilepaskan oleh Paulus. Ia menguraikan pola penggembalaan jemaat dengan pertama-tama mengingatkan Timotius akan pengalaman pribadinya, dan dengan mengikutsertakan ia di dalamnya, “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus... berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri” (2 Tim. 1:9). Berdasarkan panggilan ini Paulus mendorong Timotius untuk menerima segala kesulitan seperti orang prajurit yang maju berperang (2 Tim. 2:3), dengan memasrahkan perencanaan strategi pada pimpinannya, dan mengabdi dengan sepenuh hati dan tanpa mengeluh di manapun tenaganya dibutuhkan. Melalui kehidupan kepribadian dalam hubungan masyarakat dengan jemaat ia harus berlaku sebagai hamba Tuhan, yang tidak suka berselisih tetapi selalu siap membantu semua orang untuk memahami kebenaran Tuhan.[118] Seorang hamba Tuhan harus melakukan tugas dan tanggung jawab dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kristus dalam melayani dan memberitakan Injil-Nya itulah yang disebut dengan kesetian pelayan kepada Tuhan.

3.2. Metode Historis Kritis

          3.2.1. Pengertian Penafsiran Historis Kritis

Metode ini adalah suatu pendekatan yang memanfaatkan setiap sarana historis dalam usaha untuk merekontruksi sejarah dan memahami dokumen-dokumen yang diproduksi oleh sejarah itu. Tujuannya adalah bersifat historis dan untuk mencapai tujuan itu bekerja secara kritis dan sistematis.  Pendekatan tersebut berusha memahami dan menafsirkan, tetapi tidak menilai apa yang ditemukan.[119]

3.2.2. Alasan Penulis Menggunakan Metode Penafsiran Historis Kritis

            Dalam tulisan ini, penulis menggunakan istilah eksegese karena di dalam tulisan ini tercakup penjelasan teori, penggalian teks dan juga perefleksian hasil penafsiran. Penggangkatan istilah eksegese dalam kajian ini didasari oleh posisinya sebagai penjelasan, penggalian dan perefleksian dari sebuah teks dalam Alkitab. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan penafsiran. Tetapi dalam penafsiran 2 Timotius 4:1-8 ini penulis akan menggunakan metode penafsiran historis kritis karena dalam metode ini yang menjadi fokus perhatian adalah teks dan apa yang hendak disampaikan oleh teks itu sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut, penggalian yang akan penulis kerjakan meliputi konteks sejarah yang mencakup penelitian tentang situasi politik, sosial, budaya, ekonomi dan keagamaan pada zaman cerita dituliskan dan sejarah teks yang mencakup kritik teks, kritik bentuk, kritik sastra, kritik sumber dan kritik peredaksian.

3.3. Situasi Pelayanan Surat II Timotius

          3.3.1. Situasi Geografis dan Kebudayaan

Negara Roma yang mencakup segala macam daerah, iklim, suku bangsa, bahasa dan kebudayaan tidak hanya dipersatukan oleh tata Negara dan tata hukumnya, tetapi juga oleh kebudayaan Yunani. Daya tarik dan keunggulan kebudayaan Yunani terutama menghanyutkan penduduk kota, terutaman kalangan atas. Orang yang berpendidikan Yunani menjadi prasyarat untuk maju. Tanpa pendidikan itu orang tidak dapat dengan leluasa bergerak dalam negera Romawi yang luas membentang. Orang tidak dapat berdagang, menjadi pegawai negeri atau mendapat pangkat dalam dalam tentara kalau tidak tahu sedikit/banyak bahasa Yunani.[120]

Bahasa-bahasa utama yang dipakai di dunia Romawi adalah Latin, Yunani, Aram, dan Ibrani. Latin adalah bahasa hukum di pengadilan dan kesusastraan  Roma. Sebagai bahasa sehari-hari kebanyakan bahasa Laatin digunakan di wilayah barat pendudukan Romawi, terutama di Afrika Utara, Spanyol, Gaul, dan Britania, di samping di Italia sendiri. Bahasa Yunani adalah bahasa kebudayaan yang dikenal oleh semua kaum cendekiawan, dan merupakan bahasa sampingan mayoritas penduduk Romawi bagian Timur. Paulus berbicara pada orang-orang di Yerusalem dalam bahasa Aram (Kis 22:2) ketika ia menyampaikan pembelaanya dari atas anak tangga istana Anthonius. Begitu pula beberapa kutipan ucapan Yesus menunjukkan bahwa bahasa inilah yang biasa dipakai oleh Yesus.[121]

            3.3.2. Situasi Politik

Tahun 66 M golongan kaum Zelot melakukan pemberontakan politis terhadap pemerintahan Roma, karena tidak puas terhadap keadaan sosial.[122] Situasi politik dalam konteks Timotius ini, tidak terlepas dari kekuasaan kekaisaran Romawi yang selama memerintah tidak pernah memerintah dengan baik. Sejak pemerintah Kaisar Nero sampai Kaisar Vespasius. Orang Yahudi sangat diperlakukan dengan sangat kejam. Terlebih lagi pada peristiwa kejatuhan Yerusalem yang dipimpin Titus anak Vespasianus dengan membawa 80.000 tentara. Tentunya menimbulkan banyak korban jiwa pada peristiwa itu. Hal ini disebabkan oleh pemerintahan Romawi yang sangat represif sehingga menimbulkan pemberontakan.[123]

          3.3.3. Situasi Keagamaan

Orang Kristen-Yahudi dalam 2 Timotius dipengarugi oleh kaum Ortodoks Yudaisme yang menitikberatkan hukum dan peraturan.[124]. Beberapa hal mencerminkan bahwa tahun-tahun terakhir abad pertama orang-orang Kristen Yahudi fanatik setelah bait Allah dihancurkan. Orang-orang Kristen Yahudi hidup di antara golongan-golongan lainya dan mendapat tekanan dari mereka, yaitu mempertanyakan tentang Yesus yang menjadi pusat pengajaran kekristenan.[125] Adapun jemaat yang terdiri dari orang Yahudi, yang mengenal adat-istiadat dan peraturan Yahudi, tetapi mereka sudah terlepas dari persekutuan sinagoge (rumah ibadat Yahudi). Tetapi jemaat masih mempunyai kontak dengan saudara Yahudi yang lain, dan mereka mencoba untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias yang menggenapi Perjanjian Lama.[126]

Surat-surat penggembalaan dapat digambarkan sebagai keadaan ketika gereja tidak lagi dapat mengharapkan parousia yang segera datang, melainkan harus berusaha menata kehidupannya dalam jangka panjang. Dapat dilihat hal ini bukan saja dalam gagasan pelayanan, meskipun sejauh ini hal tersebut hanyalah merupakan masalah pengajaran kepada perorangan, tetapi juga dalam gagasan-gagasan umum tentang etika. Suatu kehidupan yang tenang dan bijaksana ditinggikan sebagai suatu tujuan yang patut dikejar, dan perbuatan-perbuatan baik harus dilakukan. Dalam gereja ada penyesat-penyesat, yang pada dasarnya dibedakan oleh ciri-ciri Gnostik (bnd. 1 Tim. 2:6-20). Ajaran sesat tersebut digambarkan sebagai dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, dan takhyul dongeng-dongeng tua, yang dipercayai bahwa kebangkitan tersebut sedang berlangsung.[127]

            3.3.4. Situasi Sosial-Ekonomi

Di bawah tempurung politis tersebut yang pada dasarnya asing hiduplah bangsa Yahudi di Palestina. Oleh Roma daerah itu dipandang dan diperlakukan sebagai wilaayah jajahan. Umumnya Negara Roma cukup toleran dan membiarkan bangsa-bangsa bawahannya mengurus perkaranya sendiri, selama bangsa-bangsa taklukan tidak memberontak. Tata hukum Roma cukup ketat. Tetapi pelaksanaanya sebagian besar tergantung pada raja-raja dan pejabat setempat. Pejabat-pejabat itu kerap kali korup dan raja-raja bertindak semaunya.

Sistem pajak pada saat itu menjadi beban bagi rakyat. Di samping pajak keagamaan (bagian sepersepuluhan dari hasil bumi, pajak tahunan bagi bait Allah), ada pajak Negara rangkap dua. Ada pajak bagi pemerintah Roma. Biasanya pajak itu ditarik melalui raja atau penguasa setempat. Ada juga pajak buat pemerintah daerah. Pajak yang langsung oleh pegawai negeri, yaitu pajak perorangan dan pajak tanah. Ada juga pajak tidak langsung, bea, cukai, tol dan sebagainya. Dalam keadaan ekonomi yang luar biasa buruknya perlawanan dari gerombolan penyamun meluas menjadi pemberontakan lebih umum. Hal itu terjadi ketika negeri tertimpa kekeringan bencana alam, kelaparan.

            Akibat dari perbedaan sistem ekonomi ialah munculnya ketegangan antara kota-kota besar dan daerah, terutama yang didiami rakyat jelata (petani, peternak, nelayan), yang tinggal di kota  mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi sebaliknya orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan banyak mengalami kesulitan, karena tidak tercapainya keseimbangan sistem ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah Roma pada saat itu.[128]

3.4. Analisa Sastra

3.4.1. Analisa Bentuk

Analisa bentuk adalah aspek dari pendekatan kritis yang meneliti bentuk, isi dan fungsi unit yang khusus. Analisa bentuk tidak hanya menggolongkan teks, tetapi analisa bentuk juga menaruh perhatian pada usaha untuk menentukan dan menetapkan kedudukan dalam kehidupan.[129] Surat-surat pastoral ini agak lama timbul dalam kesusastraan teologi; baru dua abad lalu, dengan itu dicirikan 1, 2 Timotius. Benar kelompok ini merupakan satu kesatuan tersendiri di dalamnya terdapat ciri-ciri gaya bahasa yang khas.

3.4.2. Analisa Konteks

Surat II Timotius ditulis di dalam penjara di Roma pada masa tahanan yang ke II pada tahun 65. Konteksnya Paulus membicarakan tentang guru-guru sesat yang memberitakan ajaran yang lain dari firman Tuhan Yesus yang akan merusak jemaat Tuhan. Untuk itu Paulus mengingatkan bahwa Timotius akan berlawanan dengan pengajaran-pengajaran sesat pada saat itu yang akan mengajarkan pengajaran palsu menyibukkan diri dengan dongeng-dongeng dan cerita-cerita. Kemungkinan pada waktu Paulus ada di Nikopolis, ia mengunjungi saudara-saudara seiman yang ada di Troas di rumah Karpus. Penahanannya yang kedua ini berbeda sekali dengan yang pertama. Pertama kali ia ditahan di dalam rumahnya sendiri, dijaga oleh seorang perwira Roma dan semua sahabatnya boleh mengunjungi dia. Tetapi yang kedua kalinya Paulus dimasukkan dalam penjara, dan sahabatnya tidak dapat mengunjunginya. Rasul Paulus dibunuh oleh Kaisar Nero di Roma pada bulan Juni tahun 68. Di antara penahanan yang pertama dan penahanan yang kedua terdapat selang waktu lima tahun. Nero adalah kaisar yang bengis, ia yang membakar kota Roma, tetapi menuduh bahwa orang Kristenlah yang melakukanya. Ribuan orang Kristen dibunuh dengan cara yang kejam sekali, dibakar hidup-hidup, disalib, dijadikan mangsa binatang buas. Pada saat itu juga Paulus diadili dan tidak satu pun pengacara yang berani membela dia.[130]

3.5. Analisa Teks

3.5.1. Perbandingan Bahasa

Ayat 1

NTG                : Λιαμαρτύομαι ένώπιον τοῦ Ξεοῦ και διαμαρομαι ένώπιον ο͑ θεός και Χριστοῦ Ίησοῦ (Aku  bersungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan Kristus Yesus

KJV                 : I charge thee therefore God and the Lord Jesus Christ (karena itu aku menuntunmu di hadapan Tuhan, dan Tuhan Yesus Kristus)

LAI                 : Di hadapan Allah dan Kristus Yesus

BPH                : Huparentahkon ma bamu I lobei ni Naibata ampa Kristus Jesus ( Kuperintahkanlah kepadamu di depan Allah dan Yesus Kristus)

Keputusan       : Tidak ada yang mendekati NTG

Ayat 2

NTG                :κήρυξον τόν λογον έπίστηθι εύκαίρως άκαίρως έλεγξον (Memberitakan Firman. Harus siap di waktu yang tepat dan yang tidak tepat pada waktunya)

KJV                 : Preach the word be instant in seoason, out of season ( Khotbahkan Firman segera yang tepat pada waktunya maupun  tidak tepat)

LAI                 : Beritakanlah  Firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya

BPH                : Ambilankonma Hata in, haringgaskonma bani panorang na dear atap na lang dear (Kotbahkanlah Firman itu semangatlah ketika waktu yang baik maupun tidak baik)

Keputusan       : Yang mendekati NTG adalah KJV

Ayat 3

NTG                :Έσται γάρ καιρός ο͑τε τῆς ύγιαινούσης διδασκαλίας ούκ άνέξονται άλλά κτά τας ίδιας έπιθυμια ( Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan, tetapi menurut  keinginan mereka sendiri)

KJV                 : For The time will come when they will not endure sound doctrine but after their ,own  lusts (Untuk waktunya akan tiba ketika mereka tidak akan menanggung doktrin  yang sehat, tetapi menurut hawa nafsu mereka sendiri)

LAI                 : Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya

BPH                : Ai roh ma panorangni, seng tartahan halak be ijai pangajaran  na sintong  in, tapi domu hubani rosuhni sidea ( akan datang waktunya orang tidak tahan lagi di sana pengajaran yang benar itu, tetapi berkaitan dengan keinginan mereka)

Keputusan       : Yang mendekati NTG adalah BPH

Ayat 4

NTG                : καί άπό μέν τῆς άληθείας τήν άκοήν άποστέψουσιν ( dan dari kebenaran yang didengar mereka akan berpaling)

KJV                 : and they shall turn away their ears from the truth (dan mereka akan memalingkan telinga mereka dari kebenaran)

LAI                 : Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran

BPH                : anjaha pagolingon ni sidea ma pinggolni humbani hasintongan ( dan mereka memutarkan telinganya dari kebenaran)

Keputusan       : tidak ada yang mendekati NTG

Ayat 5

NTG                : Σύ δέ νῆφε έν πᾶσιν κακοπάθησον έργον ποίησον ( Bagaimanapun Kamu harus sadar dalam segala hal, menanggung penderitaan pekerjaan)

KJV                 : But watch thou in all things endure afflictions do the work ( tetapi awasi kamu dalam segala hal tahan penderitaan lakukan pekerjaan)

LAI                 : tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita lakukan pekerjaan

BPH                : tapi anggo ham torang ma uhurmu pasal haganup tahan ibagas hasunsahan dalankon horja ( tetapi kamu teranglah hatimu tentang segala hal tahan dalam kesusahan kerjakan pekerjaan)

Keputusan       : Tidak ada yang mendekati NTG

Ayat 6

NTG                : Έγώ γάρ ή͑δη σπένδομαι καί ὁ καιρός τῆς άναλύσεώς μου έφέστηκεν (aku sudah dicurahkan dan waktu kepergianku telah tiba)

KJV                 : for I am now ready to be offered and the time of my departure is at hand ( Karena saya sekarang siap untuk ditawari dan waktu keberangkatan saya sudah dekat)

LAI                 : mengenai diriku darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat

BPH                : Ia ahu galangkononkon ma domma roh panorangku laho matei ( mengenai diriku dipersembahkanlah sudah datang waktuku mau meninggal)

Keputusan       : Tidak ada yang mendekati NTG

Ayat 7

NTG                : τόν καλόν άγῶνα ήγώνισμαι τόν δρόμον ( perjuangan yang telah kuperjuangkan  perlombaan yang telah kuselesaikan)

 KJV                : I have fought a good fight (saya telah berjuang dengan baik)

LAI                 : aku telah mengakhiri pertandingan yang baik

BPH                : domma hudobkon parlawanan na ma dear in (sudah kuselesaikan perlawanan yang bagus itu)

Keputusan       : Tidak ada yang mendekati NTG

Ayat 8

NTG                : λοιπόν άπόκειται μοι ὁ τῆς δικαιοσύνης στέφνος ό̔ν άποδώσει μοι ὁ κύριος έν έκείνη τῆ (mulai sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan diberikan  Tuhan kepadaku)

KJV                 : Henceforth there is laid up for me a crown of righteousness which the lord (sejak saat itu telah disediakan bagiku sebuah mahkota kebenaran yang Tuhan berikan)

LAI                 : sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan)

BPH                : Domma sirsir I lobeihu sortali hapintoron in sebereon ni Tuhan ( Sudah tersedia di hadapanku mahkota kebenaran itu yang diberikan oleh Tuhan)

Keputusan       : Yang mendekati NTG adalah KJV dan BPH

3.5.2. Kritik Aparatus

Kritik apparatus yang digunakan berasal dari teks Yunani Novum Testamentum Graece Nestle-Aland.[131]

Ayat 1a

Dalam NTG terdapat kata ένώπιον yang artinya sebelum. Kritik apparatus naskah-naskah Unsial athos, mengusulkan untuk ditambahkan kata ουν yang artinya aku, codex Yunani Latin dari Oxford, Lincoln Coll mengusulkan untuk menambahkan kata εγω yang artinya saya. Naskah-naskah Unsial Cambridge: Bezae Cantabridgiensis, Moskow, Paris, Codex Yunani Latin, Citta del Vaticano, Bibl, Vat,. Ottob. gr. 325, dan naskah Unsial London Sinaiticus, Paris: Ephraemi Rescriptus, Paris: Claromontanus, Utrecht, London Cambridge, Washington D. C. Wolfenbuttel menyatakan untuk tetap mengikuti teks atau tetap pada teks. Penulis menerima naskah-naskah Unsial Cambridge: Bezae Cantabridgiensis, Moskow, Paris, Codex Yunani Latin,Citta del Vaticano, Bibl, Vat. Ottob. gr. 325, dan naskah Unsial London Sinaiticus, Paris: Ephraemi Rescriptus, Paris: Claromontanus, Utrecht, London Cambridge, Washington D. C. Wolfenbuttel menyatakan untuk tetap mengikuti teks atau tetap pada teks.

1b

Dalam NTG terdapat kata κρίνειν yang artinya untuk mengadili. Kritik aparatus naskah-naskah Unsial Utrecht, Dresden, mengusulkan untuk menggantikan kata itu dengan kata κρίναι yang artinya hakim. Penulis menolak Kritik aparatus naskah-naskah Unsial Utrecht, Dresden, mengusulkan untuk menggantikan kata itu dengan kata κρίναι yang artinya hakim.

1c

Dalam NTG terdapat kata νεκρους yang artinya mati. Kritik apparatus dari naskah-naskah Unsial London Sinaiticus Athos, Wolfenbuttel mengusulkan untuk menambahkan kata κατα yang artinya melawan, naskah-naskah Unsial London Alexandrius, Paris: Ephraemi Rescriptus, mengusulkan untuk tetap mengikuti teks. Penulis menolak Kritik apparatus yang mengusulkan untuk menambahkan kata melawan.

Ayat 2

Dalam NTG terdapat kalimat έπι τίμησο παρακάλεσον yang artinya adalah tegurlah, nasehatilah. Dalam kritik Aparatus perpustakaan London dan Britis, yang dalam manuskrip-manuskrip yang lebih awal tidak memiliki cara keseragaman yang lengkap, di dalam teks bacaan dari manuskrip-manuskrip asli dari Sinai, Athos dan semua teks tradisi Latin dengan pengecualian semua versi koptik. Penulis menerima usulan dan penjelasan kritik Aparatus karena menjelaskan penggunaan teks dan kalimat.

Ayat 3

Dalam NTG terdapat kalimat ίδίας έπιθυμίας yang artinya adalah keinginan sendiri. Dalam kritik Aparatus komentar-komentar manuskrip 630 versi Paris dan Roma, dari teks mayoritas naskah Yunani diganti dengan kalimat επιθυμιας τας ιδιας yang artinya adalah keinginan mereka sendiri. Penulis menerima kritik Aparatus karena setelah dibandingakan dengan kalimat sebelum dan selanjutnya memperjelas makna teks.

Ayat 5a:

Dalam NTG  terdapat kata κακοπάθησον yang artinya adalah menanggung penderitaan.  Dalam kritik Aparatus versi Vulgata manuskrip-manuskrip teks bapa gereja telah diedit. Penulis menolak kritik aparatapparatusa jika diedit akan memperkabur makna teks.

