KESETIAAN PELAYAN
(Suatu
Tinjauan Eksegese Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius
4:1-8 dan Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS)
Skripsi
Diajukan
untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Theologi (S.Th)
Oleh:
Yolanda
Tri Sidauruk
NIM : 16.01.1465
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA
(STT) ABDI SABDA MEDAN
PROGRAM STUDI TEOLOGI
MEDAN
2021
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA
ABDI SABDA MEDAN
LEMBARAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
Nama : Yolanda Tri
Sidauruk
NIM :
16.01.1465
Jurusan : Theologia
Judul Skripsi : Kesetiaan Pelayan
Sub
Judul : Suatu Tinjauan Eksegese
Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 dan
Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS
Medan, Agustus 2021
Diketahui
oleh
Dosen
Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(Dr. Jon
Riahman Sipayung) (Dr. Jan Jahaman Damanik)
Disetujui oleh
Ketua STT Abdi Sabda Ketua Prodi Theologia
(Agus Jetron
Saragih, M. Th) (Dr. Rohny Pasu Sinaga)
KATA PENGANTAR
Setia setialah setialah sampai mati
Seperti Tuhan Yesus
Setia setialah setia sampai mati
Apakah
jawabanmu untuk kasish setia-Nya
Setia setialah setialah sampai mati
Puji syukur penulis sampaikan
kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat yang telah memelihara dan
melindungi sepanjang perjalanan hidup penulis hingga saat ini penulis masih dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tanpa penyertaan-Nya penulis tidak mampu
berbuat apa-apa. Di dalam segala bentuk pergumulan dan tantangan yang penulis
alami selama menempuh perkuliahan di STT Abdi Sabda ini, Tuhan selalu memberi
penulis kekuatan dan pertolongan. Terpujilah Tuhan untuk setiap penyertaan dan
berkat-Nya yang senantiasa menaungi penulis dalam masa menimba ilmu di STT Abdi
Sabda Medan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bisa
diselesaikan bukan hanya karena usaha penulis, tetapi karena semangat dan
dukungan dari orang-orang yang mengasihi penulis. Oleh sebab itu penulis
mengucapkan terimakasih yang teramat besar buat orang tua penulis,
yaitu Roben Hernanto Sidauruk dan Hotmaria Purba orang tua yang luar biasa yang
telah membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya, perjuangan yang mereka
lakukan membuat penulis semangat menyelesaikan perkuliahan. Penulis juga
berterimakasih buat saudara-saudariku yang luar biasa: Bang Agra Sidauruk dan
keluarga, bang Ari Sidauruk beserta keluarga, buat adek Ival dan Yusna
Sidauruk, terimakasih buat dukungan semangat dan dukungan berupa materi yang
kalian berikan kepada penulis.
Penulis
sungguh menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tak lepas dari dua
pembimbing hebat dan mumpuni yang membimbing penulis melalui bidang dan
keahliannya masing-masing. Untuk itu penulis sungguh mengucapkan banyak
terimakasih kepada pembimbing pertama, Bapak Pdt. Dr. Jon Riahman Sipayung sebagai
dosen pembimbing yang sungguh memberikan bimbingan akademis kepada penulis
selama menempuh pendidikan teologi hingga penulisan skripsi ini. Melalui
kesabarannya dan gaya bimbingannya yang khas yaitu memberikan
pengajaran secara detail mengenai penulisan apalagi dibagian penulisan bahasa
Yunani, beliau telah memperkaya pemahaman penulis dalam penulisan skripsi
ini. Yang kedua, kepada Bapak Pdt. Dr. Jan Jahaman Damanik sebagai
dosen pembimbing kedua yang sungguh memberikan masukan pemikiran untuk bagi
penulis. Berkat bimbingannya yang sangat mendalam skripsi ini bisa selesai
dengan baik. Terimakasih untuk nasihat dan motivasinya selama membimbing
penulis. Bagi keduanya, penulis haturkan banyak terimakasih karena sudah meluangkan waktu bagi
penulis melakukan bimbingan.
Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada:
1.