5b:

Dalam NTG terdapat kata κακοπάθησον yang artinya menanggung pendertaan. Kritik aparatus naskah-naskah Usial London Alexandrius.  Untuk tempat yang ditandai dalam teks menambahkan kalimat καλσ στρατιωτης Χριστου Ιησου yang artinya adalah prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Penulis menolak kritik aparatus karena memperkabur makna teks.

Ayat 6

Dalam NTG terdapat kalimat άναλύσεώς μου yang artinya adalah kepergian saya. Dalam kritik Aparatus naskah-naskah Unsial Cambridge: Bezae Cantabrigiensis, Moskow, Athena; Lerma; London; New York; Patmos; Citta del Vaticano; St. Petersburg; Tesalonikal wina, athos.  mengusulkan untuk diganti dengan kalimat εμης αναλυσεως yang artinya dari analisa. Dari teks mayoritas naskah Yunani menunjukkan bahwa sebuah teks manuskrip mengandung seluruh atau sebagian dari teks Vulgata. Naskah-naskah Unsial London Sinaiticus Paris: Ephraemi Rescriptus, Cambridge, Dresden, Wolfenbuttel, Codex Yunani lama Munchen, Univ Bibl, mengusulkan untuk tetap pada teks. Penulis menolak kritik Aparatus karena memperkabur makna teks dan memiliki arti yang berbeda.

Ayat 7

Dalam NTG terdapat kalimat καλον αγῶνα yang artinya pertandingan baik. Dalam kritik Aparatus naskah-naskah Unsial Paris: Claromontanus, Moskow, Athena; Lerma; London; New York; Patmos; Citta del Vaticano; St. Petersburg; Tesalonikal Wina, St. Petersburg Athos,  mengusulkan kalimat αγωνα τον καλον yang artinya adalah melawan kebaikan, seuai dengan 18 manuskrip dari para leluhur atau saksi dari abad ke-13. Naskah-naskah Unsial London Sinaticus, Paris: Rescriptus, Cambridge, Dresden mengusulkan untuk tetap mengikuti teks. Penulis menolak kritik Aparatus karena memperkabur makna teks dan memiliki arti yang berbeda, dan menerima . Naskah-naskah Unsial London Sinaticus, Paris: Rescriptus, Cambridge, Dresden mengusulkan untuk tetap mengikuti teks.

Ayat 8

Dalam NTG terdapat kata πᾶσιν yang artinya adalah kepada semua. Dalam kritik Apartus Cambrige, Athos dan semua teks tradisi Latin, terjemahan Latin dari karya bapa gereja Yunani dan Alkitab versi kuno terjemahan Siria pada abad ke-5, mengusulkan untuk menghilangkan kata berikutnya dari πᾶσιν. Penulis menolak kritik Aparatus karena didukung oleh sumber-sumber yang ada.

3.5.3. Terjemahan Akhir

                 Setelah melakukan analisa teks yakni analisa apparatus dan analisa perbandingan terjemahan, maka penulis menyimpulkan teks (2 Tim. 4:1-8) sebagai terjemahan akhir dalam memulai pendekatan eksegese, yaitu sebagai berikut:

Ayat 1             : Aku bersunggu-sungguh di hadapan Tuhan dan Yesus Kristus yang akan menghakimi yang hidup dan yang mati dan dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya.

Ayat 2             : Memberikan Firman. Harus siap di waktu yang tepat maupun waktu yang tidak tepat. Meyakinkan,  menegur dan menasehati dengan penuh telaten dan pengajaran.

Ayat 3             : Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar mereka guru-guru yang memiliki pendengaran yang gatal

Ayat 4             : Dan dari kebenaran yang didengar, mereka akan berpaling kepada mitos yang menyimpang.

Ayat 5             : Bagaimanapun kamu harus sadar dalam segala hal, menanggung penderitaan pekerjaan yang dilakukan seorang penginjil, melakukan pelayanan kamu sepenuhnya.

Ayat 6             : Aku sudah dicurahkan dan waktu kepergianku telah tiba

Ayat 7             : Perjuangan yang telah kuperjuangkan, perlombaan yang telah kuselesikan, iman yang telah kujaga.

Ayat 8             : Mulai sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan memberikan kepadaku Tuhan. Hakim yang benar, tidak hanya kepadaku tetapi juga untuk semua orang yang mencintai kedatang-Nya.

3.6. Tafsiran

Ayat 1

Aku bersunggu-sungguh di hadapan Tuhan dan Yesus Kristus yang akan menghakimi yang hidup dan yang mati dan dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya.

Pasal ini diawali dengan kata-kata yang berfungsi sebagai sumpah, Aku bersungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan Yesus Kristus yang akan menghakimi yang hidup dan yang mati dan dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya, gunanya ialah untuk menekankan dan menegaskan bagaimana pentingnya nasihat yang akan disebutkan ayat-ayat berikutnya.

Paulus memberikan suatu nasihat yang tegas sekali Timotius, serta berpesan supaya ia menunaikan kewajibanyan. Paulus memberikan pesanya dengan sungguh-sungguh. Seolah-olah Paulus dan Timotius berdiri di hadapan Tuhan Allah dan Tuhan Yesus, dan mereka ikut  mendengarkan apa yang dikatakan  Paulus kepada Timotius, Paulus juga mengingatkan bahwa Tuhan Allah dan Tuhan Yesus menilik Timotius, dan kelak suatu hari, yaitu pada kedatangan-Nya Ia akan menghakimi tiap-tiap hamba-Nya.[132] Di dalam Kitab Timotius Allah dan Kristus disebut sebagai saksi pada saat memberikan pesan kepada Timotius di hadapan Allah dan Kristus Yesus aku berpesan Kepadamu itu menandai bahwa apa yang ia sampaikan amat penting. Dalam pesan tersebut terdapat kata-kata yang lebih serius; dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya diucapkan lagi yang akan menghakimi[133], dalam hal ini juga menjelaskan bahwa Allah akan menghakimi umat-Nya dengan perantaraan Kristus pada akhir zaman, dan yang diadili adalah orang yang hidup dan orang yang mati, yaitu orang-orang yang pada saat kedatangan Yesus kedua kalinya, dan orang-orang yang mati tetapi dibangkitkan untuk pengadilan terakhir. 

 Kedatangan Dia dan kerajaan-Nya[134]. Kata kedatangan kadang-kadang dipakai dalam arti pernyataan-Nya[135], yaitu kedatangan Kritus yang kedua kalinya yang bertujuan untuk pengadilan terakhir dan untuk membawa Kerajaan-Nya kepada kesempurnaan. Kata-kata ini dengan sengaja dibubuhkan dan mengandung peringatan bagi Timotius, bahwa pada akhir zaman ia harus mempertanggung-jawabkan penunaian tugasnya di hadapan Hakim yang akan datang. Paulus sendiri pun telah siap untuk pertanggungan jawab itu.[136]

Terdapat kata “Aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu” dibagian ini melukiskan saat yang penting dan Paulus ingin agar Timotius menyadarinya. Ucapan ini sangat penting, dikatakan penting, bukan hanya karena Paulus sedang menghadapi saat kematiannya, bahkan lebih daripada itu karena baik Paulus maupun Timotius akan dihakimi kelak apabila Yesus Kristus datang untuk kedua kalinya. Sungguh baik kalau kita semua sewaktu-waktu memikirkan fakta bahwa kelak kita akan berhadapan muka dengan Allah dan pekerjaan kita akan dihakimi. Bagaimanapun juga, kesadaran akan pentingnya masa ini mendorong untuk melakukan pekerjaan itu dengan hati-hati dan dengan setia[137]. Paulus juga berpesan dengan sunguh-sungguh demi Allah, demi Kristus, Hakim yang akan datang yang kedua kalinya. Dalam Perjanjian Baru, bahwa Yesus akan menghakimi semua orang (Bnd. Kis 17:31; Rm. 2:16).[138]

Jadi penulis memahami bahwa akan ada waktunya ketika kedatangan Yesus yang kedua kali, semua umat yang percaya itu akan dihakimi. Sehingga dalam eksegesenya Paulus menasehati Timotius teman sepelayanannya supaya lebih sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan Tuhan, memberitakan kabar baik mengenai Allah.

Ayat 2

Siap sedia memberitakan Firman (2a)

Kata Siap Sedia dalam bahasa aslinya memakai kata έπίστηθι (ephistepi) dalam bentuk verb imperative aorist active 2nd person singular.[139] Kata “Imperative” menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus dilakukan. Kata Aorist menunjukkan keterangan waktu di mana dilakukan sekali dan berlaku untuk selama-lamanya yang menunjukkan perbuatan yang memberikan dampak yang berarti bagi orang yang telah menerima perbuatan tersebut. Jadi siap sedia dengan demikian artinya dilakukan sekali dan berdampak untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara aktif. Kata 2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua tunggal (kamu). Dari kasus ini, menunjukkan suatu perintah kepada Timotius untuk terus siap sedia dalam memberitakan Firman yang dilakukan terus-menerus baik atau tidak baik waktunya dan berdampak bagi dirinya dan orang lain. Kata έπίστηθι (ephistepi) berasal dari akar kata έϕίστημι (ephistemi) yang artinya berdiri dekat, siap sedia, menyerbu.[140] Jadi Paulus secara tegas mendesak Timotius untuk siap sedia memberitakan Injil baik atau tidak baik waktunya, dan menyatakan apa yang salah, menegur dan menasehati dengan segala kesabaran dalam pengajarannya. Dalam bukunya Zodhiates kata έπίστηθι (ephistepi) memiliki arti “associates with oneself” artinya berhubungan dengan dirinya.[141] Siap sedia yang dimaksud ialah karena jemaat tidak akan lagi merasakan pelayanan-pelayanan Rasul Paulus, siap sedia yang dimaksud juga memiliki arti bahwa siap sedialah memberitkan Firman dalam keadaan apapun, keadaan suka maupun duka, baik saat kita dapat melihat buahnya maupun tidak. Kemudian siap sedia ini juga dipahami sama seperti amanat agung.

Menurut Friberg kata siap sedia menggunakan kata “be always alert to” yang artinya selalau waspada.[142] Sedangkan Newman mengatakan kata siap sedia menggunakan kata “stand by[143] yang artinya siaga. Jadi dari semua kata di atas dapat diartikan bahwa dalam penguasaan diri Timotius harus selalu waspada dan siaga memberitakan Firman terhadap dirinya sendiri dalam menghadapi guru-guru palsu yang menyebarkan ajaran sesat, oleh karena itu Timotius harus berani mengungkapkan kesalahan dan menegur mereka yang berbuat kesalahan, menasehati mereka agar kembali kepada jalan yang benar. Dalam bukunya Barclay mengatakan bahwa Paulus mendorong agar memberitakan firman baik atau tidak baik waktunya. Bahwa dalam memberitakan Injil diperlukan waktu yang tepat untuk berbicara, harus ada sopan santun, namun demikian dalam pemberitaan Injil tidak memandang tempat atau waktu yang tepat.[144]  

Henry mengatakan: “Siap sedialah memberitakan firman merupakan perintah Rasul Paulus kepada Timotius untuk memperingatin orang-orang yang ada dibawah tanggung jawabmu untuk berjaga-jaga terhadap dosa, untuk menjalankan kewajiban kereka. Peringatkanlah mereka untuk bertobat, percaya dan hidup kudus, dan lakukanlah ini baik atau tidak baik waktunya. Baik atau tidak baik waktunya yaitu ketika mereka sedang merasa senang untuk mendengarkan engkau, atau ketika datang sesuatu kesempatan istimewah yang menguntungkan untuk berbincang-bincang dengan mereka. Bahkan, lakukanlah itu meskipun tidak baik waktunya, sekalipun tampak tidak ada kemungkinan untuk menanamkan sesuatu pada mereka. Sebab angin bertiup kemana ia mau. Taburlah benih kita pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istrahat kepada tangan kangan kita pada petang hari (Pkh. 11:6). Kita harus melakukannya ketika baik waktunya, yaitu harus melakukan meskipun tidak baik waktunya, yaitu kita tidak boleh mengengsampingkan kewajiban dengan alasan waktunya tidak baik.”[145]

Penulis sependapat dengan Matthew Henry bahwa firman Tuhan harus diberitakan baik atau tidak baik wakunya walaupun mereka tidak menerima. Dan hal itu merupakan tanggung jawab Hamba Tuhan untuk membawa mereka supaya bertobat, percaya dan hidup kudus. Sedangkan Arichea mengatakan bahwa siap sedia baik atau tidak baik waktunya ia memberikan arti “terus giat” melakukan kegiatan meskipun ada perlawanan tantangan.[146] Jadi Timotius dianjurkan untuk tetap gigih memberitakan Injil karena sudah menjadi tugasnya sebagai pemberita. Jadi dapat disimpulkan bahwa mengabarkan berita Allah itu dilakukan terus menerus supaya orang mendengarkan Injil. Juga hendaknya meyakinkan orang untuk menunjukkan kesalahan dan memberi dorongan kepada mereka dan memiki sikap mengajar orang dengan sesabar mungkin.

Memberitakan Firman (2b)

Memberitakan Firman. Κερυσσο Kerusso dalam bentuk kata kerja aorist aktif artinya perbuatan yang sudah dilakukan pada masa lampau dan terus menerus dilakukan juga sampai saat ini. Arti katanya ialah mewartakan dengan keras memberitakan paling sering berdasarkan pada Allah. Ketika tuan Robert Cecil diminta untuk mengatakan apa yang dia anggap atau dipertimbangkan hal yang paling berguna yang dapat dilakukan Gereja untuk membantu tujuan pendamaian dunia, dan ia menjawab, memberitakan Injil. Ada prasangka yang terkenal terhadap kata memberitakan atau berkotbah. “Jangan berkhotbah padaku”. Kata orang muda pada orang yang lebih tua. Ketika kritikus ingin menganggap bahwa drama atau puisi sebagai seni yang buruk, mereka menganggap bahwa itu berkhotbah. Berkhotbah bagi beberapa orang yang setara dianggap membosankan. Itu diakibatkan orang-orang membayangkan bahwa berkhotbah atau memberitakan Firman berarti berbicara dari moral kepada rakyat di tingkat yang lebih rendah. Menyuarakan ajaran tentang moral yang saleh tanpa keyakinan mendalam yang lahir dari pengalaman, atau mengoceh sebagai hal rutin apa yang seharusnya menjadi berita paling menarik yang pernah terekam telinga manusia. Ketika Paulus berbicara tentang kebodohan berkhotbah atau memberitakan Firman, yang ia maksudkan sangat berbeda dari semua itu, tetapi memberitakan kabar baik tentang Tuhan yang diwahyukan dalam Kristus. hidup bukanlah tragedi yang tidak berarti tetapi persekutuan yang mulia dengan Bapa. Tugas memberitakan Firman bukanlah pekerjaan yang membosankan tetapi kesempatan untuk menjadi perbudakan kejahatan tanpa akhir, karena Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Kematian bukanlah kekalahan bagi roh, karena anugerah Tuhan adalah hidup yang kekal. Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia, iman kita.[147]

Menurut Budiman dalam buku “Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral” memberitakan Firman adalah tugas utama bagi Timotius, juga bagi Paulus. Justrus karena Allah akan menghakimi semua orang sesuai dengan Injil, maka orang-orang itu perlu mendengar Injil dan bertobat. Besarlah tanggung jawab orang yang  memberitakan Injil. Siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, Timotius dan setiap penginjil harus siap memberitakan Injil pada segala waktu itu tepat atau tidak tepat untuknya. Si penginjil harus memberitakan Injil tanpa membuang waktu. Nyatakanlah apa yang salah, tidak cukup Timotius hanya memberitakan Injil. Ia juga harus melawan ajaran sesat, karena ajaran sesat itu akan memalsukan Injil dan meracuni jiwa manusia. Tegorlah apa yang tidak benar pada kelakuan hidup manusia, tidak boleh dibiarkan, melainkan orang itu harus ditegor, supaya ia bertobat dan tidak binasa. Dan nasehatilah, mengajarkan supaya menunjukkan jalan-jalan baru untuk hidup orang itu. Dengan segala kesabaran atau dengan telaten dan pengajaran, kesabaran terhadap orang yang berdosa tidak boleh membawa Timotius (dan tiap penginjil) kepada kelengahan, sehingga membiarkan orang itu di dalam dosanya. Orang itu harus diberi pengajaran tentang jalan yang benar. Sebaliknya pengajaran yang diberikan tidak boleh dengan sikap sombong, keras dan memandang rendah orang berdosa, melainkan dengan sikap sabar, karena Timotius (penginjil) harus menyadari kelemahannya sendiri, ia sendiri juga bukan orang sempurna.[148]

Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Budiman bahwa mengabarkan berita tentang Allah itu dilakukan terus menerus dan harus sepenuh hati supaya orang mendengarkan Injil dan hendaknya meyakinkan orang untuk menunjukkan kesalahan dan memberi dorongan kepada mereka dan memiliki sikap mengajar orang dengan sesabar mungkin. Dalam menunjukkan kesetiaan pelayan kepada Tuhan harus berani menyatakan kesalahan dengan ketegasasan, yang memiliki tujuan supaya membawa orang menemukan sebuah kebenaran dengan membuktikan atau meyakinkan seorang melakukan kesalahan yang tidak sesuai lagi dengan Firman Tuhan. Pelayan Tuhan harus memberikan pengajaran tentang jalan yang benar. Sebaliknya pengajaran yang diberikan tidak boleh dengan sikap sombong, keras dan memandang rendah orang berdosa, melainkan dengan sikap sabar.

Mengajar Firman Dengan Sabar (2b)

Kesabaran dalam bahasa aslinya memakai kata μακροθυμια (makrothumia) dengan kasus noun dative feminine singular[149] yang artinya kesabaran.[150] Kata μακροθυμια (makrothumia) dalam buku Friberg memiliki arti as a state of emotional quietness, artinya menenangkan emosional diwajah. Hal ini menunjukkan bahwa rasul Paulus menasehati Timotius untuk tetap meredakan hatinya dengan tidak dipengaruhi pikiran yang jahat dalam memberitakan firman Tuhan serta dalam menyatakan yang salah. Kata μακροθυμια (makrothumia) dalam buku Thayer memiliki arti perseverance yang artinya ketekunan.[151] Dalam hal ini Rasul Paulus menasehati Timotius supaya ia sungguh-sungguh dalam memberitakan firman Tuhan dan menyatakan yang salah. Hauspei dalam bukunya kata μακροθυμια (makrothumia) memiliki arti endurance yang artinya daya tahan.[152] Dalam hal ini Timotius seharusnya memiliki kekuatan dalam memberi pengajaran di dalam menghadapi ajaran sesat. Henry mengartikan kata kesabaran yaitu tidak menyerah.[153] Jadi kata sabarlah menunjukan sikap seseorang di dalam menghadapi sesuatu hal, baik dalam kondisi senang maupun dalam kondisi yang buruk tidak mudah menyerah. Dari eksegese di atas dapat diartikan bahwa kesabaran merupakan sikap yang harus dimiliki sesorang di dalam menghadapi sesuatu hal dengan tidak pernah menyerah. Jadi Rasul Paulus memberi nasihat kepada Tomotius di dalam pelayannya supaya ia lebih sungguhsungguh dan merendahkan hati supaya ia bisa mengendalikan emosinya di dalam memberitakan firman Tuhan dan dalam menyatakan kesalahan dengan tidak pernah menyerah.

Ayat 3-4

Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar mereka guru-guru, yang memiliki pendengaran yang gatal, Dan dari kebenaran yang didengar, mereka akan berpaling kepada mitos yang menyimpang.