Bapak Agus Jetron Saragih, M. Th selaku ketua
STT Abdi Sabda Medan.
2.
Ibu Dr. Rohny Pasu Sinaga selaku ketua prodi
teologi STT Abdi Sabda Medan.
3.
Ibu Bertalyna sebagai DPA Kelas a Stambuk 2016
STT Abdi Sabda Medan.
4.
Seluruh Bapak/Ibu dosen, terimkasih buat
didikan dan ilmu yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis sampai kepada
tahap akhir perkuliahan.
5.
Seluruh staff/pegawai Abdi Sabda, terimkasih buat
semua pelayanan yang telah diberikan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
6.
Jemaat GKPS Resort Tambunraya yang menjadi
tempat penulis melaksanakan Collegium Pastoral (CP) dan kepada Pdt. Ferdi
Septiady Garingging, S.Th sebagai pembimbing lapangan yang banyak memberikan
pembelajaran bagi penulis.
ABSTRAKSI
Kesetiaan
merupakan salah satu contoh untuk menggambarkan pola hidup yang mampu
memelihara imannya kepada Allah. Memberikan dampak yang positif bagi lingkungan
sekitarnya namun tidak menutup kemungkinan cacian dari sekitar yang mencoba
mengajak supaya tidak setia kepada Allah. Dalam hubungan dengan Tuhan, kehidupan
rumah tangga, pekerjaan, kesetiaan sangatlah diperlukan serta tanggungjawab dan
kerendahan hati dalam menjalankan setiap tugas pelayanan kita. Karena jabatan
yang diterima sebagai hamba Tuhan bukan
sebuah jabatan yang harus dipertunjukkan dan dipamerkan kepada semua orang dan
harus menghidupi pelayanan itu dengan baik sehingga tugas dan panggilan
mengabarkan firman Tuhan itu tidak menjadi beban. Karena segala yang kita punya
baik itu karunia, bakat, kekuatan, harta, Kesehatan, waktu dan hidup tidak ada
satupun yang tidak berasal dari Dia. Oleh karena semua berasal dari Dia, maka
di dalam melaksanakan tugas tidak ada istilah mengorbankan atau pengorbanan
yang patut dibanggakan.
Sebagai
seorang pelayan Tuhan dipahami memiliki banyak pengetahuan, sehingga diharuskan
dalam kehidupanya mencerminkan apa yang diperintahkan oleh Allah. Karena
pelayan Tuhan harus mampu setia dalam
pelayanannya dan mampu membuktikan iman kepercayaan juga dapat menghidupi iman
percayanya, karena orang beriman yang berusaha mencapai kesempurnaan artinya
yang berjuang untuk menjadi apa yang Allah harapkan dalam diri umat-Nya khususnya bagi pelayan sebagai
gembala harus membatasi diri dalam segala hal apalagi ketika ada pelayan yang
terkadang terjebak dalam kehidupan yang terlalu mewah padahal yang diharapkan
dari seorang pelayan Tuhan itu ialah kesederhanaan dan memiliki hati tulus,
siap sedia dalam memberitakan Firman Allah, tidak memilih-milih tempatnya
melayani. Sehingga tugas dan panggilan sebagai seorang pelayan Tuhan terpenuhi
dengan baik.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
ABSTRAKSI.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR
SINGKATAN........................................................................ x
ALPHABET
YUNANI DAN TRANSLATENYA ............................... xiii
ALPHABET
IBRANI DAN TRANSLATENYA.................................. xiv
TANDA VOCAL ................................................................................... xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................................... 14
1.3. Pembatasan Masalah.................................................................................................... 15
1.4. Perumusan Masalah .................................................................................................... 15
1.5. Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 16
1.6. Manfaat Penulisan....................................................................................................... 16
1.7. Metodologi Penulisan.................................................................................................. 16
1.8. Sistematika Penulisan ................................................................................................. 16
BAB II PENGERTIAN TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN
SERTA SIKAP DAN KARAKTER DARI SEORANG PELAYAN TUHAN
2.1. Pengertian Kesetiaan .................................................................................................. 18
2.1.1.