            Sejak zaman para nabi paling awal beberapa orang hanya ingin mendengar hal-hal yang menyenangkan. Mereka memuji orang-orang yang telah mengatakan apa yang orang-orang ingin dengar dan telah melempari para nabi dengan kebenaran yang tidak menyenangkan. Para nabi bernubuat tidak sesuai dengan fakta, dan para imam memegang pemerintahan dengan cara mereka, dan orang-orang senang melihat seperti yang diterapkan para imam. Jadi Paulus memperingatkan Timotius bahwa kadang-kadang orang-orang tidak akan menerima pengajaran yang sehat, tetapi akan mengumpulkan guru untuk mereka sendiri sesuai dengan keinginan mereka. Kadang-kadang jemaat pada dewasa ini mengharapkan pendeta mereka untuk mengatakan selalu sesuatu hal yang mereka senangi atau enak untuk didengar, dan mereka akan lari dari guru yang mengungkapkan atau mengajarkan sebuah kebenaran. Paulus memperingatkan Timotius bahwa mereka harus siap untuk ditinggalkan. Tetapi orang-orang yang bersikeras memiliki guru yang menuruti keinginan mereka dengan memberi tahu mereka apa yang ini mereka dengar. Pada akhirnya akan kehilangan kebenaran dan akan mempercayai mitos. Pemerintahan yang totaliter telah menghidupkan kembali kebebasan ajaran sesat, bahwa kebenaran dapat dibuat agar sesuai dengan teori politik, apakah itu kebenaran dalam seni, sains, hubungan manusia, atau bahkan kosmologi, dan tidak lagi mengatas dasarkan kebenaran menurut Alkitab.[154]

            Ayat ini dan ayat 4 memberikan alasan dan dasar untuk pesan yang sungguh-sungguh di ayat sebelumnya (ayat 1). Hubungan ini terlihat lewat kata penghubung; karena kata kerja yang dipakai di ayat 3 dan 4 berbentuk kala mendatang. Namun tampaknya ayat ini menyatakan tentang peristiwa yang sedang terjadi, yang juga cocok untuk menggambarkan mengenai masa mendatang. Ini karena umumnya orang-orang pada masa itu meyakini bahwa ketika Akhir Zaman makin mendekat, kejahatan akan terus meningkat. Mengenai waktu/masa dalam beberapa bahasa, orang tidak dan tidak biasa mengatakan waktu datang. Untuk itu kata-katanya lebih disederhanakan “Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar mereka guru-guru yang memiliki pendengaran yang gatal.” Mengenai mengumpulkan itu diterjemahkan yang berarti menambah sesuatu hingga jumlahnya lebih banyak, tetapi bukan berarti menempatkan semua guru-guru itu disuatu tempat. Oleh karena itu kata ini juga dapat diterjemahkan menjadi memanggil  guru-guru yang mereka sukai, yaitu guru-guru yang hanya mengatakan hal-hal yang menyenangkan pendengaran mereka. Menurut keinginannya diterjemahkan dari arti harafiah menurut kehendaknya. Pendengaran yang gatal diterjemahkan dari kiasan yang secara harafiah berarti memuaskan keinginan telinga, yang dipakai untuk menggambarkan keingintahuan. Makna kiasan tersebut ialah apa yang menyenangkan dalam pendengaran mereka atau mengatakan hal-hal yang menyenangkan mereka.[155]

            Kata memalingkan atau berpaling dalam bahasa Yunani memakai kata άποστρεφουσιν apostrephousin dari akar kata άποστρεφω apostrepho yang menunjukkan kata kerja, yang artinya berhenti mendengarkan. Jadi kajian eksegesenya ialah Paulus menegaskan supaya mereka berhenti mendengarkan ajaran sesat yang ada pada saat itu. Memperingatkan Timotius juga supaya tetap memberitakan kebenaran[156]

            Dalam buku R Budiman terdapat beberpa penjelasan mengenai ayat 3-4, karena akan datang waktunya- ini menerangkan, mengapa Timotius tidak boleh membuang waktu, tetapi siap sedia memberitakan Injil, baik atau tidak waktunya. Orang tidak tahan lagi menerima ajaran sehat, pada akhir zaman akan timbul roh penyesat dan kemerosotan moral, yang menjadikan orang tidak suka mendengarkan Injil, karena Injil mengandung kritik terhadap sikap dan kelakuan hidup mereka. Pada saat itu juga mereka akan mengumpulkan guru-guru yang menurut mereka mengajarkan hal hal yang menyenangkan bagi mereka, kata mengumpulkan dalam bahasa aslinya ialah “menumpukkan” yang menunjukkan banyaknya guru-guru yang dengan silih berganti memberikan ajaran-ajaran baru. Oleh karena itu mereka tidak suka lagi mendengarkan kebenaran Injil, mereka hanya terbuka untuk dongeng-dongeng atau mitos, yang menawarkan unsur-unsur keselamatan baru tetapi sebenarnya kosong dan merupakan penipuan diri. Banyak orang pada zaman modern tidak dapat lagi menerima Injil, yang dianggapnya terlalu simple, usang dan kolot. Mereka hanya mau menerima teori-teori yang nampaknya akaliah dan ilmiah, tetapi pada dasarnya menyesatkan dan menipu.[157]

            Setiap penginjil maupun pemberita Injil lainya harus serius dan siap sedia memberitakan Firman, pemberita Injil yang tidak serius dan tidak siap sedia dapat  membuat orang-orang tidak lagi mampu memahami permasalahan sulitnya ekonomi pada zaman sekarang. Akibatnya banyak orang yang lari meninggalkan kepercayaannya dan mencari sesuatu yang bisa membantu mereka dalam menyelesaikan permasalahan mereka, dan pada akhirnya Gereja sekarang ini akan mengalami kemerosotan iman dan mengalami kemerosotan moral.

            Penulis menyetujui ketika Paulus memperingatkan Timotius supaya tetap semangat dan tidak boleh lengah dalam memberitakan kebenaran. Supaya orang-orang pada saat itu tidak percaya dengan dongeng atau cerita yang mereka anggap itu benar dan nyaman untuk didengar, sehingga kebenaran Allah akan semakin kabur, dan banyak orang tidak mempercayai kedatangan Yesus yang kedua kalinya.

Mengajar Firman dengan Benar (ayat 4)

Kata memalingkan dalam bahasa aslinya memakai kata άποστρέψουσιν (apostrephoson)[158] artinya memalingkan. Dari akar kata άποστρέϕω (apostropho) menggunakan kasus verb indicative future active 3rd person plural. Verb menunjukkan kata kerja. Kata indicative menunjukkan sebuah indikasi. Future menunjukkan kata keterangan aktu yang akan datang. Active menunjukkan keterlibatan secara aktif. 3rd person menunjukkan personal yaitu orang ketiga. Plural menunjukkan jamak. Fribreg mengartikan kata άποστρέϕω (apostropho) dengan kata “Stop Listening”[159] artinya berhenti mendengarkan. Newman mengartikan kata άποστρέϕω (apostropho)[160] dengan kata ”refuse”artinya menolak. Kata telinga dalam bahasa aslinya άκοήν (akoen) dari akar kata άκοή (akoe) dengan kata “Hearling” artinya kesanggupan mendengar. Louw mengartikan kata άκοή (akoe) ability to hear[161] artinya kemampuan mendengar. Kata kajian eksegese diatas bahwa Rasul Paulus menegaskan agar hendaknya mereka berhenti mendengarkan ajaran sesat yang ada pada saat itu. Oleh karena itu Paulus menekankan kepada Timotius supaya tetap mengajarkan pengajaran dengan benar. Henry mengatakan bahwa orang-orang yang membuka diri bagi dongeng-dongeng pertama-tama memalingkan telinga mereka dari kebenaran, sebab mereka tidak dapat mendengar. Allah dengan adil membiarkan orang membuka dongeng dan jika mereka jenuh dengan kebenaran, dan mereka membiarkan mereka disesatkan dari kebenaran oleh dongeng.[162] Penulis menyimpulkan bahwa pada waktu itu orang-orang lebih mendengarkan dongengdongeng dari pada kebenaran yang benar, oleh karena itu jika sudah jenuh maka mereka akan disesatkan oleh diri mereka sendiri, oleh karena itu Paulus sangat menegaskan Timotius supaya mengajar firman dengan benar agar mereka dapat memalingkan telinga mereka kepada pengajaran yang benar.

Ayat 5

Sabarlah Menderita (ayat 5b)

Kata Sabarlah dalam bahasa aslinya memakai kata κακοπάθησον (kakopahteson) artinya kesukaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kesabaran akan menimbulkan kesukaran dalam hati untuk menguji setiap kesabaran muncul dalam permukaan diri seseorang. κακοπάθησον (kakopahteson) menggunakan kasus dalam bentuk verb imperative aorist active 2nd person singular from.[163] “Imperative” menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus dilakukan. Kata Aorist menunjukkan keterangan waktu di mana dilakukan sekali dan berlaku untuk selama-lamanya. Dengan demikian kesabaran artinya dilakukan sekali dan berdampak untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara aktif. Kata 2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua tunggal (kamu). Dari kasus ini, merupakan perintah Paulus kepada Timotius bagaimana ia menunjukkan sifatnya untuk terus sabar dalam memberitakan Firman yang dilakukan sekali untuk selama-lamanya.

Kata κακοπάθησον (kakopahteson) berasal dari akar kata κακοπάθέω (kakopatheo) artinya menanggung penderitaan dengan sabar.[164] Jadi seorang hamba Tuhan harus sabar bahwa penderitaan-penderitaan pasti akan datang ketika ia menjalankan kewajibannya dengan setia. Dalam bukunya Newman kata κακοπάθέω (kakopatheo) memiliki arti “endure” artinya bertahan atau memikul.[165] Jadi dapat disimpulkan dalam setiap penderitaan untuk tidak menyerah namun tetap berpegang teguh dan bertahan sampai pada akhirnya. Friberg mengatakan dalam bukunya κακοπάθέω (kakopatheo) memiliki arti “courageously bear affiction” artinya dengan berani membawa penderitaan.[166] Yang dimaksud dengan berani membawa penderitaan ialah apapun yang menimpa dirinya ia harus membayar harga tanpa menggerutu dan menyesal. Jadi penulis menyimpulkan bahwa Rasul Paulus dengan sangat khidmat dan sungguh-sungguh menekankan Timotius untuk melakukan pekerjaan dan tugas sebagai pemberita Injil dengan tekun dan penuh kesabaran, berani menghadapi kesulitan yang ada dan tetap berpegang teguh atau bertahan dalam penderitaan dan setia dalam pelayanan dengan memenuhi semua bagiannya dengan pekerjaan yang mestinya. Dan perintah yang diberikan kepada Timotius ini harus dipandang oleh semua pelayan Injil sebagai perintah kepada diri sendiri.

Henry mengatakan dalam bukunya bertahan dengan sabar, janganlah berkecil hati akibat kesulitan-kesulitan yang engkau hadapi, tetapi tanggunglah itu dengan lapang, biasakanlah dirimu untuk menghadapi kesulitan. Dan ia harus menanggung penderitaan-penderitaan itu dengan sabar, seperti seorang pahlawan Kristen.[167] Yancey juga mengatakan bahwa ikutlah menderita sebagai prajurit yang baik dari kristus.[168] Kesimpulannya bahwa hamba Tuhan adalah prajurit yang terus berjuang meskipun harus menderita, agar semua orang dapat menyaksikan kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Hamba hendaklah tetap setia dan tulus,serta melakukan pelayanan dengan baik. Sanders menambahkan bahwa keberanian seorang pemimpin dinyatakan dengan kerelaannya menghadapi kenyataan dan kondisi yang tidak menyenangkan, kemudian bertindak tanpa keraguan menghadapi semua itu, sekalipun itu membuat dirinya semakin tidak disukai. Keberanian bukanlah untuk sesaat, melainkan terus ada hingga tugasnya selesai dikerjakan.[169] Jadi penulis menyimpulkan para pemimpin diharapkan menunjukkan keberanian dalam menghadapi penderitaan. Sabar dalam penderitaan dimaksud ialah bahwa apa yang dilakukan dalam kehidupan ini Paulus menasehatkan Timotius supaya dia harus mampu menahan apa yang menjadi keinginan daging dalam kehidupannya, karena memang di lingkungan hidupnya banyak sekali orang-orang suka mabuk-mabukan yang hanya memikirkan dirinya sendiri, sehingga Paulus dengan keras menasehatkan Timotius supaya mampu sabar dalam melayani jemaat yang pernah mereka layani.

Melakukan Pekerjaan Injil (ayat 5c)

Kata lakukanlah dalam bahasa aslinya menggunakan kata ποιέω (poieo) artinya berusaha. Kata ποιέω (poieo) berasal dari akar kata ποίησον (poison) artinya melakukan. Kata ποίησον (poison) menggunakan kasus verb imperative aorist active 2nd person singular. “Imperative” menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus dilakukan. Kata Aorist menunjukkan keterangan waktu dimana dilakukan sekali dan berlaku untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara aktif. Kata 2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua tunggal (kamu). Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam memberitakan Injil tidak hanya sekedar melakukan akan tetapi juga mempunyai usaha agar Injil dapat didengar oleh semua orang yang belum percaya pada saat itu. Menurut Newman Kata ποίησον (poison) memberi arti Act benevolently artinya bertindak dengan ramah atau murah hati.[170] Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pemberitakan Injil memiliki sikap ramah atau murah hati sehingga orang dapat mendengarnya. Friberg menyimpulkan kata ποίησον (poison) memiliki arti bring aobut artinya menyempurnakan.[171] Secara harafiah bahwa seseorang yang telah dipanggil untuk memberitakan Injil haruslah ia melakukan tindakan, usaha yang sempurna. Namun demikian disetiap tindakan dan usaha yang dilakukan dalam memberitakn Injil tidak lepas dari kuasa Allah dan doa sehingga Injil yang disampaikan sempurna.

Dalam bukunya Henry mengatakan bahwa Pekerjaan pemberita Injil adalah sebagai wakil para rasul, menyirami jemaatjemaat yang sudah ditanamkan oleh para rasul. Mereka bukanlah gembal yang nemetap, tetapi hanya sementara waktu tinggal, dan memimpin, di jemaat-jemaat yang sudah di tanamkan oleh para rasul, sampai mereka mendapat pelayanan yang tetap. Inilah pekerjaan Timotius.[172] Penulis setuju apa yang dikatakan oleh Henry bahwa Injil adalah tugas hamba Tuhan untuk memimpin dan menanamkan kepada jemaat-jemaat supaya mereka dapat mengenal Allah dan mendapatkan pelayanan. Melakukan pekerjaan Injil merupakan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Timotius sebagai seorang peracaya yang telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah, dan harus mengerjakan pekerjaan itu sampai akhir. Abieno mengatakan dalam bukunya: Rasul Paulus mengingatkan Timotius bahwa dalam mengerjakan pekerjaan Injil, Roh Kudus akan menolong dan memampukan. Keselamatan adalah pekerjaan dan anugerah Allah sebagai orang percaya tidak boleh angkuh, tidak boleh menggap dirinya utama dari orang lain, tetapi sebaliknya harus merendahkan diri.[173] Kesimpulannya bahwa dalam mengerjakan pekerjaan Injil tidak perlu takut sebab Roh Kudus akan menolong dan memampukan. Saputra memberikan dorongan bahwa dimanapun dan apapun pekerjaan kita, harus bersikap profesional dan harus memberikan pekerjaan baik. Karena itu jadilah pribadi yang manis.[174] Penulis menyimpulkan bahwa sebagai seorang pengajar harus mampu memberikan dorongan kepada jemaat yang menngajarkan Injil dan juga memiliki sikap bukan pemarah akan tetepi menjadi pribadi yang manis.

Brownlle mengatakan: Pekabaran Injil adalah pemberitaan kabar gembira tentang Tuhan dengan maksud supaya orang yang mendengar berita itu mengambil keputusan untuk bertobat kepada Kristus. Pekabaran Injil ditunjukkan kepada orang-orang yang bukan Kristen dan kepada segi-segi yang tidak Kristen dalam kehidupan orang-orang Kristen, dengan maksud supaya semua orang itu menyerahkan kehidupannya secara penuh kepada Tuhan.[175] Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Brownlle bahwa Injil untuk orang-orang yang belum percaya dan supaya Injil dapat di di beritakan agar setiap orang yang belum percaya dapat menerima Yesus sebagai Juruselamat. Melakukan pekerjaan pemberitaan Injil, serta melaksanakan tugas pelayanan yang dipercayakan kepadanya dengan tulus dan bertanggung jawab. Dengan begitu, ia pun mampu memberi bukti nyata di hadapan banyak orang, baik tentang kualitas seorang pengikut Yesus maupun kualitas seorang pemimpin Kirsten. Timotius diminta untuk meneladani kesetiaan dan ketabahan Rasul Paulus dalam melayani Kristus apa pun yang terjadi.[176]

Menyelesaikan Pelayanan Sampai Akhir (ayat 5)

Kata “tunaikanlah” dalam bahasa aslinya πληροϕόρησον (plerophoreo) yang artinya memenuhi. Dengan kasus verb imperative aorist active 2nd person singular. πληροϕόρησον (plerophoreo) menggunakan akar kara πληροϕορέω (plerophoreo) artinya memenuhi. Verb menunjukkan jenis kata kerja, sedangkan kata imperative menunjukkan bentuk kata perintah yang harus dilakukan. Dengan demikian kata tunaikanlah merupakan bentuk kata perintah yang harus dilakukan. Aorist menunjukkan bentuk waktu, yaitu dilakukan sekali untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara aktif. second person menunjukkan orang kedua, singular menunjukkan bentuk tunggal. Artinya perintah untuk menunaikan tugas pelayanan ditunjukkan kepada orang ke dua tunggal yaitu kamu (Timotius). Louw mengartikan kata πληροϕόρησον (plerophoreo)  dengan menggunakan make happen artinya mewujudkan.[177] Kata ini menunjukkan bahwa Timotius harus mewujudkan hasil dari pelayanan. Menyelesaikan tugas pelayanan Henry mengatakan bahwa ini merupakan suatukepercayaan yang besar yang diberikan kepadanya, dan karena itu ia harus memenuhinya, dan menjalankan semua bagian dari pekerjaannya dengan tekun dan penuh perhatian. Arichea mengatakan bahwa Timotius harus berbuat semua hal yang perlu dalam menjalankan tugasnya sebagai yang mengabdi kepada Allah. Dan mengerjakan semua pekerjaan yang telah ia perintahkan kepadanya.[178]

Wijanarko mengatakan dalam bukunya: Tunaikanlah tugas pelayananmu” bukan melayani dengan terpaksa, melainkan hidup dalam doa, Rajin mengikuti pertemuan Gerejani. Melayani dengan benar dengan semangat dan rindu akan kehadirat-Nya[179]. Penulis setuju dengan pernyataan Wijanarko bahwa melayani itu bukan unsur keterpaksaan atau didorong-dorong, melainkan melayani dalam kasih dan memiliki kerinduan kepada Allah dalam pemberitakan Injil. Sementara  Budiman lebih mengatakan bahwa lakukanlah tugas pelayananmu sepenuhnya tanpa kuatir akan penderitaan yang ada.[180] Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pekerjaan Injil hendaklah untuk tidak kuatir akan penderitaan yang ada namun harus berusaha menyelesaikan sampai akhir. Jadi, dari semua penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Rasul Paulus memerintahkan Timotius untuk memenuhi dan menyelesaikan tugas pelayanan yang telah dipercayakan kepadanya.

Ayat 6-7

Aku sudah dicurahkan dan waktu kepergianku telah tiba

Perjuangan yang telah kuperjuangkan, perlombaan yang telah kuselesikan, iman yang telah kujaga.

            Sesudah memberikan nasihat kepada Timotius di ayat-ayat sebelumnya, di sini Paulus menyebutkan serangkaian keinginan dan pesan terakhir, bahwa pelayanannya hampir selesai dan ajalnya hampir tiba. Dia telah bekerja sangat keras untuk Injil, dan sudah hampir sampai pada akhir perjalanannya di dunia, dan hadiah kemenangan telah menantinya. Dalam naskah Yunaninya, pernyataan terakhir dari Paulus di ayat 6-8 dimulai dengan “mengenai”, yang menghubungkan ayat 6-8 dengan ayat-ayat sebelumya. Dari kajian eksegesenya di sini Paulus menyatakan bahwa Timotius perlu sekali berusaha sebaik-bainya melakukan tugas pelayananya, karena Paulus tidak lagi akan ada untuk menolongnya. Ayat ini juga memperlihatkan dengan jelas bahwa Paulus merasa tidak akan dapat selamat dari penjara. Ia yang lebih tua merasa sudah mendapat panggilan dari Tuhannya untuk pulang dan orang yang lebih muda harus mengambil alih dan memikul tugas yang ditinggalkan.

            Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan,  bahasa Yunani σπενδομαι spendomai yang diterjemahkan sebagai dicurahkan adalah sebuah istilah yang biasa dipakai untuk perbuatan mencurahkan anggur di tempat ibadah (mezbah) sebagai persembahan kepada Tuhan. Jadi Paulus membandingkan kematianya dengan anggur yang dicurahkan sebagai persembahan, yaitu suatu kematian yang tidak sia-sia tetapi untuk kemuliaan Allah.[181] Jadi penulis mengkaji bahwa ayat ini menjelaskan bagaimana kepasrahan seorang Paulus yang sudah mencapai akhir dalam pelayananya dan ia sudah merasa tua dan merasa tidak sanggup lagi melanjutkan tugasnya sebagai rasul Allah. Sehingga ia memerintahkan Timotius untuk melanjutkan tugasnya sebagai pemberita Injil.