Secara Umum .................................................................................................. 18
2.1.2.
Dunia Yunani
Romawi .................................................................................... 18
2.1.3.
Dalam Dunia Yahudi
....................................................................................... 20
2.1.4.
Menurut Perjanjian
Lama ................................................................................ 21
2.1.5.
Menurut Perjanjian
Baru .................................................................................. 24
2.2. Pengertian Pelayan Tuhan .......................................................................................... 25
2.1.1.
Secara Umum .................................................................................................. 25
2.2.1.
Menurut Yunani
Romawi ................................................................................ 26
2.3.1.
Menurut Yahudi .............................................................................................. 27
2.4.1.
Menurut Perjanjian
Lama ................................................................................ 28
2.5.1.
Menurut Perjanjian
Baru .................................................................................. 31
2.6.1.
Menurut Injil
Sinoptik ..................................................................................... 34
2.7.1.
Menurut Surat
Paulus ...................................................................................... 36
2.3. Sikap dan Karakter Yang Diharapkan dari Seorang Pelayan Tuhan .......................... 38
2.3.1.
Menyadari Hidupnya
Milik Kristus ................................................................. 38
2.3.2.
Memiliki Komitmen
Kepada Satu Tuan, yaitu Kristus.................................... 38
2.3.3.
Memiliki Ketaatan
Penuh dan Kerendahan Hati ............................................. 39
2.3.4.
Memiliki Respon
yang Baik Atas Tugas yang Dipercayakan........................... 40
2.3.5.
Tidak Mencari
Hormat Bagi Diri Sendiri ........................................................ 40
2.3.6.
Setia dan
Bertanggung Jawab Kepada Rumah Tuhan ................................... 41
2.3.7.
Memiliki
Integritas .......................................................................................... 41
2.3.8.
Mempersiapkan Diri
untuk Pelayanan.............................................................. 42
2.3.9.
Siap Sedia dalam
Segala Keadaan .................................................................. 43
BAB III TINJAUAN
EKSEGESE HISTORIS KRITIS TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN MENURUT 2 TIMOTIUS
4:1-8
3.1. Pengantar Kitab 2 Timotius ......................................................................................... 45
3.1.1. Latar Belakang
Surat 2 Timotius ...................................................................... 45
3.1.2. Penulisan
Kitab, Waktu dan Tempat Penulisan ................................................ 47
3.1.3. Penulisan dan
Penerima Surat 2 Timotius ......................................................... 48
3.1.4. Tujuan Surat 2
Timotius .................................................................................... 49
3.2.
Metode Historis Kritis
................................................................................................. 51
3.3.1.
Pengertian
Penafsiran Historis Kritis ................................................................. 51
3.3.2.
Alasan Penulis
Menggunakan Metode Penafsiran Historis Kritis ..................... 51
3.3. Situasi Pelayanan Surat 2 Timotius ............................................................................. 52
3.3.1.
Situasi Geografis
dan Kebudayaan .................................................................... 52
3.3.2.
Situasi Politik ..................................................................................................... 53
3.3.3.
Situasi Keagaaman ............................................................................................. 53
3.3.4.
Situasi Sosial Ekonomi
....................................................................................... 54
3.4. Analisa Sastra .............................................................................................................. 55
3.4.1.
Analisa Bentuk ................................................................................................... 55
3.4.2.
Analisa Konteks ................................................................................................. 56
3.5. Analisa Teks ................................................................................................................ 57
3.5.1.
Perbandingan
Bahasa ......................................................................................... 57
3.5.2.
Kritik Aparatus .................................................................................................. 61
3.5.3.
Terjemahan Akhir ............................................................................................... 64
3.6. Tafsiran ........................................................................................................................ 65
3.7. Kesimpulan Tafsiran .................................................................................................... 88
3.8. Skopus ......................................................................................................................... 90
3.9. Makna Kesetiaan Pelayan Tuhan Secara Eksegese Historis
Kritis
Terhadap 2
Timotius 4:1-8............................................................................................ 91
3.9.1.