            Moffat menerjemahkan kata waktu kepergian telah tiba dalam frasa yang tajam. Waktuku untuk pergi telah tiba. Kematian, dalam bahasa Yunani άναλυσεως analiseos. Dengan lapang dada, Paulus mengakui dengan hati yang bersih bahwa pengetahuan dan pengabdian yang setia telah dipenuhi sampai akhir. Beberapa ahli mengatakan bahwa kiasan kematian (keberangkatan) berasal dari lingkungan pelayaran dan berkaitan degan pelepasan perahu dari tambatanya. Arti dari kiasasan tersebut memiliki kejelasan yang digunakan beberapa penerjemah, yaitu kematian yang memberikan kemuliaan bagi Allah. Dalam terjemahan Perjanjian Baru, berbicara tentang kematian sebagai contoh bahwa kematian itu ialah tidur Yoh. 11:11. Kemudian kematian tersebut diartikan sebagai berpindah dari rumah ke rumah yang lain. Di tempat yang lain kematian ini diartikan seperti persekutuan dengan Allah semakin erat. Dalam 2 Timotius mengartikan bahwa kematian itu direpresentasikan sebagai penobatan. Dalam terjemahan Perjanjian Baru tidak memberikan gambaran tentang kehidupan setelah kematian, namun dalam frasa yang tajam, terjemahan PB menegaskan keyakinan pada masa depan yang sangat indah dijelaskan dengan kata kata yang objektif.[182] Dalam buku Tafsiran Masa Kini  diungkapkan bahwa Paulus siap sedia mati martir, dan berharap akan penyempurnaan keselamatan yang akan diberikan oleh Allah, pada hari di mana Ia akan  datang sebagai hakim, bagi semua orang yang menunjukkan harapannya pada kedatangan-Nya. Jadi Paulus dengan sangat meminta Timotius secepat mungkin datang kepadanya, mengajak Markus dan membawa sebagian dari barang miliknya yang ditinggalkannya di Troas.[183] Mengenai kata sudah dekat di sini mengungkapkan bahwa sesuatu yang akan segera terjadi.[184]

            Selanjutnya dengan gambaran-gambaran yang hidup, Paulus masih berbicara mengenai dirinya sebagai  pemenang dari pertandinganya dengan baik. Tampaknya ia tidak menggunakan tiga gambaran yang berbeda, melainkan satu gambaran dari  tiga bidang kehidupan yang berbeda, melainkan satu gambaran dari arena perlombaan. Kata Yunani untuk perlombaan adalah αγόν, agon yaitu kata pertandingan dalam dalam arena. Paulus telah mencapai akhir dan dan menyadari bahwa ia telah menyajikan penampilan yang baik. Dalam buku William Barclay menyatakan “Aku telah Memelihara Iman”, ungkapan ini dapat memiliki lebih dari satu arti. Jika dilihat dari latar belakangnya, pertandingan utama bangsa Yunani adalah olimpiade. Semua atlet terkenal di dunia hadir untuk mengikutinya. Sehari sebelum pertandingan dimulai, semua peserta berkumpul untuk mengikuti sumpah dengan khidmat di hadapan para dewa bahwa mereka telah melakukan latihan tidak kurang dari sepuluh bulan dan bahwa mereka tidak akan menggunakan cara-cara curang untuk meraih kemenangan. Karena itu Paulus ingin mengungkapkan, Aku telah mematuhi semua aturan. Aku telah bertanding. Mati dengan mengetahui bahwa dirinya tidak pernah melanggar aturan dalam lomba kehidupan yang terhormat ini merupakan suatu kemuliaan.[185]  Kata iman ditafsirkan sebagai ajaran. Jadi dalam hal ini Paulus mengatakan bahwa ia telah memelihara ajaran Kristen atau kabar baik dan menjaganya dari peruskan. Ada juga yang menafsirkan iman dengan  kepercayaan, sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang. Ini berarti bahwa Paulus telah setia pada pelayanan yang telah dipercayakan kepadanya.[186] Jadi kajian eksegesenya ialah Aku telah bekerja keras bagaikan seorang atlit yang ikut dalam sebuah pertandingan yang mulia, dan aku telah menyelesaikan dengan tuntas. Aku telah memberitakan dan menjaga kabar baik itu dengan setia.

Ayat 8

Mulai sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan memberikan kepadaku Tuhan. Hakim yang benar, tidak hanya kepadaku tetapi juga untuk semua orang yang mencintai kedatang-Nya.

            Paulus kembali menggunakan istilah dari lingkungan pertandingan olah raga, yang telah mendapatkan hadiah kemenagan. Kata sekarang dalam bahasa Yunani ialah λοιπόν loipon yang berarti juga selanjutnya atau sejak sekarang atau sejak saat ini. Kemudian telah disediakan dalam bahasa Yunani άπόκεταί apokeitai yang berarti juga disimpan atau disediakan, dalam bentuk pasif. Itu berarti bahwa Allahlah yang menyediakan Mahkota kebenaran bagi Paulus. Mahkota di sini bukan merupakan lambang kekuasaan, tetapi lambang kemenangan. Dalam buku Ensiklopedia Alkitab mengatakan bahwa mahkota itu ialah hiasan khas kepala, umunya dirias, dipakai oleh raja-raja dan orang-orang besar lainya. Mahkota imam besar ialah sebuah jamang patoni emas dengan tulisan “Kudus bagi Tuhan”, diikatkan kepada serban oleh seutas tali biru, yang menjadi lambang kesalehan.[187]  Pada saat itu Paulus beralih dari penghakiman manusia menuju pada penghakiman Allah. Ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan berdiri di hadapan pengadilan Romawi dan bahwa hanya ada satu keputusan terakhir. Ia tahu bahwa pengadilan Nero-lah yang akan berlaku, tetapi ia juga tahu bahwa penghakiman Allah juga akan terjadi. Orang yang akan mengabdikan hidupnya bagi Kristus tidak akan peduli orang menyumpahi dirinya sepanjang ia mendengar. Paulus masih menyampaikan bahwa mahkota yang menantikanya bukanlah hanya bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi semua orang yang merindukan kedatangan Sang Raja.[188] Tuhan di sini jelas berarti Yesus Kristus, karena Dia disebut sebagai hakim yang adil 2 Tim. 4:1, dan ayat ini juga menyinggung tentang kedatangan-Nya. Hakim adalah orang yang menimbang atau menilai perbuatan seseorang selama hidup orang itu, lalu hakim itu membuat keputusan apakah orang itu bersalah atau tidak.[189]

3.7. Kesimpulan Tafsiran

Berdasarkan kajian eksegese 2 Timotius 4:1-8 penulis membuat kesimpulan bahwa teks ini merupakan sebuah ajakan, kewajiban seorang pemberita Injil yang setia, ketika Paulus berpesan kepada Timotius dengan sungguh-sungguh, supaya Timotius cepat bertindak dalam memberitakan Injil. Paulus juga menasehati untuk melakukan hal-hal tertentu sehubungan dengan realitas hari penghakiman/hari kebangkitan. Hal ini yang menyebabkan Paulus bergegas memperingatkan Timotius berulang-ulang karena akan datang waktnya hari penghakiman, ketika kedatangan Yesus yang kedua kalinya, karena pesannya orang-orang percaya harus hidup setiap hari seolah-olah hari ini adalah hari terakhir, sehingga ditegaskan kepada Timotius supaya bergegas memberitakan tentang kebenaran, karena ada saatnya nanti orang-orang tidak akan percaya lagi atau orang-orang tidak akan tahan lagi dengan ajaran-ajaran yang benar, melainkan lebih suka mendengarkan apa yang mereka anggap enak didengar di telinganya. Karena sangat banyak guru-guru palsu yang membuat ajaran-ajaran baru (ajaran sesat), yang membuat jemaat akan terlena dan tidak perduli lagi dengan ajaran kebenaran tentang Allah. Pada saat itu lah orang orang tidak lagi memelihara Imannya dan semakin larut dalam kehidupan yang tidak berlandaskan ajaran Allah apa yang diinginkan oleh Tuhan.

            Paulus juga menasehati Timotius supaya tetap tabah, dalam menjalankan tugas pelayanan dalam memberitakan Injil, karena ketika menjalan tugas memberitakan Firman banyak sekali tantangan yang menyebabkan lunturnya semangat memberitakan Firman, dalam memberitakan Firman tidak cukup  hanya berkotbah, tidak cukup memberikan pengajaran, tetapi di sini Paulus menegaskan kepada Timotius, supaya mampu juga untuk menegor, menasehati, mampu menyatakan apa yang salah kepada orang yang telah melakukan perbuatan salah. Pada saat-saat seperti itu Paulus memperingatkan Timotius  supaya tetap menguasai dirinya, jangan sampai terkena cobaan iblis, harus berjaga-jaga terhadap penyesat, dan harus berperilaku bijaksana.  Sehingga ketika  dalam menjalankan tugas pelayanan (memberitakan Firman) tidak ada kemungkinan menghalangi pelayanan, karena telah mampu menguasai diri dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi.

            Hal selanjutnya yang harus dimiliki seorang pelayan atau pemberita Firman ialah seperti yang telah dicapai oleh Paulus sebagai Rasul Allah, mengungkapkan dia telah menyelesaikan tugasnya dan mencapai garis akhir, dan telah memelihara iman. Di sini dipertegas bahwa orang-orang percaya bahkan pelayan Tuhan sekalipun  harus mampu memelihara imannya, dengan banyaknya penderitaan banyaknya tantangan ketika memberitakan Firman, ketika menyuarakan kepercayaan kita, diharuskan mampu memelihara iman, kepercayaan tersebut. Ketika kita mengimani penderitaan yang kita alami sebagai proses pemeliharaan iman bagi kita, Allah akan turut campur tangan dalam mengatasi setiap penderitaan yang kita alami, bahkan sampai kematian. Hal ini lah yang memberikan kita pola  pikir yang sangat luas dan bijaksana ketika kita mampu setia dalam memelihara iman kita, kita akan sadar bahwa kehidupan setelah kematian itu akan ada dan itu kekal. Karena pada penjelasan teks 2 Timotius ini mengatakan bahwa Allah turut menderita, Paulus bahkan Timotius. Jadi penderitaan karena memelihara iman itu tidak dapat dihindari, namun pada waktu yang bersamaan ketika mampu setia dalam penderitaan, serperti yang dialami oleh Paulus, hubungan kita dengan Allah akan semakin dekat, persekutuan yang semakin erat. Dalam teks ini juga dijelaskan ketika mampu menjalankan tugas pelayanan sebagai pemberita Injil, mampu menguasai diri, mampu memelihara iman, setia di dalam penderitaan, maka akan mendapatkan mahkota kebenaran yaitu sebuah hadiah yang akan diberikan Allah ketika kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Seperti yang di ungkapkan oleh Paulus di ayat 8, dengan tegas dan bangga mengatakan Aku telah mencapai akhir, dan mahkota kebenaran telah disediakan bagiku. Itulah keyakinan yang dipegang oleh Paulus ketika dia telah menyelesaikan pertandingannya dan tidak melakukan kecurangan dalam pertandingan tersebut. Hal ini juga yang ditegaskan Paulus kepada Timotius supaya siap sedia kapan pun itu, dalam melanjutkakan tugas pelayanan yang telah dimulai oleh Paulus, dan mampu memelihara imannya.

3.8. Skopus

Dalam Surat 2 Timotius 4:1-8 ini hendak memberitahukan suatu pesan atau hendak mengetengahkan suatu kesetiaan. Jadi, berdasarkan eksegese terhadap Surat 2 Timotius 4:1-8, skopusnya adalah sebagai berikut:

“Kesetiaan adalah kasih yang sanggup bertahan dalam segala sesuatu. Timotius tetap melakukan penginjilan dengan pengajaran yang ia tahu, dan tidak menghiraukan dengan orang-orang yang tidak mau menerima ajaran yang disampaikan Timotius, namun Timotius tetap meneruskan pekerjaannya dengan setia. Kristus menghendaki bahwa hamba yang sudah di panggil agar setia sampai akhir, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, melainkan tetap fokus pada tujuan.”

3.9. Makna Kesetiaan Pelayan Tuhan Secara Eksegese Historis Kritis Terhadap 2 Timotius 4:1-8

Berdasarkan kajian Eksegese 2 Timotius 4:1-8, penulis mendapatkan beberapa hal yang menunjukkan kesetiaan pelayan hamba Tuhan dalam 2 Timotius 4:1-8. Tentunya inilah yang akan menunjukkan seorang hamba Tuhan itu setia dalam pelayanannya dan setia kepada Tuhan. Kesetiaan pelayan hamba Tuhan dalam 2 Timotius 4:1-8 yang dirangkum oleh penulis dari kajian Eksegetisnya, sebagai berikut:

3.9.1. Siap Sedia Memberitakan Firman Tuhan

Memberitakan Firman merupakan tugas setiap Hamba Tuhan dalam pelayanan agar semua orang dapat mendengarkan firman dan Iman mereka teguh didalam Tuhan. Dalam ayat 2 Timotius dituntut untuk siap sedia memberitakan Firman Allah pada waktunya bahkan rela menderita bila situasi menuntut. Borrong mengatakan bahwa sebagai seorang Hamba Tuhan ia harus tetap setia kepada Tuhan dan memiliki kedisiplinan diri untuk menjalankan tugasnya. Seperti Timotius yang masih muda ia memberikan dirinya dalam memberitakan Firman meskipun banyak tantangan yang akan dihadapinya kedepan, namun tidak menjadi alasan bagi Timotius untuk tidak memberitakan Injil. Itulah sebabnya Paulus mau memakai Timotius sebagai pelayan yang akan meneruskan pelayanan gereja di masa depan.[190] Sekalipun masih muda Timotius bahwa dia tidak menolak pelayanan itu, akan tetapi Timotius menerima pelayanan itu dengan baik. Namun demikian Paulus tidak membiarkan Timotius begitu saja, Paulus memberikan dorongan kepada Timotius untuk tetap teguh dalam Iman dan pengharapn kepada Yesus Kristus di dalam doa dalam menghadapi setiap masalah dan ajaran-ajaran sesat. Tuntutan yang diberikan Paulus kepada Timotius agar mampu menyatakan apa yang salah, menegor dan menasehati dengan kesabaran dalam pengajarannya.

Memberitakan Firman merupakan tugas pokok penting, seorang pelayan Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Paulus (1 Korintus 15:1-11, dan Lukas 5:5;8:11).[191] Brill menegaskan bahwa “beritakanlah Injil dengan berani, sebagai suatu ikrar yang benar sama seperti pengakuan Yesus di hadapan Pilatus. Setiap seorang percaya wajib mengabarkan Injil dengan tidak bercacat dan tidak bercela sehingga pada saat Tuhan Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.[192] Jadi penulis menyimpulkan bahwa tugas memberitakan firman merupakan tanggung jawab Hamba Tuhan sekalipun kondisinya memungkinkan atau tidak. Dalam memberitakan firman juga diperlukan kesiapan diri, baik dalam doa dan Firman setiap waktu, sehingga tidak menimbulkan rasa takut untuk memberitakan Injil. Memang secara manusia rasa takut itu pasti ada dikarenakan usia yang masih muda atau tidak pandai berbicara akan tetapi sebagai pemimpin rohani tidak perlu takut menghadapi orang lain atau menghadapi bahaya-bahaya dalam perjalanan pemberitaan Injil melainkan memberikan teladan bagi semua orang karena Tuhan akan memberikan kekuatan dan keberanian dalam memberitakan Injil, dalam 1 Timotius 4:12 “jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orangorang percaya, dalam perkataanmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu”.

Tuhan telah menetapkan Paulus sebagai rasul, pengabar Injil dan guru. Amanat yang telah diberikan kepada seorang Hamba berasal dari Allah. Seorang hamba dipanggil dan ditetapkan dalam pekerjaan pengabaran Injil oleh Tuhan Yesus. Paulus memberikan teladan kepada Timotius dan untuk tiap-tiap Hamba Tuhan dalam pelayanan agar menjadi pemberita Injil Kristen kepada orang-orang yang percaya. Sama dengan Paulus walaupun hidupnya dalam ancaman, akan tetapi dirinya tidak merasa malu kerena Injil dan juga tidak malu dipenjarakan karena Kristus. Paulus mengingatkan dan menyadarkan Timotius bahwa panggilannya adalah panggilan yang suci sebagai pemberita Injil. Oleh karena itu Hamba juga menyadari bahwa panggilanya bukan panggilan yang tidak berarti akan tetapi panggilan itu adalah panggilan yang paling mulia. Perlu di sadari bahwa Tuhan akan melengkapi setiap Hambanya agar kuat dan teguh dalam menghadapi penderitaan karena kebenaran. Hamba Tuhan tidak perlu malu karena Injil sebab Injil adalah kebenaran, Hamba Tuhan tidak perlu malu karena Injil sebab Injil adalah pertaruhan yang dipertaruhkan kepadah Hamba oleh Allah sendiri.

 

 

 

3.9.2. Bertahan Dalam Kesulitan

Untuk mengubah kesulitan menjadi kemungkinan, memerlukan usaha yang melampaui standar, pendetakatan, dan pemecahan secara khusus. Hadapi kesulitan dengan tabah.[193] Jadi, ungkapan ini mengandung pengertian bahwa kesulitan dan penderitaan justru semakin menguatkan fisik dan mental seorang hamba Tuhan jika di selesaikan dengan baik. Wyclife memberikan kunci bahwa hadapilah kesulitan itu dengan tegar. Dan menghindar kesulitan tidak akan menyelesaikan masalah, namun apapun itu hadapilah dengan baik”.[194] Barclay mengatakan dalam bukunya: Bila sesorang bermaksud menerima serangkaian standar nilai yang berbeda sama sekali dengan standar dunia, ia mau tidak mau akan menghadapi kesulitan. Dan bila seseorang bermaksud menerapkan kesetiaan yang melebihi segala kesetiaan menjadi pertentangan. Penganiayaan dan kesulitan akan terjadi, tetaoi Paulus menyeakini dua hal: pertama, ia yakin bahwa Allah akan menolong orang yang menaruh Iman kepada-Nya. Kedua, ia yakin bahwa orang-orang yang tidak beriman akan menuju kehancuran dan secara harafiah mereka tidak memiliki masa depan.[195]

Penulis menyimpulkan bahwa sebagai seorang hamba Tuhan pasti akan menghadapi kesulitan yang tidak dapat dihindari, meskipun demikan hamba Tuhan yakin bahwa Tuhan akan menolong dan memberikan kekuatan yang penuh kemenangan. “Allah akan membuat berbahagia orang yang tahan menghadapi berbagai kesulitan (dan tetap percaya). Sebab, ketika dia terbukti berhasil, Allah akan memberikan hadiah kepadanya berupa kehidupan yang kekal. Allah telah berjanji untuk memberikan kepada orang-orang yang mengasihi Dia.”[196] Winarto mengatakan bahwa Paulus menguatkan Timotius agar jangan berdiam diri, melainkan terus maju dan senantiasa berjuang untuk menjadi teladan.[197]

3.9.3. Setia Sampai Akhir

Kata setia adalah berpegang teguh, patuh dan taat bagimanapun berat tugas yang harus di jalankan oleh setiap orang percaya.[198] Setiap orang percaya yang taat sampai akhir berhak mendapatkan mahkota kehidupan sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan. Basuki mengatakan dalam bukunya: Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita. Sesungguhnya Iblis melemparkan beberapa dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan, (Why. 2:10).

Penulis menyimpulkan bahwa setiap hamba yang setia dan taat tidak akan dibiarkan dicobai oleh jerat iblis namun Tuhan akan memberikan kekuatan dan karunia untuk mendapatkan mahkota kehidupan. Setia sampai akhir menjadi pesan Paulus kepada Timotius, walaupun Paulus membiarkan Timotius mengetahui bahwa tugas tersebut tidak mudah, namun Paulus tetap mendorong Timotius supaya berhasil. Dan keberhasilan itu diperlukan kedisplinan layaknya tentara, visi seorang olahragawan, dan kesabaran seorang petani. Karena Paulus tahu Timotius akan menghadapi cobaan kemalasan, kejenuhan, dan bertindak gegabah.[199]

Kristus menghendaki bahwa hamba yang sudah di panggil agar setia sampai akhir, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, melainkan tetap fokus pada tujuan. Drecher mengatakan: Kesetiaan merupakan kualitas yang andal, dapat dipercayai, yang membuat seseorang itu dapat diandalkan dan kata-katanya teguh. Philip menerjemahkan arti buah kesetiaan dengan ketaatan. Barclay menggunakan istilah “kesetiaan” dan Wescott menuliskan “seseorang disebut setia” jika setelah diberhentikan dari tugas ia mampu menunjutkan suatu sifat yang tampak dari luar dan pada saat tersebut dia dapat dipercaya. Dalam hal kesetiaan sesuai penilaian dari mereka yang mengandalkannya.[200]

Penulis menyimpulkan, kesetiaan tidak terlepas dari ketaatan dan kesetiaan itu akan teruji pada penghujung atau akhir yang menentukan bentuk kesetiaan. Wong mengatakan bahwa “setiap pelayan memiliki tujuan yang harus dijalani dan diselesaikan, sebuah pelayanan untuk orang percaya jalani dan digenapi”.[201] Artinya hidup akan sangat berarti jika seorang pelayan Tuhan, dapat menyelesaikan tugas yang telah Tuhan percayakan kepadanya. Kesetiaan adalah kasih yang sanggup bertahan dalam segala sesuatu.[202] Timotius tetap melakukan penginjilan dengan pengajaran yang ia tahu, dan tidak menghiraukan dengan orang-orang yang tidak mau menerima ajaran yang disampaikan Timotius, namun Timotius tetap meneruskan pekerjaannya dengan setia.[203] Dalam kesetiaan Timotius sangat terbukti dimana Timotius tidak menghindar dari tugasnya yang dipercayakan kepadanya, bahkan Timotius tidak menghiraukan kondisi dan situasi yang diperhadapkan kepadanya walaupun berat, namun ia tetap setia dan taat (Yohanes 14:23).[204]

Penulis menyimpulkan, kesetiaan tidak terlepas dari ketaatan dan biasanya kesetiaan itu akan teruji pada penghujung atau akhir yang menentukan bentuk kesetiaannya. Kesetiaan berbicara tentang ketahanan, keteguhan, untuk mencapai tujuan, khususnya ketika berada dalam bahaya dan bencana. Hal ini menjelaskan kesetiaan dalam melaksanakan tugas dan pengabdian tanpa pamrih pada orang tertentu dan prinsip-prinsip yang dipegang. Kesetiaan adalah kasih yang sanggup bertahan pada segala sesuatu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

REFLEKSI KESETIAAN PELAYAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8 BAGI PELAYAN MASA KINI

4.1.         Sekilas Tentang Pelayan Tuhan

Pelayan Tuhan ialah seorang hamba Kristus, yang mengabdi kepada Kristus, berkorban demi Kristus, menderita karena Kristus. Pelayan Tuhan harus sadar bahwa dirinya itu ialah milik Kristus dan harus bekerja untuk Kristus.  Pelayan itu juga harus berkomitmen pada satu iman yaitu Kristus. Tidak diperbolehkan menduakan Allah. Harus memiliki ketaatan dan memiliki kerendahan hati. Pelayan Tuhan sebagai hamba dipanggil untuk menyampaikan pesan moral dan Rohani dari Tuhan. Apa yang diterima dari Allah itu juga yang harus disampaikan kepada jemaat Allah. Pelayan Tuhan itu tidak menyampaikan apa yang disukai oleh jemaat, melainkan apa yang dikehendaki oleh Allah. Hal ini lah yang menyebabkan seorang pelayan banyak dimusuhi oleh jemaat, karena tidak mengkhotbahkan apa yang disukai oleh jemaat.[205]

Dalam hidup keagamaan Israel kata “hamba” dipakai untuk menunjukkan kerendahan diri seorang di hadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12). Dalam bentuk jamak arti kata itu ialah orang-orang saleh (Mzm. 135:114).  Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (Yes. 41:8). Dalam ayat ini gelar itu diberikan Allah sendiri kepad umat-Nya yang mengungkapkan pengertian tentang mutlak milik Allah karena kasih karunia.[206] Dalam tubuh Kristus, pelayanan merupakan hak istimewa dan tugas yang kudus bagi setiap orang percaya. Semua adalah anggota-anggota tubuh Kristus, yang diberi karunia untuk melayani satu sama lain. Tidak ada kelompok mayoritas yang pasif, non aktif. Karena pelayanan adalah tugas bagi setiap orang percaya, maka tidak ada satu orang atau sekelompok orang yang harus bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan secara total kepada orang-orang lainya dalam jemaat lokal.[207] Pada zaman modernisasi sekarang ini pelayan Tuhan diperhadapkan dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dalam gereja. Setiap jemaat memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap pelayan yang akan hadir untuk melayani di jemaat tersebut.  Ada yang menuntut seorang pelayan Tuhan itu harus serba bisa mampu menyelesaikan segala tugas dan perkara-perkara yang dialami oleh jemaat. Inilah yang  dihadapi seorang pelayan atau hamba yang  mangabdi bagi Kristus.[208]

4.2.         Tugas Seorang Pelayan Tuhan (Pendeta)

4.2.1.    Pendeta Sebagai Pelayan Tuhan

            Secara etimologi kata “pendeta” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu: “pandit” atau “pandita” yang artinya bertapa, orang suci, ahli agama, orang pintar, bijaksana, dan pimpinan jemaat (gereja).[209] istilah atau kata “pendeta” tidak ditemukan dalam Alkitab, tetapi telah dipahami secara umum di kalangan Kristen bahwa kata pendeta ini adalah terjemahan dari kata “pastor” yang berasal dari terjemahan Yunani yaitu “poimen” yang juga diterjemahkan “Shepherds” (gembala-gembala). Di dalam pengertian sederhana menjadi pendeta atau pastor ialah sama halnya menjadi gembala umat Kristen dalam Alkitab, di mana istilah kawanan domba lebih mengarah kepada arti rohani dan arti literal.[210]  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pendeta” diartikan sebagai orang pandai, pemuka agama, pimpinan jemaat atau guru agama.[211]

            Sementara itu Liem Khiem menyebutkan bahwa pendeta merupakan sebutan bagi ulama Kristen, khususnya Protestan. Pendeta diartikan sebagai orang baik, cendekiawan dan pemikir.[212] R. P. Borrong menyebutkan bahwa Nama pendeta yang berasal dari Sansekerta berakar dalam tradisi agama Hindu. Kata pandit dalam agama Hinduisme merupakan gelar anggota kasta Brahmana yang melakukan imamat, tetapi memiliki spesialisasi dalam mempelajari dan menafsirkan Kitab Suci dan teks hukum serta filsafat kuno. Jadi kata pandit umumnya digunakan sebagai gelar seorang terpelajar atau seorang imam.[213] Pendeta adalah seorang yang mendapat karunia Roh Kudus menjadi “penilik atau gemabala jemaat” (1 Tim. 3:1. Kis. 20:28) ia disebut juga “penatua atau tua-tua” (1 Ptr. 5:1; Tit. 1:5).[214] Menjadi seorang pendeta harus belajar dari Allah sendiri, bagaimana Allah menggembalakan umat-Nya. Dalam Alkitab tidak ada sebutan atau istilah pendeta. Tetapi nats Alkitab yang memberikan argument tentang pendeta seorang gembala terdapat dalam Efesus 4:11 “dan ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi baik pemberita-pemberita injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.[215]

                Pelayan atau hamba adalah seorang yang bekerja untuk keperluan orang lain dan untuk melaksanakan kehendak orang lain dan ia bekerja menjadi milik tuanya. Pemaknaan demikian menunujukkan rendahnya kedudukan seseorang dan menyatakan tuntutan mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilihnya dalam menyerahkan diri kepada Allah yang akan membela hambanya di hadapan hakim.[216] Pendeta adalah seorang yang dipanggil dan dipercayai oleh Allah untuk meneruskan pelayanan Kristus di dalam dunia. Untuk memangku jabatan tersebut pendeta perlu memiliki keyakinan akan pilihan dan keyakinan Tuhan atas dirinya, menerima jabatan sebagai gembala untuk disahkan melalui penahbisan dirinya oleh gereja di hadapan umat yang akan digembalakan. Jadi jabatan pendeta bukanlah jabatan pribadi yang dimiliki pendeta, melainkan suatu jabatan yang dipercayakan kepadanya oleh Allah melalui gereja.[217]

4.2.2.    Pendeta Sebagai Pemimpin

                Dalam Perjanjian Baru ada dua nats penting mengenai seorang pemimpin gereja yaitu dalam 1 Timotius 3:1-7 dan Titus 1:6-9. Dari  kedua nats tersebut dapat diambil beberapa poin mengenai kepemimpinan dalam gereja:

1.      Kehidupan keluarga adalah faktor yang sangat penting. Rumah tangganya harus merupakan contoh dari kemampuannya memimpin, yang terlihat dari kehidupan keluarga dan anak-anaknya.

2.      Kehidupan pribadi seorang pemimpin jemaat hendaknya tidak bercela. Pimpinan gereja seharusnya “tak bercacat” cara hidupnya. tingkah laku pribadinya ditandai oleh pengendalian diri, ketenangan dan kesabarannya. Orang yang tidak suka bertengkar dan tidak pemarah. Ia tidak boleh tamak. Petrus menasihatkan para penilik jemaat agar jangan mencari keuntungan.

3.      Penilik jemaat harus menganut dan mempraktekkan doktrin teologi yang benar. Konteks dam Titus pasal 1 menyatakan bahwa masalah-masalah yang biasanya timbul dalam jemaat hanya dapat diselesaikan oleh penilik jemaat yang dengan teguh melaksanakan ajaran yang sehat.

                Orang yang menjadi contoh dalam hubungan keluarga, dalam kehidupan pribadi, dan dalam pengetahuan dan pengajaran firman Allah, tidak akan bertindak sebagai tuan atas kawanan domba itu (1 Ptr. 5:3). Pelayan Tuhan harus mengetahui bahwa pemimpin itu harus memberi contoh yang baik bukan dengan kekuasaan atau perintah yang sewenang-wenang melainkan dengan kasih sayang.[218]

                Pendeta sebagai pemimpin Kristen adalah seorang yang telah dipanggil Allah sebagai pemimpin yang ditandai oleh kapasitas memimpin. Tanggungjawab pemberian Allah untuk memimpin suatu kelompok umat Allah dan mencapai tujuan-nya. Jadi pendeta harus memiliki kesadaran diri dan kualifikasi penting yang ada pada dirinnya sebagai pemimpin. Sikap ini perlu dipertegas dengan memperhatikan tekanan bahwa pendeta sebagai pemimpin adalah seorang yang telah ditebus oleh Allah, harus yakin bahwa ia telah terpanggil oleh Allah untuk memangku tanggungjawab kepemimpinan (bnd. Kej. 12, Rm. 12:8). Peran pendeta sebagai pemimpin adalah proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.[219] Ada beberapa gambaran tentang pemimpin adalah seorang yang berjalan di depan dan menunjukkan jalan, memiliki visi dan tujuan, mengarahkan dan menuntun orang lain, mempengaruhi sikap dan tindakan orang dan melalui kepemimpinannya orang lain dapat mengikutinya.[220]

 

4.2.3.    Pendeta Sebagai Gembala

                Istilah gembala adalah suatu gelar yang diperuntukkan bagi seorang yang bekerja menggembalakan atau memelihara ternak. Seorang gembala harus membiming kawanan domba ke padang rumput di mana domba-domba dapat diberi makan dan mencari sumur untuck mendapatkan air. Dengan kata lain seorang gembala harus mengorbankan kehidupannya sehari-hari untuk memelihara domba-dombanya. Dalam Perjanjian Lama juga sudah diterangkan dan digambarkan Allah sebagai gembala dan umat-Nya sebagai domba-domba-Nya (Maz. 23:1; 77:21; 79:13; 80:2; 100:3; Yes. 40:11 dan Yer. 23:14). Keseluruhan nats ini menggambarkan bagaimana para pemimpin gereja khususnya pendeta harus menjadi pemimpin yang melayani. Sebagaimana sepantasnya gembala yang setia melayani domba-dombanya, seperti itulah yang perlu diteladani oleh pendeta yaitu dengan mengenal domba-dombanya serta menjaga domba-dombanya agar tidak tersesat.[221] 

Kepemimpinan pendeta perlu sekali mencontoh gembala yang baik, yaitu:

- Mengenal domba-dombanya dan dikenal dombanya;

- Mengikuti domba dan menjaga keselamatanya;

- Memperhatikan kebutuhan atau kehidupan domba-dombanya.

                Kesemuanya meminta suatu pengenalan diri, pengenalan jabatan dan peraturan-peraturan; pengenalan warga dan kehidupan masyarakat.[222] Walaupun istilah gembala tidak banyak disebutkan dalam Perjanjian Baru sebagai sebutan bagi pemimpin gereja, pekerjaan gereja sebagai pemimpin tampaknya menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu sebelum Yesus naik ke surge, pesan utama yang disampaikan kepada Petrus sebagai Rasul adalah menggembalakan (Yoh. 21:15-17).[223]

4.2.4.    Pendeta Sebagai Guru dan Pendidik

                Peranan pendeta sebagai guru dapat juga kita lihat dalm diri Yesus Kristus sebagai guru. Sebutan Yesus sangat banyak yaitu: nabi, imam, raja dan lainya. Namun Yesus lebih dikenal sebagai guru terlihat dalam Markus 4:1-2; 6:2 dan 8: 31, hampir seluruh pemberitaan-Nya dilakukan dengan mengajar.[224] Sebagai guru tidak terlepas dengan tugas pemberitaan firman, itulah menjadi salah satu tugas pendeta yaitu berita tentang keselamatan. Adapun cara pemberitaan adalah melalui berkhotbah, evangelisasi, penelaahan Alkitab, sermon dan kegiatan lainya. Jadi pendeta adalah guru pengajar yang membawa berita keselamatan yang berpusat pada Yesus Kristus atau pendidikan untuk hidup sebagai manusia yang bersaksi dalam pengajaran masyarakat.[225]

                Sebagai pendeta yang sudah mendapat pendidikan teologi, maka dalam tugas pelayanannya harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan anggota jemaatnya, baik itu sekolah minggu, sekolah sebelum angkat sidi. Sangat sering terjadi bahwa pendidikan agama Kristen hanya dipercayakan pada pendidikan formal di sekolah, padahal sesungguhnya membina  jemaat itu tidak cukup hanya menerangkan isi Alkitab saja, tetapi juga harus dikembangkan dengan pengetahuan yang bersangkut paut dengan masyarakat, kebudayaan dan adat istiadat, pembangunan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan warga jemaat tidak hanya menyangkut hal-hal yang rohani saja tetapi juga bagaimana kehidupan di dunia ini, pengajaran dilaksanakan pendeta tidak hanya melalui khotbah-khotabah di depan umum, tetapi juga melalui peneguran secara pribadi.[226]

4.3.         Refleksi Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 Bagi Pelayan Masa Kini

4.3.1.    Kejujuran Pelayan dalam Memberitakan Firman

                Seorang nabi datang untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang. Tugasnya ialah memanggil mereka yang memberontak untuk kembali dan taat! Seorang nabi tidak disukai karena ia menentang mereka yang popular dalam moralitas dan kerohanian. Fungsi seorang nabi hampir selalu untuk pemulihan. Hal itu berarti bahwa pekerjaannya berhubungan dengan sesuatu yang hilang. Seorang nabi harus memberitakan apa yang disampaikan oleh Tuhan kepadanya untuk disampaikan kepada umat-Nya.[227] Pendeta sebagai pelayan Tuhan masa kini harus memberitakan setiap hal yang difirmankan oleh Tuhan kepada setiap umat-Nya. Kebenaran firman harus dinyatakan di tengah-tengah kehidupan umat dengan penuh kejujuran sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Dengan kata lain hamba atau pelayan Tuhan tidak bersikap kompromistis dalam mewartakan dan melakukan kebenaran. Pelayan Tuhan harus menyampaikan apa yang menyenangkan hati Tuhan, bukan yang menyenangkan hati manusia.[228] Tugas seorang pendeta sama seperti nabi, yaitu dipanggil dan diutus oleh Allah sendiri untuk memberitakan firman Allah dengan terus terang. Pendeta yang telah terpanggil untuk memberitakan firman Tuhan dalam kehidupanya harus berlaku jujur, seperti Yesus yang tidak pernah melakukan penipuan kepada umat-Nya maupun Paulus dan Timotius, demikianlah hamba-Nya harus berbuat jujur dalam kehidupan pelayanannya.[229]

4.3.2.    Tetap Memberitakan Firman

                Seorang pendeta mempunyai tugas yang berat, sebab dalam suatu segi ia melayani sebagai rasul, nabi, penginjil dan guru. Terutama ia adalah seorang bapa Rohani, sehingga ia bertanggung jawab penuh atas jatuh bangunya dan mundur majunya jemaat yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya ( 1 Tes. 2:11-12). Pekerjaan pendeta harus melayani jemaat Tuhan dengan setia, baik maupun tidak baik waktunya, sebagai gembala yang harus melayai jemaat Tuhan dan memberitakan Firman dengan setia sampai mati, supaya pada akhir hidupnya ia dapat berkata seperti Paulus : Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, sekarang telah tersedia bagi mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, hakim yang adil pada hari kedatangan-Nya (2 Tim. 4:7-8).[230]

                Tugas seorang Pendeta selaku pimpinan rohai di jemaat adalah memberikan pengajaran mengenai kehidupan rohani dan moral yang bertujuan membuat warganya mengalami kehidupan yang baik, sejahtera jasmani dan rohani.[231]  Pekerjaan nabi merupakan panggilan dari Allah sendiri kepada orang tertentu untuk menyampaikan firman Allah, baik berupa hukuman maupun anugerah dari Allah kepada umat. Sekaligus nubuat tentang hal-hal yang akan terjadi sehubungan perilaku umat, yaitu hukuman atas ketidaktaatan atau pengampunan bagi mereka yang mau bertobat. Seperti itulah pekerjaan pendeta sebagai panggilan dari Allah supaya mereka menyampaikan  kebenaran firman Tuhan kepada umat; agar kalau mereka berbuat jahat, mereka boleh bertobat dan mendapatkan pengampunan dari Tuhan. Dalam kehidupan seorang pendeta pemberitaan firman Tuhan lah menjadi prioritas, artinya dalam setiap aspek kehidupan firman Tuhan harus dinyatakan.[232]

4.3.3.    Kuat dalam Penderitaan

                Begitu berat penderitaan yang dialami Paulus dalam proses menyelesaikan pertandingannya ketika mengabdi dengan Allah dan setia melayani Allah. Dalam penderitaan yang berat seseorang cenderung menarik diri dan menjadi tertutup. Ia seperti terhimpit dan menjadi serasa hampa, sehingga ia tidak mampu mengkomunikasikan kesusahan. Membisu terlalu lama dan menyadari dalam penderitaan akan menggerogoti stamina hidup. Bisa juga muncul mengasihi diri yang berlebihan.[233] Hidup seorang pelayan Tuhan bukan menghindar dari penderitaan tetapi mengatasinya dan mengubahnya. Penderitaan itu mendorong untuk semakin dekat dengan Allah bukan sebaliknya. Realitas penderitaan itu membantu menemukan identitas. Sikap disiplin, berserah kepada Tuhan dan tidak menghindarinya. Penderitaan itu bagaikan alat yang digunakan untuk membentuk, sehingga menghilangkan kebodohan, kelemahan, dan ketidakdewasaan iman.[234] Pelayan Tuhan harus melepaskan kekecewaan dari dalam dirinya atas penderitaan yang dialaminya, setiap hamba harus bisa menyelesaikakn dan melewati penderitaan yang ada sehingga pendeta sebagai gembala menjadi teladan atau contoh kepada domba yang digembalakan.[235] Keberhasilan pelayanan seorang hamba Tuhan tidak ditentukan oleh materi tetapi  keberhasilan pelayan Tuhan dalam pelayanannya ialah hidup adil dan benar, rela menderita. Namun hal ini mulai mengalami pergeseran jika kita melihat realitas kehidupan seorang pelayan Tuhan. Jabatan Struktural dipergunakan untuk kemuliaanya sendiri.[236]

Sebenarnya penderitaan, atau apa yang setara dengan itu yang dipersepsi sebagai dasar sesuatu yang tidak menyenangkan, telah menjadi sahabat yang akrab bagi komunitas Kristen sejak kelahirannya. Seperti yang dialami oleh Paulus, yang mengalami banyak penderitaan, tetapi meskipun demikian ia juga mengalami banyak sukacita karena dalam pengharapan inilah kita diselamatkan (bnd. Rm. 8:24-25). Allah akan membawa karya pembebasannya ke dalam kesempurnaan, sehingga kesukaran dan penderitaan pun, dalam kebijaksanaan Allah dapat bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Penderitaan adalah bagian jalan yang harus dilalui agar dapat mancapai ketaatan, ketahanan dan berkarakter (Rm. 5:3-4).[237] Pendeta sebagai pelayan Tuhan, harus siap menghadapi berbagai macam tantangan yang akan dihadapi di jemaat maupun dalam pelayanan. Persoalan ekonomi, keluarga, penempatan, kesehatan dan kesiapan, pendeta seharusnya menyadari dan mengimani bahwa Tuhan mencukupkan semuanya yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.