Siap Sedia
Memberitakan Firman Tuhan ........................................................... 91
3.9.2.
Bertahan Dalam
Kesulitan ................................................................................. 94
3.9.3.
Setia Sampai Akhir
............................................................................................ 95
BAB IV REFLEKSI
KESETIAAN PELAYAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8 BAGI PELAYAN MASA KINI
4.1. Sekilas Tentang Pelayan Tuhan ................................................................................... 98
4.2. Tugas Seorang Pelayan Tuhan (Pendeta) .................................................................... 99
4.2.1.
Pendeta Sebagai
Pelayan Tuhan ........................................................................ 99
4.2.2.
Pendeta Sebagai
Pemimpin ................................................................................ 101
4.2.3.
Pendeta Sebagai
Gembala .................................................................................. 103
4.2.4.
Pendeta Sebagai
Guru dan Pendidik ................................................................. 104
4.3. Refleksi Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius
4:1-8 Bagi Pelayan Masa Kini......... 105
4.3.1.
Kejujuran Pelayan
dalam Memberitakan Firman ............................................... 105
4.3.2.
Tetap Memberitakan
Firman .............................................................................. 106
4.3.3.
Kuat dalam
Penderitaan ..................................................................................... 107
4.3.4.
Setia Kepada
Panggilan Tuhan .......................................................................... 109
4.3.5.
Memelihara Iman ............................................................................................... 111
4.3.6.
Upah Kesetiaan
Bagi Pelayan Tuhan ................................................................. 112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................................................. 114
5.2. Saran ........................................................................................................................... 116
5.1.1.
Bagi Pendeta
Sebagai Hamba Tuhan ................................................................. 116
5.1.2.
Bagi Warga Gereja ............................................................................................. 117
5.1.3.
Bagi Mahasiswa ................................................................................................. 118
5.1.4.
Kepada Pembaca ................................................................................................ 119
Daftar
Pustaka
Biodata
DAFTAR SINGKATAN
I.
Singkatan Alkitab
Perjanjian Lama
Kej. :
Kejadian
Kel . : Keluaran
Im. :
Imamat
Bil. :
Bilangan
Ul. :
Ulangan
Hak. :
Hakim-Hakim
Rut . : Rut
1 Sam. :
1 Samuel
2 Sam. :
2 Samuel
1 Raj. :
1 Raja-Raja
2 Raj. :
2 Raja-Raja
1 Taw. :
1 Tawarikh
2 Taw. :
2 Tawarikh
Ezr. :
Ezra
Neh. :
Nehemia
Est. :
Ester
Ayb. :
Ayub
Mzm. :
Mazmur
Ams. :
Amsal
Pkh. :
Pengkhotbah
Yes. :
Yesaya
Yer. :
Yeremia
Yeh. :
Yehezkiel
Yl. :
Yoel
Am. :
Amos
Yun. :
Yunus
Mi. :
Mikha
Nah. :
Nahum
Hab. :
Habakuk
Zef. :
Zefanya
Hag. :
Hagai
Za. :
Zakharia
Mal. :
Maleakhi
Perjanjian Baru
Mat. :
Matius
Mrk. :
Markus
Luk. :
Lukas
Yoh :
Yohanes
Kis. :
Kisah Para Rasul
Rm. :
Roma
1 Kor. :
1 Korintus
2 Kor. :
2 Korintus
Gal. :
Galatia
Ef. :
Efesus
Kol. :
Kolose
Tit :
Titus
Ibr. :
Ibrani
Yak. :
Yakobus
1 Ptr. :
1 Petrus
2 Ptr. :
2 Petrus
1 Yoh. :
1 Yohanes
2 Yoh. :
2 Yohanes
3 Yoh. :
3 Yohanes
II.