4.3.4.    Setia Kepada Panggilan Tuhan

Kesetiaan merupakan karakter Allah dan kasih setia-Nya kepada umat-Nya. Hal ini juga lah yang diharapkan terhadap seorang pelayan Tuhan pada zaman sekarang yang di mana kesetiaan akan tampak nyata pada waktu menghadapi ujian, cobaan kehidupan. Ketika badai menghampiri kehidupan disitulah pertahanan dasar kesetiaan itu akan diuji.[238] Panggilan Tuhan itu harus dihidupi rencana Tuhan tidak pernah gagal manusia bisa gagal, tapi panggilan Tuhan dan rencanaNya pasti digenapi. Kesetiaan bukan sesuatu ketaatan pasif yang dari hal hal  yang kecil sampai kepada hal yang besar demi kemuliaan tuanya (Mat. 25:14-30) itulah gambaran kesetiaan manusia. Kesetiaan yang dimaksud ialah kesetiaan dalam melakukan firman Allah dan  kesetiaan terhadap pemilik alam semesta ini, serta mempertanggugjawabkan semuanya  kepada Tuhan.  Jadi ketika telah menjadi pengikut Yesus, setia dalam panggilan Allah, maka seorang pelayan harus siap dengan berbagai hal yang akan merugikan dan hal yang menguntungkan dalam kehidupanya.[239]

            Kasih terhadap sesama menunjukkan karakter seseorang pelayan Tuhan lewat cara hidupnya sehari-hari. Kesetiaan dalam melayani sangat ditentukan oleh kasih seorang kepada Tuhan.  Demikian juga kesucian tetap terpelihara bila seorang pelayan itu memiliki kasih yang sama seperti Allah mengasihi umat-Nya.[240] Paulus menyebutkan unsur-unsur perkataan, tingkah laku, kesucian yang mencerminkan kata dan perbuatan. Seorang pelayan harus mencontoh seorang Timotius yang pada dasrnya ia masih muda tetapi sudah berani dalam memberitakan firman Allah, dan membuktikan kepercayaannya kepada Allah. Kejadian 6:22 mengatakan “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” Demikian juga halnya dengan panggilan Tuhan atas diri Yusuf sebagai pemimpin dimulai saat ia masih remaja, Tuhan telah memberi berbagai impian kepada Yusuf. Namun ia harus melewati hidupnya dengan berbagai macam kesukaran, ujian iman dan penderitaan, sampai Yusuf berumur 30 tahun baru impiannya digenapi yaitu saat ia diangkat menjadi Perdana Menteri negeri Mesir. Bagi Tuhan tidak ada masalah cepat atau lambat, semuanya terjadi menurut agenda Tuhan sendiri.

            Sebagai pelayan Tuhan masa kini dapat meneladaninya, kita sudah selayaknya  berbuat demikian, berani, bertanggungjawab, menghormati Allah dan menjaga hidup kudus serta setia kepada Allah apa dan bagaimanapun bentuk perjalanan hidupnya. Karena jika hamba Tuhan dan jemaat masa kini tidak menghidupinya dengan baik bisa saja gereja dan jemaat akan semakin berkurang. Meskipun banyak tatangan dan ancaman yang kita hadapi dalam kehidupan bergerja dan bermasyarakat kita di ajak untuk tetap berani dan teguh karena Allah senantiasa Bersama dengan kita.

4.3.5.    Memelihara Iman

            Iman tanpa perbuatan adalah mati. Iman dan kehidupan adalah dua wilayah yang paling penting dalam seluruh hidup manusia. Memiliki iman berarti hidup dan berbuat sesuai dengan iman tersebut. Kedua hal ini, iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan. Alkitab sejak semula dengan jelas telah memberitahu kita hubungan  dua hal ini.[241] Dalam Yakobus 2:22 dikatakan, Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Sebagia dari pelayan Tuhan melakukan tugas panggilanya hanya melaksanakan tugasnya melalui pelayanan mimbar setelah itu selesai. Hal ini menjadikan pemeliharaan imanya hanya sekedar saja. Ketika mengaku “Aku Percaya”, tanpa perbuatan, kita mungkin menyangka bahwa kita sudah memiliki iman, namun Allah memandang hal ini tidak sebagai proses pemeliharaan iman yang sejati. Bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir mengalami banyak karya Allah, membelah Laut Merah, memberikan mereka manna dan burung puyuh, serta melindungi mereka dengan tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari.[242] Hal ini yang menandakan bahwa sebagai seorang pelayan Tuhan harus mampu memelihara jemaat melalui pemeliharaan iman yang dimilikinya sendiri karena pada awalnya Allah telah terlebih dahulu memelihara kita sebagai umat ciptaan-Nya yang paling mulia. Dari seorang tokoh Alkitab yang dapat diteladani yang mampu memelihara imannya kepada Allah  yaitu, Ayub yang dimana dia yang dianggap sebagai orang bodoh oleh teman-temannya karena rela menderita karena dia setia kepada Allah. Ayub yang sering menerima musibah, namun kepercayaannya terhadap Allah tidak goyah, dia sering goda oleh Iblis dia tetap tidak mau mengikuti apa yang diucapkan oleh iblis. Ayub menerima musibah juga bukan karena kesalahannya melainkan dia memiliki iman yang teguh kepada Allah dan hidup benar di hadapan Allah. Kisah kehidupan seorang Ayub yang dianggap orang yang bodoh tadi menjadikan dia sebagai kesayangan Allah, keran meskipun harta benda miliknya harus ia tinggalkan karena dia harus hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. Bukan karena itu dia menjadi tidak percaya lagi kepada Allah dan meninggalkan Allah bahkan dari perbuatanya tersebut, Allah melipatgandakan harta bendanya dan memberikan hati yang kuat, sehinga Ayub mampu setia kepada Allah, hidup sesuai dengan kehendak Allah. Jika Ayub tidak memiliki iman yang teguh dan tidak mampu memelihara imannya mungkin dia tidak mampu juga setia dalam penderitaan dan mau hidup sesuai dengan kehendak Allah.[243] Dari kish hidup Ayub diharapkan dari seorang pelayan Tuhan masa kini, mampu memelihara imannya dengan baik, memiliki iman yang teguh kepada Tuhan mampu setia kepada Tuhan meskipun banyak sekali tantangan ketika telah hidup sesuai dengan kehendak Allah, penderitaan akan datang silih berganti untuk menguji iman dari seorang pelayan Tuhan tersebut.

4.3.6.    Upah Kesetiaan Bagi Pelayan Tuhan

Janji Tuhan bagi hamba-Nya yang mau setia berjalan Bersama Tuhan, dalam proses pelayanan para perkerja Tuhan bisa saja menghadapi banyak pukulan dan kegagalan dan mersakan kerisauan dan penderitaan yang cukup banyak, tetapi karena ada penyertaan Tuhan dan juga karena Ia mengerti akan kelemahan kita dan memberi berbagai janji yang sangat bernilai, asal saja kita memegang erat-erat janji ini dengan tekun mengikuti Dia bersandar kepada-Nya maka suatu hari pasti akan menemukan janji tersebut akan benar-benar terjadi. Dalam Markus 9:41 dikatakan, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya. Teks ini menekankan lebih lanjut sikap terbuka bagi seorang pelayan Tuhan. Ketika melakukan hal itu dengan sepenuh hatinya ia tidak akan kehilangan upahnya.[244] Ketika serang pelayan Tuhan telah seita terhadap panggilan Allah, mereka akan mendapatkan keselamatan yang datangnya dari Allah. Allah sebagai Juruselamat yang dinyatakan Paulus dalam salam pembuka surat Titus merupakan sumber ajaran yang sehat atau pengetahuan akan kebenaran. [245] Tindakan Allah sebagai penyelamat umat manusia, merupakan tindakan pribadi dari Allah Tritunggal, yang menyelamatkan umat manusia. Begitu juga halnya dengan keselamatan dan upah yang akan diterima oleh seorang pelayan Tuhan yang setia kepada Allah dan mampu bertahan dalam penderitaan karena Allah. Seperti yang diungkapkan oleh Paulus dalam 2 Timotius 4:7-8 Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Dari ucapan Paulus ini dapat dipahami bahwa apa yang telah ia lakukan ketika mengabdikan diri sebagai rasul Allah dan menjalankan perintah Allah dan setia dalam penderitaannya, dia berani mengungkapkan bahwa ia akan mendapatkan mahkota kebenaran yang dari Allah karena dia merasa telah melakukan yang terbaik dihadapan Allah. Hal ini juga yang diinginkan seorang pelayan Tuhan masa kini, harus mampu bertanding melawan godaan-godaan duniawi yang datang silih berganti dan mampu memenangkan pertandingan tersebut karena kesetiaannya kepada Allah. Sehingga tidak ada ucapan sia siap ketika kita mampu setia dihadapan Allah.

BAB V

                                    KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.   Kesimpuan

1.      Kesetiaan membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila dinyanyikan tetapi tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam kenyataan hidup. Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan salah satu unsur (dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan. Kesetiaan adalah merupakan misteri kehidupan, di mana tanpa kesetiaan hidup manusia menjadi lain, atau lain dari harapan pertama yaitu mencapai kesuksesan. Dalam teks Perjanjian Lama didapati bahwa kata iman didesentralisasikan dari kata הנמא emunah. Meski kata emunah sendiri tidak berarti demikian. Emunah הנמא artinya kesetiaan kata ini dapat ditemui dalam kitab Habakuk 2:4, Bila  memeriksa  kata  ini  dalam  Habakuk  2:4, maka  di  terjemahkan percaya. Jika  demikian,  mengapa emunah justru diterjemahkan ‟percaya (nya)‟ dan bukan kesetiaan. Sedangkan dalam Perjanjian Baru kesetiaan berasal dari kata πιστευω pisteuo  yang mempunyai arti percaya/bergantung. Sedangkan kata πιστισ pistis berarti kepercayaan dan keimanan.

2.      Kesetiaan adalah bagian dari tabiat dan kedaulatan Allah sepenuhnya. Dalam hubungan dengan Tuhan, kehidupan rumah tangga, pekerjaan, kesetiaan sangatlah diperlukan serta tanggungjawab dan kerendahan hati dalam menjalankan setiap tugas pelayanan kita. Karena jabatan yang kita terima sebagai hamba Tuhan bukan sebuah jabatan yang harus dipertunjukkan dan dipamerkan kepada semua orang dan harus menghidupi pelayanan itu dengan baik sehingga tugas dan panggilan mengabarkan firman Tuhan itu tidak menjadi beban. Tuhan menghormati kita dengan memberi kepercayaan memegang jabatan agar kita mempunyai kesempatan membalas kebaikan Tuhan. Karena segala yang kita punya baik itu karunia, bakat, kekuatan, harta, Kesehatan, waktu dan hidup tidak ada satupun yang tidak berasal dari Dia. Oleh karean semua berasal dari Dia, maka di dalam melaksanakan tugas tidak ada istilah mengorbankan atau pengorbanan yang patut dibanggakan. Dengan alasan dikemukakan maka jelaslah bahwa tidak boleh mengharapkan balas jasa dari Tuhan karena tidak ada alasan bagi kita untuk mendapatkan balas jasa. Kesetiaan adalah salah satu dari buah roh seperti dalam Kitab Amsal 20:6, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?’’. Dikatakan dalam Alkitab, Allah kita adalah Allah yang setia, tidak pernah terubah, kasih setianya, kita sebagai anak-anakNya sudah sepatutnya kita pun setia kepada Bapa kita yang sudah terlebih dahulu setia kepada kita. Tuhan Yesus baik tiada berkesudahan kasih setiamu Tuhan, selalu baru rahmatMu bagiku, hari berganti hari, tetap kulihat kasihMu, tak pernah berakhir di hidupku. Dengan iman kita kepada Tuhan Yesus kita akan sanggup mengatakan dan mempersaksikan bahwa Yebaik, sungguh amat baik, untuk selama-lamanya Tuhan Yesus baik.

3.      Dalam Eksegese 2 Timotius 4:1-8 Rasul Paulus dengan tegas mengingatkan Timotius supaya menunaikan tugas panggilannya dengan semangat, melanjutkan tugas Paulus karena Paulus sudah merasakan betapa hebatnya cobaan-cobaan yang dialaminya, betapa sadisnya penderitaan yang dialaminya. Namun semua itu Paulus mampu menjalani kehidupan yang begitu berat ketika sudah menghidupi panggilan Allah dan dia mampu memelihara imannya kepada Allah melalui kesetiaannya kepada panggilan Tuhan. Oleh karena itu Paulus terus-menerus menasehati Timotius sebagai teman sepelayanannya di masa itu untuk tetap setia dalam memberitakan Firman Allah walaupun banyak guru-guru palsu yang suatu ketika memberikan ajaran yang baru kepada banyak orang dan tidak ada rasa ingin mendengar kebenaran betapa luar biasanya Allah memelihara hidup kita sebagai umatnya. Sebagai teman sepelayanan Paulus, Timotius diharuskan mencerminkan kesetiaannya terhadap panggilan Allah yaitu siap sedia memberikatan Firman Tuhan, bertahan dalam kesulitan dan setia sampai akhir.

4.      Pendeta sebagai pelayan Tuhan masa kini kurang siap menderita disebabkan beberapa faktor yaitu: Kesehatan, di mana kesehatan pendeta menghambat pelayanannya. Ekonomi, pelayan Tuhan masa kini kuatir dengan persoalan ekonomi keluarga dan masa depan keluarga, hal ini juga membuat pendeta kurang siap untuk menderita dalam pelayanannya. Tuntutan keluarga, keluarga pendeta yang tidak memahami tugas dan tanggung jawab pendeta menjadikan sebuah penderitaan bagi pendeta. Pendeta adalah seorang yang telah memberikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Tuhan. Pendeta adalah seorang yang telah terpanggil untuk melayani Tuhan dalam kehidupannya. Maka seharusnya sebagai pendeta harus menunjukkan bagaimana seharusnya kehidupan seorang pelayan Tuhan menyelaraskan seluruh kehidupanya seperti apa yang diharapkan oleh Tuhan. Mampu memelihara imannya kepada Allah sehingg tugas  panggilan sebagai pelayan Tuhan terpenuhi dengan baik.

5.2.  Saran

5.1.1.                        Bagi Pendeta Sebagai Hamba Tuhan

1.     Sebagai hamba Tuhan yang telah dipanggil dan ditentukan Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya, harus memiliki kesetiaan sebagai hamba Tuhan sampai akhir hidupnya  jadilah hamba Tuhan yang bertanggungjawab, rendah hati dan mengandalkan kuasa dan kedaulatan Tuhan sehingga hamba Tuhan masa kini dapat menjadi saksi bagi jemaat Tuhan dan bagi dunia ini.

2.     Pendeta sebagai hamba yang dipanggil oleh Allah harus mempersiapkan dan memberikan diri untuk pelayanan yang maksimal. Memberikan pelayanan yang meneladani pelayanan hamba-hamba Tuhan terdahulu, termasuk Paulus. Pelayan Tuhan harus mengutamakan pelayanannya kepada Tuhan dalam kehidupannya.

3.     Pendeta sebagai pelayan Tuhan, harus meyakini bahwa mereka sebagai pelayan Tuhan yang telah dipilih oleh Tuhan tidak akan dibiarkan atau dipermalukan dalam pelayanannya. Mereka tidak akan dipermalukan karena pemberitaan firman Tuhan yang ada pada mereka, tidak akan dipermalukan dalam perekonomian keluarga dan masa depan keluarga.

4.     Sebagai hamba Tuhan harus mampu mempertahankan kesetiaannya dengan hidup kudus dihadapan Tuhan sekalipun dunia memberikan tawaran-tawaran kenikmatan harta duniawi.

5.     Pelayan Tuhan sebagai pendeta masa kini harus menyadari dan menghidupi kesetiaan itu sebagai seorang hamba Tuhan dan harus dimiliki oleh semua hamba Tuhan, karena dengan kesetiaan itu penting terlebih di dunia yang sudah modern ini. Maka gereja juga dituntut juga harus menjaga jati diri atau eksitensinya dalam menjaga kesetiaan juga didalamnya dalam tritugas panggilan gereja, baik dari pemimpin maupun dari anggota jemaatnya. Karena untuk mewujudkan pekerjaan Allah harus ada kesinambungan yang baik antara pemimpin dan anggotanya sehingga genaplah janji Allah.

5.1.2.                        Bagi Warga Gereja

1.      Gereja perlu menyadari bahwa zaman dimana umat Tuhan itu hidup dan berkarya senantiasa berubah dan seiring dengan perubahan zaman itu terjadilah perubahan nilai-hidup hidup, budaya, cara  berpikir kebutuhan hidup.

2.      Gereja diharapkan tetap mengevaluasi kinerja dan karakter dari para pelayan Tuhan agar tetap untuk memperbaharui diri dalam membentuk karakter menjadi pribadi yang lebih baik yang memiliki kesetiaan sebagai pelayan Tuhan. Sehingga gereja juga tidak kehilangan arah dan eksistensinya dalam kemajuan zaman modern ini, karena gereja sebagai wadah para pelayan Tuhan untuk membimbing jemaat untuk semakin setia dan menghidupi Tuhan dalam hidupnya.

3.      Gereja perlu mengetahui bahwa seorang pelayan Tuhan harus hidup dan memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan. Namun, secara lebih luas tentang bagaimana sikap hidup pelayan Tuhan, bagaimana ia bekerja dan apa tindakan yang harus dilakukannya dalam melayani Tuhan.

5.1.3.                        Bagi Mahasiswa

1.      Mahasiswa teologi adalah bagian dari calon hamba Tuhan masa yang akan datang yang sedang dalam pembentukan di STT,  yang dipersiapkan nantinya kelak menjadi pemimpin-pemimpin jemaat Tuhan, maka dari sekarang harus mau dibentuk dan diperlengkapi dengan kurikulum pembelajaran yang memberikan Pendidikan formal maupun spiritual. Makna teologis dari setiap pembelajaran harus diaktualisasikan untuk memudahkan mahasiswa teologi dalam memahmi dan melakukan panggilan dan tugasnya dengan penuh tanggungjawab selaku umat Tuhan yang telah dipanggil Tuhan.

2.      Mahasiswa teologi yang diperlengkapi dengan pengetahuan dan spiritual harus benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi kemajuan dunia yang modern ini dengan mempertahankan kesetiannya sebagai hamba Tuhan yang telah dipilih Tuhan. Maka dibutuhkan keseriusan dan kesadaran akan identitasnya sebagai hamba Tuhan sehingga memang betul-betul untuk menghidupi panggilan Tuhan dalam hidupnya, karena dalam Alkitab dikatakan: Banyak yang terpanggil namun sedikit yang terpilih jadi ini juga harus disadari akan tanggungjawab yang besar yang harus dipikul untuk tetap setia sampai akhir sebagai hamba Tuhan.

5.1.4.                        Kepada Pembaca

1.      Pembaca dapat melihat dan menyadari bahwa kesetiaan itu adalah hal yang sangat penting untuk dipertahankan di zaman sekarang ini. Dengan kepribadian yang kuat akan menolong pembaca untuk mempertahankan kesetiaannya sampai tugas dan panggilannya selesai dikerjakan dengan baik.

2.      Pembaca diajak untuk menyadari dan mengakui campur tangan Tuhan dalam kehidupannya, Allah telah memberikan Roh-Nya untuk mengajari dan memimpin serta menolong manusia untuk tetap mempertahankan kesetiaannya sekalipun dunia menawarkan kenikmatan yang luar biasa yang selalu menggoda iman dan menggiurkan kita untuk meningalkan Tuhan dalam hidup kita.