Singkatan Umum
Ay. :
Ayat
Bnd. :
Bandingkan
BPH :
Bibel Pakon Haleluya
BPK-GM :
Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia
CP :
Collegium Pastoral
Dkk :
Dan Kawan-kawan
Dll :
Dan Lain-lain
Dr. :
Doktor
Dsb :
Dan Sebagainya
Dst :
Dan Seterusnya
Ed. :
Editor
HAM :
Hak Azasi Manusia
KBBI :
Kamus Besar Bahasa Indonesia
KJV : King James Version
LAI :
Lembaga Alkitab Indonesia
Lih. :
Lihat
M :
Masehi
Mis. :
Misalnya
NIM :
Nomor Induk Mahasiswa
PB :
Perjanjian Baru
Pdt. :
Pendeta
Peny. :
Penyunting
Ps :
Pasal
PL :
Perjanjian Lama
S.Th :
Sarjana Theologia
SAAT :
Seminari Alkitab Asia Tenggara
sM :
Sebelum Masehi
STT-AS :
Sekolah Tinggi Theologia Abdi Sabda
TM : Teks
Massorah
UK : United of Kingdom
USA : United
States of America
YKBK : Yayasan Komunikasi Bina Kasih
ALPHABETH YUNANI DAN TRANSLITRASINYA
Form |
Name |
Translitration |
Α |
Alpha |
a |
Β |
Beta |
b |
Γ |
Gamma |
g |
Δ |
Delta |
D |
Ε |
Epsilon |
E |
Ζ |
Zēta |
Z |
Η |
Etha |
ē |
Θ |
Thēta |
Th |
Ι |
Iōta |
I |
Κ |
Kappa |
K |
Λ |
Lambda |
L |
Μ |
Mu |
M |
Ν |
Nu |
N |
Ξ |
Xi |
X |
Ο |
Omicron |
O |
Π |
Pi |
P |
Ρ |
Rhō |
R |
σ ς |
Sigma |
S |
Τ |
Tau |
T |
Υ |
Upsilon |
U |
Φ |
Phi |
Ph |
Χ |
Chi |
Ch |
Ψ |
Psi |
Ps |
Ω |
Ōmega |
Ō |
ALPHABETH IBRANI DAN TRANSLITRASINYA
Form |
Name |
Translitration |
א |
יAlep |
’ |
ב |
Bêṯ |
b, ḇ (bh) |
ג |
Gîmel |
g, g (gh) |
ד |
Dāleṯ |
d, ḏ (dh) |
ה |
Hē |
H |
ו |
Wāw |
W |
ז |
Zàyin |
Z |
ח |
Hêṯ |
ḥ |
ט |
Têṯ |
ṭ |
י |
Yoḏ |
Y |
ךכ |
Kap |
k, ḵ (kh) |
ל |
Lāmeḏ |
L |
םמ |
Mêm |
M |
ןנ |
Nûn |
N |
ס |
Sāmeḵ |
S |
ע |
‘Áyin |
ʽ |
ףפ |
Pē |
p, p (ph) |
ץצ |
Sāḏê |
ṣ |
ק |
Qôp |
q, ḳ |
ר |
Rêš |
R |
ֺש |
Śîn, Šîn |
ś, š |
ת |
Tāw |
t, ṯ (th) |
TANDA VOKAL
Form |
Name |
Translitration |
̱ |
Pathahª |
A |
˕ |
Qāmeṣ |
Ā |
̤̩ |
Sᵉghol |
E |
̤ |
Ṣērê |
Ē |
יֵ |
Ṣērê |
Ê |
ˌ |
Sorth Ḥireq |
I |
יֵ |
Long Ḥireq |
Î |
ֻ |
Qibbûs |
U |
וּ |
Ŝûreq |
Û |
˕ |
Qāmeṣ-Ḥāṭûph |
O |
וֹ |
Ḥōlem |
Ô |
ֹ |
Ḥōlem |
Ō |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Malcolm
Smith menjelaskan orang percaya ketika mengalami ujian hidup maka kadang kala
merasa tidak mampu dan segera mengambil keputusan untuk tidak bertahan dan
memilih untuk lari dari kenyataan yang ia alami. Ketika mengalami saat-saat
kegelapan yang hanya dapat disamakan dengan lembah kekelaman, maka orang
percaya kadang menyerah dan putus asa. Rasul Paulus menggambarkan kehidupan
orang percaya: Kami senantiasa berada dalam ancaman maut, tetapi lihatlah, kami
tetap hidup. Kami telah terluka. Tetapi terhindar dari maut. Kami berdukacita,
tetapi pada saat yang sama kami bersukacita (2 Kor. 6:9-10, Firman Allah yang
hidup)[1]. Mengenai kesetiaan beberapa pengertian mengatakan
bahwa kesetiaan itu harus memiliki buah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
bahwa setia adalah berpengang teguh, patuh taat, tetap teguh hati, jadi