3.      Pembaca di ingatkan agar tetap setia kepada perintah Tuhan serta melakukan semua pekerjaan-Nya dengan penuh tanggungjawab dan menyerahkan kepada Tuhan dan jangan pernah sekali-kali kita terlalu mengandalkan apa yang kita punya dan mengandalkan pikiran kita saja sehinga Tuhan itu menjadi pelampiasan saja dalam hidupnya ketika susah baru mencari Tuhan karena Tuhan adalah sumber segalanya bagi manusia yang mau percaya dengan Tuhan. 

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Alkitab

Nestle-Aland, Novum Testamentum Graece: 27th Edition

B. Kamus

Baker, D.L. dan Sitompul, A.A., Kamus Singkat Ibrani Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002

Bautterweck, G. Johanes, Theological Dictionary of The Old Testament Vol III, Michigan:  Grand Rapids 1998

Blank, S. H, The Interpreter’s Dictonary Of The Bible, New Yorl, Abingdon Press, 1962

Echols, Jhon M, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1996

Freedman, David Noel, The Anchor Bible Dictionary Volume 2  D-G,  New York: United States of America, 1922

Friberg, Barclay M, A Concise Greek-English Dictionary of The New Testament, German Bible Society : Deutsche Bibelgesellschaft United Bible Societies, 1971

Friedrch, G, Theological Dictonary Of The New Tastement, Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans Publishing Company, 1968

Friedrch, G, Theological DictonaryOf The New Testament, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1968

Jepsen,  Theologycal Dictonary of The Old Testament vol 1: G. Johannes Boterweck (ed) Grand Rapids-Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1990

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008

Kittel, Gerhat  The Dictionary of New Testament  Vol I, Grand Rapids, Michigan, 1964

Louw, Johanes E, Greek-English Dictionary of The New Testament, United Bible Societes New York, 1989

N, Walter, Horzt Balz dan Gerhard Scheider, Exegentical Dictionary Of the New Testament Vol I, USA: Grand Rapids-Michigan 1996

Napel, Henk ten, Kamus Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009

Pensiwally, Kamus Yunani-Indonesia, HKBP: Siantar, 2005

Porwardarminta, W. J. S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991

Van Gemeren, Willwm A, Dictonary of Old Testament Theology & Exegesis Volume 3, USA : British Library Cataloguing, 1997

Van Gemeren, Willem A, New International Dictonary of Old Testament Theology and Exegesis vol 3, Cumbria: Paternoster Press, 1989

Verlyn, D Verbrugge,Theology Dictionary New Testament Words, Michigan: Grand Rafids, 2000

Van Gemeren, William A, Dictonary of Old Testament, USA: Hendrikson Publisher, Kingdom, Patermoster, 1997

C. Jurnal

Gunawan, Agus, Jurnal Tantangan Pelayanan Hamba Tuhan Zaman Now,  Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No. 14, Maret 2018

Heribertus, Penderitaan Sebagai Dasar Pemuridan Kristus, dalam jurnal Teologi Stulos, Bandung: STT Bandung, 2010

Purba, B. Kreysen, Menderita Karena Pilihan: Sebuah Renungan Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah Komunitas yang Pluralistik dalam jurnal  Teologi Stulos

Saragih, Jaharianson dan Sipayung, Parulihan, Ebed Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah, Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015

Situmorang, Jainal, Hamba Tuhan dan Penderitaan dalam Perjanjian Lama Diperhadapkan dengan Pendeta sebagai Hamba Allah, dalam jurnal Hamba Allah, Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015

Sumiwi Asih Rachmani Endang, “Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 1, 2018

D. Buku

A,  Noordegraf, Otoritas Diakonia Gereja (Teologi dalam Persfektif Reformasi), Jakarta: BPK-GM, 2004 

Abednego, Benyamin A. Jabatan Gereja Pada Masa Perjanjian Baru, Jakarta: PERSETIA, 1991

Abineno, J. L. Ch, Garis-garis Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003

Abineno, J. L. Ch, Penatua, Jabatan dan Pekerjaanya, Jakarta: BPK-GM, 1992

Abineno, Tafsiran Surat Filipi, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003

Alexander, Strauch, Manakah yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan, Yogyakarta: ANDI, 2003

Arichea, Daniel C, Tafsiran Surat-Surat Paulus Kepada Timotius dan Kepada Titus, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2004

Arichea, Daniel C. & Hatton, Howard A, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, Jakarta: LAI, 2004

Bagus, Surjantoro, Pemenang, Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997

Banwell, B. O, Raja- Kerajaan, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), Jakarta: YKBK/OMF, 1982

Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001

Beladina, Janse, Profesionalisme Guru, Bandung: Bina Media Informasi, 2009

Beladina, Janse, Profesionalisme Guru, Bandung: Bina Media Informasi, 2009

Benyamin, Hakh Samuel, Perjanjian Baru, Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologiisnya, Bandung: Bina Media Informasi, 2010

Bergant, Dianne & Karris, Robert J, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2002

Berkhof, Louis, Theologi Sistematika 4, Doktrin Keselamatan, Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 2001

Best, E, Mark The Gospel as Story, Eidinburgh: T & T Clark, 1985

Boehkle, Robert R, Sejarah Pemikiran dan Praktek  Pendidikan Agama Kristen (Plato-Ignatius Loyola), Jakarta: BPK-GM, 1991

Boland,  B. J. Inti Sari Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1999,

Bons-Storm, M,  Apakah Penggembalaan Itu?, Jakarta: BPK-GM, 2011

Borrong, Robert P, Melayani Makin Sungguh, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016

Borrong, Robert, Berarkar di dalam Dia dan dibangun diatas Dia, Jakarta:BPK Gunung Mulia , 2010

Brill, J. Wesley, Tafsiran Surat Timotius & Titus, Bandung: Kalam Hidup, 1996

Brownlee, Malcom, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis Bagi Orang Kristen Dalam Masyarakat, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004

Budiman, R, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I&II Timotius dan Titus, Jakarta: BPK- GM, 1991

Cahyono, Suharjo B, Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri Yang Tak Terbatas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2011

Calvin, Yohanes, Insitutio, Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2000

Panggabean, Vera Anna, Penguatan Spritual Pendeta, Pematang Siantar: L-SAPA, 2016

Chapman, Adina, Pengantar Perjanjian Baru, Bandung : Kalam Hidup, 2014

Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu?, Jakarta: BPK-GM, 1999

Donald, Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK-GM, 1991

Douglas, J. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid I A-L, Jakarta: YKBK-GMF, 2003

Drane, John, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta : BPK-GM, 2009

Drecher, Jhon. M, Melakukan Buah Roh, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008

Drewes, B. F, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK-GM, 1989

Duyverman, M. E, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1988

Estabrooks, Paul, Berdiri Teguh Ditengah Badai, Jakarta: Open Doors Internasional 2001

Ferrcci, Piero, Bagaimana menjadi orang baik: Agar hidup anda bermakna, bahagia dan disukai banyak orang Jakarta: Libri, 2009

Friberg, Barbara, Analytical Lexicon of The Greek New Testament, Baker Grand Rapids : Greek New Testament Library, 2000

Gintings, E.P, Pendeta dipimpin dan dipakai oleh Roh Kudus, Medan: PGI Sumut, 2006

Groenan, C. OFM, Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta : Kanisius, 1998

Groenen, C, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius,1984

Guthrie, Donal, Teologi Perjanjian Baru I, Jakarta : BPK-GM, 1991

Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta : Momentum, 1981

Hall, Brian P, Panggilan Akan Pelayanan,  Yogyakarta: Kanisius,1992

Halley, Henry H, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru, Surabaya, Literature Crusade, 1968

Harrison, Everett F, The Wycliffe Bible Commentary, Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2001

Harun, Martin, Memberitakan Kabar Injil Kerajaan, Yogyakarta : Kanisius, 2001

Hayes, Jhon, Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 1999

Hendry, Matthew, Tafsiran Matthew Hendry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon, Surabaya : Momentum, 2015

Henry, Matthew, Kitab Kisah Para Rasul, Surabaya: Momentum, 2014

Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, Surabaya: Momentum, 2015

Hoad, J. W. L, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid A-L, Jakarta: Yayasasn Komunikasi Bina Kasih, 2000

Hoad, J. W. L, Ensiklopedia Masa KIni Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK, 2013

Hull, Bill, Panduan Lengkap Pemuridan Menjadi dan Menjadikan Murid Kristus, Yogyakarta: Yayasan Gloria 2011

Hutagalung, Sutan M, Identitas Kepemimpinan Pelayan Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1998

Ismail, Andar, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Beginning With Moses and all the ProPhets, Jakarta: Gunung Mulia, 2003

Jenni, Ernst, Theological Lexicon of The Old Testament vol 1,  Amerika: Hendrickson Publishers, 1997

Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2015

Khiem, Liem, Pendeta dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: Delta Pamungkas, 1997

Khomeini, Imam, Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004

Kusnandar, Yotam Teddy, “Pentingnya Golden Character”, Epigraphe 1, no. 1, 2017

Lamb, Jonathan, Integritas, Jakarta: perkantas Divisi Literatur,2008

Lee, Jaerock, Pesan Salib, Yogyakarta: ANDI, 2008

Lembaga Biblika Indonesia, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta : Kanisius, 2002

Leon-Dufour, Xavier, Ensiklopedia Perjanjian Baru, Jakarta: Kanisius, 1997

Lumbantobing, A. Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK-GM, 1992

Lust, Johan & Erik Einekel Katrin Hauspei, Greek English Lexion Of The Septuaginta, Amerika : Deutsche Bibelgesellehaft, 2003

Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru, pendekatan kritis terhadap masalah-masalahnya, Jakarta: BPK-GM, 1999

Melrath ,W. N & Mathias Billy, Ensiklopedia Alkitab Praktis, Bandung: LLB,

Motyer, J. A, Nubuat-Nabi-nabi dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), Jakarta: YKBK/OMF, 1982

Murray, Andrew, Membina Iman, Bandung: Kalam Hidup, 1995

Neparassi, Sally, Memaknai Kehidupan dan Kematian dalam Allah, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018

Park, Yune Sun, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul Jakarta: BPK Gunung Mulia 2010

Payne, D. F, Budak-Perbudakan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), Jakarta:YKBK/OMF, 1982

Pfeiffer, Charles F.  & Harrison Everett F, The Wycliffe Bible Commentary, Malang: Gandum Mas, 2005

Pfeiffer, Charles F. & Harrison,  Everett F, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3, Malang: Gandum Mas, 2013

Price, Frederick K. C, Saran-saran Praktis Untuk Pelayanan yang Berhasil, Jakarta: Yayasan Pekabar Injil Immanuel, 1993

R, Bultman. & Weiser, A, The Hard Saying Of Jesus, Illionis (Intervarsity Press)

Richards, Lawrence O, New International Encylopedia of Bible Words Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1985

Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2010

Sanders, Oswald, Kepemimpinan Rohani, Bandung : Kalam Hidup, 2017

Saputra, Imelda, Be a Winner Lake me, Jakarta : Gramedia, 2010

Sembiring, M. K, Tafsiran Surat Yakobus, Jakarta: LAI, 2009

Senduk, H. L, Pedoman Pelayanan Pendeta 2, Jakarta: Yayasan Bethel, 2008

Setiawan, M. Nurkolis dan Soetapa Djaka, Menjadi Murid Kristus itu Gimana?, Yogyakarta : Kanisius, 2006

Shawn, Robinson, Pola hidup Kristen, Malang: Gandum Mas, 1997

Smith, Malcolm, Kejenuhan Rohani, Malang: Gandum Mas, 1992

Soekahar, Herman, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin Kristen, Malang: Gandum Mas, 2000

Soekhar, Potret Pendeta di Tengah-tengah Masyarakat Pluralisme Modern, Malang: Gandum Mas, 1998

Sparks, T. Agustin, Pelayanan Nubuatan, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil, 2002

St, Darmawijaya, Kesetiaan Suatu Tantangan, Yogyakarta: kanisius,1889

Stahli, H. P, Theological Lexicon of The Old Testament,Vol I,  USA: Hendrikson Publisher, 1997

Stibbs, A. M, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: BPK-GM, 1981 

Strauch,  Alexander, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan, Yogyakarta: ANDI, 2003

Strauch, Alexander, Kepenatuaan atau Kependetaan: Manakah yang Alkitabiah, Yogyakarta: ANDI, 1992

Sugono, Dendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Empat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008

Suharyo, I, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1995

Sujoko, Albertus, Identitas Yesus, Yogyakarta : Kanisius, 2000

Surbakti, E. B, Benarkah Injil Kabar Baik: bagaimana menyatakan dalam perseftif local, Jakarta: BPK-GM, 2008

Surjantoro, Bagus, Pemenang, Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997

Susanto, Hasan, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan konkordansi Perjanjian Baru (BPK) jilid I Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2006

Thayer, Jhosep Henry, Greek English Lexion Of The New Testament, Amerika : Revised And Enlarge, 1889

Tom, Jacabs, Paulus, Hidup, Karya dan Teologinya, Yogyakarta : BPK dan Kanisius, 2000

Tomasoa, J. J, Biarkan Iman Bicara, Jakarta : Persetia 2001

Tong, Stephen, Iman dan Kehidupan Orang Kristen Sepuluh Hukum Allah, Surabaya: Momentum Christian Literature, 2017

Tongue, D. H, Imam, Imam dan golongan Lewi, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 1982

Wasterman  C. Theological Lexicon Of The Old Testament, USA: Hendrikson Publisher, 1997

Wiersbe, Warren W, Prioritas Seorang Pendeta, Malang: Gandum Mas, 1982

Wiersbe, Warren W, Setia di dalam Kristus, Bandu ng. Kalam Hidup, 2000

Wijanarko, Jarot, Mempelai Ilahi, Jakarta : Bumi Bintaro Permai, 2007

Winarto, Paulus, Maximizing Your Imparct,Berdampak di Usia Muda, Bandung: PT Visi Anugerah Indonesia, 2014

Wong, David. W.F, Finishing Well, Jakarta: BPK Gunung Mulia , 2011

Wright Benjamin G, Slavery in Text and Interpretation, Amerika: The Society Of Biblical Literature, 1998

Wright, Benjamin. G, Terms And Social Status In The Meeting Of Hebrew Biblical And Helenistik Roman Culture, Allen Dwight Slavery in the And Interpretatation, USA: Society of Biblical Literature, 1997

Wyclife, Tafsiran Alkitab, Malang: Gandum Mas, 2014        

Yancey, Philip dan Quinn, Brenda, Meet The Bible dari Kejadian-Wahyu, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015

Yunanto, S, gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, Jakarta: Frederich-Ebert-Stiftung & The Rindep Institute, 2003

Zodhiates, Spiros, The Hebrew-Key Study Bible “3880”,  America: World Bible Publisher, 1988

 

E. Internet

https://id.m.wikipedia.org/ wiki/Pelayan_Tuhan Diakses pada hari jumat 12 Maret 2021, Pukul 21:38 wib

Jayanudin, “hamba” http://AlkitabSabda.org/dictionary. Php? Word=hamba diakses pada tanggal 1 April 2021, 10:30 Wib

 

 

 

 

 

 

 

 

BIODATA

 

I.                  Identitas Pribadi

Nama                                             : Yolanda Tri Sidauruk

NIM                                              : 16.01.1465

Tempat, Tanggal lahir                   : Banuh Raya, 9 April 1997

Alamat                                          : Pongkalan Tongah, Kec. Dolog Masagal

Anak ke                                         : Ke-3 dari 5 bersaudara

Asal Gereja                                   : Gereja Kristen Protestan Simalungn (GKPS)

 

II.               Orangtua

Nama Ayah                                   : Roben Hernanto Sidauruk

Pekerjaan                                       : Bertani

Nama Ibu                                      : Hotmaria Purba

Pekerjaan                                       : Bertani

Alamat                                          : Pongkalan Tongah, Kec. Dolog Masagal

 

 

III.           Pendidikan

Tahun 2007                                   : SD N  094097 Simpang Pongkalan Tongah            

Tahun 2013                                   : Lulus dari SMP Negeri 4 Raya

Tahun 2016                                   : Lulus dari SMA Negeri 1 Raya

 

 

IV.           Tempat Pelaksanaan Collegium Pastoral (CP)

CP                                                  : Gereja Kristen Protestan Simalungun Resort Tambunraya

 



[1] Malcolm Smith, Kejenuhan Rohani (Malang: Gandum Mas, 1992), 27

[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1295

[3] Setya Nugraha dan Maulina, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: karina),381

[4] Darmawijaya, St, Kesetiaan Suatu Tantangan, (Yogyakarta: kanisius,1889),7

[5] Bagus Surjantoro, Pemenang (Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997),23

[6] D.L. Baker dan A.A. Sitompul, Kamus Singkat Ibrani Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hlm. 11. Definsi yang tertera adalah kesetiaan, kejujuran, dan keteguhan.

[7] Charles F.  Pfeiffer & Everett F. Harrison. ed. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary,terj. (Malang: Gandum Mas, 2005),. 1136

[8] E. Best, Mark: The Gospel as Story, (Eidinburgh: T & T Clark, 1985), 299

[9] G. Friedrch, Theological Dictonary Of The New Tastement,( Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans Publishing Company, 1968), 204

[10]R. Bultman. & A. Weiser, The Hard Saying Of Jesus, Illionis (Intervarsity Press), 203-204

[11] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 337

[12] Jhon M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), 514

[13] WillIiam A. Van Gemeren, Dictonary of Old Testament Theology & Exegesis Volume 3 (USA : British Library Cataloguing, 1997), 304

[14] J. W. L. Hoad, Hamba Tuhan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid A-L (Jakarta: Yayasasn Komunikasi Bina Kasih, 2000), 360

[15] H. P. Stahli, “ebed” in Theological Lexicon of The Old Testament,Vol I  (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 819

[16] J. A. Motyer, Nubuat-Nabi-nabi dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 167-171

[17] B. O. Banwell, Raja- Kerajaan, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 293

[18] D. H. Tongue, Imam, Imam dan golongan Lewi, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 422-423

[19] Dalam Alkitab banyak berbicara tentang jabatan pelayan-pelayan yang bekerja dalam Bait Suci justru para rasul dan pembantu-pembantu mereka disebut pelayan Allah (2 Kor 6:4; 1 Tes 3:2), Pelayan Kristus ( 2 Kor 11: 23; Kol 1:7; 1 Tim 4:6), pelayan injil (Ef 3:7; Kol 1:23), pelayan perjanjian Baru (2 Kor 3:6), Pelayan Jemaat (Kol 1:25)

[20] Robert P.Borrong, Melayani Makin Sungguh,(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016),  106

[21] Herman Soekahar, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin Kristen (Malang: Gandum Mas, 2000), 11

[22] Andrew Murray, Membina Iman (Bandung: Kalam Hidup, 1995), 127

[23] Louis Berkhof, Theologi Sistematika 4, Doktrin Keselamatan, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia), 2001, 111

[24] Brian P Hall, Panggilan Akan Pelayanan,  (Yogyakarta: Kanisius,1992), 15-16

[25] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta: BPK-GM, 1991),90-92

[26] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I&II Timotius dan Titus (Jakarta: BPK- GM, 1991), ix

[27] Warren W. Wiersbe, Setia di dalam Kristus, (Bandu ng. Kalam Hidup, 2000), 13

[28]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologiisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 246-247

[29] Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun diatas Dia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 21.

[30] Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun diatas Dia, 21.

[31] Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani ἡέδονισμός hēdonismos dari akar kata ἡέδονή hēdonē, artinya "kesenangan". Henk ten Napel, Kamus Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009) 158.

[32] J. J, Tomasoa, Biarkan Iman Bicara, (Jakarta : Persetia 2001), 200

[33] Anna. Ch. Vera Panggabean, Penguatan Spritual Pendeta (Pematang Siantar : L-SAPA, 2016), iii-iv

[34] Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan, (Yogyakarta: ANDI, 2003), 135-136

[35] Organisasi-organisasi tersebut misalnya Hizbuti Tahrir, Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, lascar Jihat Organisai-organisasi tersebut menjadikan jihat dan syariat sebagai idiologi gerakan yang secara politis berjuang untuk menjadikan Piagam Jakarta sebagai dasar Negara Indonesia. Ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang. Dikutip dari S Yunanto, et. All, gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, Jakarta: Frederich-Ebert-Stiftung & The Rindep Institute, 2003, 34-47

[36] Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedia Perjanjian Baru, (Jakarta: Kanisius, 1997), 239

[37] Alexander Strauch, Manakah yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan (Yogyakarta: ANDI, 2003), 135-136

[38] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Beginning With Moses and all the ProPhets (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 162

[39] Jainal Situmorang, Hamba Tuhan dan Penderitaan dalam Perjanjian Lama Diperhadapkan dengan Pendeta sebagai Hamba Allah, dalam jurnal Hamba Allah, (Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015), 35

[40] Jonathan Lamb, Integritas (Jakarta: perkantas Divisi Literatur,2008),21

[41]Piero Ferrcci, Bagaimana menjadi orang baik: Agar hidup anda bermakna, bahagia dan disukai banyak orang (Jakarta:Libri, 2009 ), 197-198

[42] Setya Nugraha dan Maulina, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: karina),381

[43]S. H. Blank, The Interpreter’s Dictonary Of The Bible, (New Yorl, Abingdon Press, 1962), 223.

[44]David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 2  D-G, ( New York: United States of America, 1922), 749-750

[45] David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 2  D-G, 751

[46] S. H. Blank, The Interpreter’s Dictionary of The Bible, 228.

[47] Willem A vanGemeren, New International Dictionary of Old Testament Theology and Exegesis vol 3 (Cumbria: Paternoster Press, 1989), 430.

[48] Lawrence O, Richards, New International Encylopedia of Bible Words Grand Rapids (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1985), 259-260.

[49] Ernst Jenni, אמן dalam Theological Lexicon of The Old Testament vol 1 (Mark E. Biddle, Trans), Amerika: Hendrickson Publishers, 1997, 134.

[50] Jepsen, אמן dalam Theologycal Dictonary of The Old Testament vol 1: G. Johannes Boterweck (ed) Grand Rapids-Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1990, 294.

[51] Ibid, 298

[52]Ibid, 299

[53] Ibid, 147

[54] B. J. Boland, Inti Sari Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1999), 15.

[55] E. Best, Mark The Gospel as Story (Eidinburgh: T & T Clark, 1985), 299.

[56] J. Douglas, Iman kepercayaan, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid I A-L (Jakarta: YKBK-GMF, 2003), 431.

[57] G. Friedrch, Theological Dictionary of The New Testament, Grand Rapids (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1968), 203-204.

[58]W. N. Melrath, Billy Mathias, Ensiklopedia Alkitab Praktis, (Bandung: LLB, tt), 49.

[59]Henk ten Nepal, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 61.

[60]Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 797.

                [61]Jhon M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), 514.

[62]https://id.m.wikipedia.org/ wiki/Pelayan_Tuhan (Diakses pada hari jumat 12 Maret 2021, Pukul 21:38 wib).

[63]A. Noordegraaf, Otoritas Diakonia Gereja (Teologi dalam Persfektif Reformasi), Jakarta: BPK-GM, 2004), 2 

[64]Benjamin G. Wright, “Ebed/Doulos: Terms and Social Status in The Meeting of Hebrew Biblical and Hellenistic Roman Culture”, dalam Slavery in Text and Interpretation, David Jobling (ed), (Amerika: The Society Of Biblical Literature, 1998), 91.

[65]N. Walter, Doulos  dalam buku, Horzt Balz dan Gerhard Scheider, Exegetical Dictionary Of the New Testament Vol I, USA: Grand Rapids-Michigan 1996, 349.

[66]Verbrugge, Verlyn D (ed), Theology Dictoionary New Testament Words, 307.

[67]J. W. L. Hoad, Ensiklopedia Masa KIni Jilid I (A-L), Kepribadian dan Kehidupan Hamba, (Jakarta: YKBK, 2013), 360.

[68] J. W. L. Hoad, Ensiklopedia Masa KIni Jilid I (A-L), 200

[69]William A Van Gemeren, Dictionary of Old Testament, (USA: Hendrikson Publisher, Kingdom, Patermoster, 1997), 304.

[70]C. wasterman, Ebed, Theological Lexicon Of The Old Testament, (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 819-820.

[71]Benjamin. G Wright, Terms And Social Status In The Meeting Of Hebrew Biblical And Helenistik Roman Culture, Allen Dwight Slavery in the And Interpretatation, (USA: Society of Biblical Literature, 1997), 304.

[72]H. P Stahli, Ebed, In Theological Lexicon Of The Old Testament, (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 819

[73]G. Johanes Bautterweck, Theological Dictionary of The Old Testament Vol III, (Michigan:  Grand Rapids 1998), 19.

[74]G. Johanes Bautterweck, Theological Dictionary of The Old Testament Vol III, 19.

[75]Jayanudin, “hamba” http://AlkitabSabda.org/dictionary. Php? Word=hamba diakses pada tanggal 1 April 2021, 10:30 Wib.

[76]D. F. Payne, Budak-Perbudakan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 198.

[77]Verbrugge, Verlyn D. (ed), Theology Dictionary New Testament Words, (Michigan: Grand Rafids, 2000), 466-467.

[78]Xavier Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 183.

[79]E. B. Surbakti, Benarkah Injil Kabar Baik: bagaimana menyatakan dalam perseftif local, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 110.

[80] A. F. Walls, dalam J. D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid I M-Z (Jakarta: YKBK-GMF, 2003), 307.

[81]Rengstorf, dalam Gerhad Kittel, The Dictionary of New Testament  Vol I, (Grand Rapids, Michigan, 1964), 414-418.

[82]Benyamin A. Abednego. Jabatan Gereja Pada Masa Perjanjian Baru, (Jakarta: PERSETIA, 1991), 50.

[83]A. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta: BPK-GM, 1992), 135.

[84]J. L. Ch Abineno, Penatua, Jabatan dan Pekerjaanya, (Jakarta: BPK-GM, 1992), 15.

[85] J. L. Ch Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 51.

[86]Pensiwally, Kamus Yunani-Indonesia (HKBP: Siantar, 2005, 44. Lih. Shawn Robinson, Pola hidup Kristen, (Malang: Gandum Mas, 1997), 967.

[87] Martin Harun, Memberitakan Kabar Injil Kerajaan (Yogyakarta : Kanisius, 2001), 53.

[88] Donal Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I (Jakarta : BPK-GM, 1991), 295.

[89] John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta : BPK-GM, 2009), 83.

[90] Lembaga Biblika Indonesia, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru (Yogyakarta : Kanisius, 2002) 52.

[91] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, 83.

[92] M. Nurkolis Setiawan dan Djaka Soetapa, Menjadi Murid Kristus itu Gimana? (Yogyakarta : Kanisius, 2006), 65.

[93] Tom Jacabs, Paulus, Hidup, Karya dan Teologinya (Yogyakarta : BPK dan Kanisius, 2000), 210.

[94] Verbrugge, Verlyn D (ed), Theology Dictionary New Testament Words (Michigan : Grand Rafids, 2000), 466.

[95] Albertus Sujoko, Identitas Yesus (Yogyakarta : Kanisius, 2000), 200.

[96] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, 301.

[97] C. Groenan OFM, Sejarah Dogma Kristologi (Yogyakarta : Kanisius, 1998), 46.

[98] Yotam Teddy Kusnandar, “Pentingnya Golden Character”, Epigraphe 1, no. 1 (2017), 11-22.

[99] Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 1 (2018).

[100] Joseph Christ Santo, “Makna Dan Penerapan Frasa Mata Hati Yang Diterangi Dalam Efesus 1:18-19,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 2 (2018).

[101] Rahel Jum Juld dan I Ketut Enoh, “Okultisme Dalam Pelayanan Pastoral,” Jurnal Jaffray 11, no.2 (2013), 165.

[102] Danny Yonathan, “Memahami Konsep Menyangkal Diri, Memikul Salib Dan Mengikut Yesus: Sebuah Analisa Biblikal Lukas 9:23-26,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 2 (2019), 121-137.

[103] Yuhananik, “Kajian Teologis Konsep Kebahagiaan Menurut Matius 5:3,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 2 (2019), 138-153.

[104] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 5th ed. (Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2019).

[105] R. Budiman, Surat-Surat Pastoral  I & II Timotius dan Titus (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1993), 75.

[106]Henry H. Halley, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru, (Surabaya, Literature Crusade, 1968), 258-259

[107] Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2010), 21.

[108] A. M Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (Jakarta: BPK-GM, 1981), 708.

[109] Henry H. Halley, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru,, 258. 

[110] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1988), 136-137.

[111] Duyverman, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, 158.

[112] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru (Bandung : Kalam Hidup, 2014), 120.

[113] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, 121.

[114] Adina Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, 122.

[115] Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, 229.

[116] Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta : Momentum, 1981), 229.

[117] Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru, 229.

[118] Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, 421.

[119] Lembaga Biblika Indonesia, (Dianne Bergant, Robert J. Karris (ed)), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 24.

[120] C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius,1984),

[121] Merrill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 67.

[122]C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, 51.

[123]Imam Khomeini, Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), 5.

[124] Hukum/Peraturan: daging dan mentega tidak dapat dimakan seperti tepung, daging babi dilarang, 39 bagian dari pekerjaan dilarang dilakukan pada hari Sabat (menulis, menjahit) bahkan berjalan lebih dari 35 mil tidak diperbolehkan.

[125] I. Suharyo, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 34.

[126] B. F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 251.

[127] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, pendekatan kritis terhadap masalah-masalahnya, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 261.

[128] C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, 36-39.

[129]Jhon Hayes, Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 99-100.

[130]J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius & Titus,(Bandung: Kalam Hidup, 1996),55.

[131] Nestle-Aland, Novum Testamentum Graece: 27th Edition, 554-555. Untuk Penjelasan symbol dalam kritik apparatus 7-8

 

[132]J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius&Titus, (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 82.

[133]Menghakimi: Hak dan kemampuan untuk menghakimi semua orang hanya dimiliki oleh Allah; Kristus dengan jelas mengakui bahwa diri-Nya memiliki hak dan kemampuan tersebut.  Dalam buku Charles F. Pfeiffer&Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3 (Malang: Gandum Mas, 2013), 1167.

[134]Kerajaan: kerajaan yang dimaksud di sini ialah kerajaan seribu tahun, pemerintahan abadi atas langit baru dan bumi baru. Dalam buku, Dalam buku Charles F. Pfeiffer&Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3, 1168.

[135] Sanksi dari penugasan tersebut adalah kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Allah dan Kristus merupakan saksi-saksi ilahi, sehingga kedatangan-Nya kembali dan Kerajaan-Nya merupakan perangsang yang sangat penting agar tetap setia. Dalam buku Charles F. Pfeiffer&Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3, 1167-1168.

[136]R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1,2 Timotius&Titus, (Jakarta: BPK-GM, 1984), 109-110

[137]Warren W. Wiersbe, Setia di dalam Kristus, 190-191

[138]A. M. Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini, 737.

[139] Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan konkordansi Perjanjian Baru (BPK) jilid I (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2006), 1136.

[140] Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru (BPK) jilid I (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2006), 334.

[141] Spiros Zodhiates, The Hebrew-Key Study Bible “3880”, hal 55 (America: World Bible Publisher, 1988), 1457.

[142] Barbara Friberg, Analytical Lexicon of The Greek New Testament (Baker Grand Rapids : Greek New Testament Library, 2000), 422.

[143] Barclay M. Newman, A Concise Greek-English Dictionary of The New Testament (German Bible Society : Deutsche Bibelgesellschaft United Bible Societies, 1971), verb imperative aorist active 2nd person singular

[144] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon (jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001), 316.

[145] Matthew Hendry, Tafsiran Matthew Hendry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon (Surabaya : Momentum, 2015), 710.

[146] Daniel C. Arichea, Tafsiran Surat-Surat Paulus Kepada Timotius dan Kepada Titus (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2004), 235.

[147]The Interpreter’s Bible In Twelve Volumes, The First and second Episteles to Timothy, 508.

[148] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1,2 Timotius&Titus, 110.

[149] Susanto, Perjanjian baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I, 1136.

[150] Susanto, Perjanjian baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I, 500.

[151] Jhosep Henry Thayer, Greek English Lexion Of The New Testament (Amerika : Revised And Enlarge, 1889), μακροθυμια (makrothumia)

[152] Johan Lust, Erik Einekel Katrin Hauspei, Greek English Lexion Of The Septuaginta, (Amerika : Deutsche Bibelgesellehaft, 2003), μακροθυμια (makrothumia) 

[153] Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, 710.

[154]The Interpreter’s Bible in Twelve Volumes, The First and second Episteles to Timothy, 509.

[155]Daniel C. Arichea&Howard A. Hatton, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, (Jakarta: LAI, 2004), 242.

[156]Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, (Surabaya: Momentum, 2015),713.

[157] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1, 2 Timotius&Titus, 111.

[158] Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan KonKordansi Perjanjian Baru (BPK) Jilid II, 109.

[159] Friberg, Analytical Lexcion Of The Greek New Testament, άποστρέϕω (apostropho)

[160] Newman, A Concise Greek-English Dictionary of the New testament, άποστρέϕω (apostropho)

[161] Johanes E. Louw, Greek-English Dictionary of The New Testament, United Bible Societes New York, 1989), άκοή (akoe)

[162] Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, 713.

[163] κακοπάθησον (kakopahteson) verb imperative aorist active 2nd person singular from, (BYM Morphology, Word Analysis, κακοπάθησον i/y in Bible Works Version 7), 212.

[164] Susanto, Perjanjian Baru Interlinear dan Korkondansi Perjanjian Baru Jilid II, 421.

[165] Newman, A Consice Greek-Engiish Dictionary of The New Testament, κακοπάθησον verb imperative aorist active 2nd person singular from κακοπάθέω, 154.  

[166] Friberg, Analytical Lexicon of the Greek New Testament,  κακοπάθησον verb imperative aorist active 2nd person singular from κακοπάθέω, 134.

[167] Henry, Tafsiran Matthew Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, Surabaya: Momentum, 45.

[168] Philip Yancey dan Brenda Quinn, Meet The Bible dari Kejadian-Wahyu (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015), 943.

[169] Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung : Kalam Hidup, 2017), 70.

[170] Newman, A Consice Greek-Engiish Dictionary of The New Testament, ποίησον, 86.

[171] Friberg, Analytical Lexicon of the Greek New Testament,  ποίησον, 127.

[172] Henry, Tafsiran Matthew Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, 711.

[173] Abineno, Tafsiran Surat Filipi (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 68.

[174] Imelda Saputra, Be a Winner Lake me (Jakarta : Gramedia, 2010), 113.

[175] Malcom Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis Bagi Orang Kristen Dalam Masyarakat (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 29.

[176] Sally Neparassi, Memaknai Kehidupan dan Kematian dalam Allah (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018) 100.

[177] Louw, Greek-English Lexicon Of The New Testament, πληροϕόρησον, 171.

[178] Arichea, Tafsiran Surat-surat Paulus Kepada Timotius dan Kepada Titus, 239.

[179] Jarot Wijanarko, Mempelai Ilahi (Jakarta : Bumi Bintaro Permai, 2007), 112.

[180] Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I & II Timotius dan Titus (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008), 112.

[181]Daniel C. Arichea&Howard A. Hatton, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, 244.

[182]The Interpreter’s Bible In Twelve Volumes, The First and second Episteles to Timothy, 510.

[183] A. M. Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini, 737.

[184]Daniel C. Arichea&Howard A. Hatton, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, 246.

[185] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK GM, 2001), 327.

[186] Daniel C. Arichea&Howard A. Hatton, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, 247.

[187]J. D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini M-Z, (Jakarta: Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 4.

[188] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon, 328.

[189]Daniel C. Arichea&Howard A. Hatton, Surat-surat Paulus kepada TImotius dan kepada Titus, 248.

[190] Robert P. Borrong, Berakar didalam Dia dan Dibangun di atas Dia (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2002), 25.

[191] Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary, Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2001), 896. 

[192] Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius dan Titus (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1996), 50. 

[193] Suharjo B. Cahyono, Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri Yang Tak Terbatas (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2011), 183.

[194] Wyclife Tafsiran Alkitab (Malang: Gandum Mas, 2014), 45.

[195] Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Timotius 1& 2 Timotius dan Titus, Filemon, 307.

[196] M. K. Sembiring, Tafsiran Surat Yakobus (Jakarta: LAI, 2009), 26.

[197] Paulus Winarto, Maximizing Your Imparct, Berdampak di usia Muda (Bandung: PT Visi Anugerah Indonesia, 2014), 13.

[198] Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Empat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1295.

[199] Bill Hull, Panduan Lengkap Pemuridan Menjadi dan Menjadikan Murid Kristus (Yogyakarta: Yayasan Gloria 2011), 236.

[200] Jhon. M. Drecher, Melakukan Buah Roh (Jakarta: BPK Gunung Mulia , 2008), 208.

[201] David. W.F Wong, Finishing Well (Jakarta: BPK Gunung Mulia , 2011), 158.

[202] Drecher, Melakukan Buah Roh, 209.

[203] Matthew Henry, Kitab Kisah Para Rasul (Surabaya: Momentum, 2014),884

[204] Yune Sun Park, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2010),184.

[205]Jaharianson Saragih dan Parulihan Sipayung, Ebed Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah (Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015), 51.

[206]Hoad, “Hamba Tuhan”, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L, 360.

[207]Alexander Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan: Manakah yang Alkitabiah, (Yogyakarta: ANDI, 1992), 119-121.

[208]Agus Gunawan, Jurnal Tantangan Pelayanan Hamba Tuhan Zaman Now  (Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No. 14, Maret 2018),  118.

[209]E.P. Gintings, Pendeta dipimpin dan dipakai oleh Roh Kudus, (Medan: PGI Sumut, 2006), 7.

[210]Herman Soekahar, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin Kristen, (Malang: Gandum Mas, 2000), 11.

[211]W. J. S. Porwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 179.

[212]Liem Khiem, Pendeta dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), 364.

[213]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, (Jakarta: BPK-GM, 2016), 15.

[214]H. L. Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta 2, (Jakarta: Yayasan Bethel, 2008), 36.

[215]Soekhar, Potret Pendeta di Tengah-tengah Masyarakat Pluralisme Modern, (Malang: Gandum Mas, 1998), 11.

[216]Hoad, Hamba Tuhan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L, 360.

[217] Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 10.

[218]Warren W. Wiersbe, et, Prioritas Seorang Pendeta, (Malang: Gandum Mas, 1982), 39-44.

[219] Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu?, 23.

[220] Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 22.

[221]M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 102.

[222]Sutan M. Hutagalung, Identitas Kepemimpinan Pelayan Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 4-5.

[223]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 35.

[224] Robert R Boehkle, Sejarah Pemikiran dan Praktek  Pendidikan Agama Kristen (Plato-Ignatius Loyola), (Jakarta: BPK-GM, 1991), 62.

[225]Janse Beladina, Profesionalisme Guru, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 28.

[226]Yohanes Calvin, Insitutio, Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 244.

[227]T. Agustin Sparks, Pelayanan Nubuatan, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil, 2002), 1.

[228]Jaharianson Saragih&Parulian Sipayung, Ebed Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah, 51.

[229] Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 30.

[230]Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta 2, 37.

[231]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 4.

[232]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 30.

[233]Yonky, Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 183.

[234]Heribertus, Penderitaan Sebagai Dasar Pemuridan Kristus, dalam jurnal Teologi Stulos, (Bandung: STT Bandung, 2010), 216-217.

[235]Frederick K. C. Price, Saran-saran Praktis Untuk Pelayanan yang Berhasil, (Jakarta: Yayasan Pekabar Injil Immanuel, 1993), 36.

[236]B. Kreysen Purba,Menderita Karena Pilihan: Sebuah Renungan Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah Komunitas yang Pluralistik dalam jurnal  Teologi Stulos, 27-28.

[237] B. Kreysen Purba,Menderita Karena Pilihan: Sebuah Renungan Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah Komunitas yang Pluralistik dalam jurnal  Teologi Stulos, 35.

[238]Bagus Surjantoro, Pemenang, (Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997), 23.

[239]Paul Estabrooks, Berdiri Teguh Ditengah Badai, (Jakarta: Open Doors Internasional 2001), 310.

[240]Robert P. Borrong, Berakar Didalam Dia Dan Dibangun di atas Dia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2002), 21. 

[241]Stephen Tong, Iman dan Kehidupan Orang Kristen Sepuluh Hukum Allah, (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2017), i. 

[242]Jaerock Lee, Pesan Salib, (Yogyakarta: ANDI, 2008), 207.

[243] Yan Ajang, dalam jurnal, Meneladani Ketaatan dan Kesetiaan Ayub Sebagai Refleksi Hidup Beiman, 4.

[244]Charles F. Pfeiffer&Everett F. Harrisson, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol 3, 225.

[245]Donald Gutrie, Teologi PB 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 62.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelayakan Usaha Kerajinan Keranjang Bambu

Teologi Sistematika