kesetiaan ialah keteguhan hati, ketaatan dan perhambaan.[2]
Dalam kamus bahasa Indonesia juga loyalitas didefinisikan sebagai kesetiaan
atau kepatuhan.[3]
Kesetiaan, kata ini membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila
dinyanyikan tetapi tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam
kenyataan hidup. Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan
salah satu unsur (dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan. Kesetiaan
adalah merupakan misteri kehidupan, di mana tanpa kesetiaan hidup manusia
menjadi lain, atau lain dari harapan pertama.[4]
Oleh
karena itu sangatlah penting kesetiaan itu diwujudnyatakan dalam semua hidup
dan aktivitas (pekerjaan manusia) agar usaha dan tujuan akhir manusia itu
sukses dan dapat memberi hasil yang lebih baik. Kesetiaan bukan berarti
ketaatan yang pasif, tetapi dari hal yang kecil dalam kesetiaan dapat
mengembangkannya menjadi sesuatu yang lebih besar demi kemuliaan Tuannya (Mat.
25:14-30).[5]
Itulah gambaran kesetiaan manusia. Kesetiaan yang di maksud dalam teks ini
ialah kesetiaan di dalam melakukan firman Tuhan dan Kesetiaan terhadap Allah
pencipta serta pemilik alam semesta. Di mana dalam mempertanggungjawabkan
segala pekerjaan itu adalah kepada Allah.
Dalam
teks Perjanjian Lama didapati bahwa kata iman didesentralisasikan dari kata הנמא emunah. Meski
kata emunah sendiri tidak berarti demikian. Emunah
הנמא artinya kesetiaan kata ini dapat ditemui dalam kitab
Habakuk 2:4, Bila memeriksa
kata ini dalam
Habakuk 2:4, maka di
terjemahkan percaya. Jika
demikian, mengapa emunah justru diterjemahkan ‟percaya
(nya)‟ dan bukan kesetiaan.[6] Kata emunah
merupakan penjelasan dari kata aman ןמא
bahwa kata ini merupakan ide kunci dari iman yang sungguh-sungguh. Bahkan
merupakan hal yang khusus dan penting dalam mengekspresikan iman yang
sungguh-sungguh kepada Allah. Harus dimengerti
bahwa tidak mungkin seorang bisa setia kepada Tuhan jika ia tidak
mempercayai Tuhan, Tuhan yang kepada Nya ia berserah. Kesetiaan itu harus
dipraktikkan dalam hubungan kepada
seseorang atau sesuatu. Dalam hal ini individu harus setia kepada Allah, kepada
Firman dan kepada perjanjian Allah. Dia harus teguh bersandar atau memiliki keparcayaan
yang mendalam dengan Allah.[7] Dalam
PB juga , untuk menyatakan “setia” sering digunakan kata πιστος
(pistos) dan πιστευειν (pisteuein). Merujuk
kepada menurut Markus mengkhususkan serta tertuju kepada Allah (Mrk. 11:22 atau
9:23, 24). Di sini diterangkan bagaimana peranan kata setia tersebut dalam
hubungan dengan Kristus dengan kuasa Allah. Kata ini dihubungkan dengan arti
kata percaya (believe) kepada Allah.[8]
Kata pisto dipakai dalam bentuk pasif
(2 Tim. 3:14).[9] Bersamaan dengan arti dengan kata di atas,
kita lihat juga kata πιστευω pisteuo yang mempunyai arti percaya/bergantung.
Sedangkan kata πιστισ pistis berarti
kepercayaan dan keimanan. Kedua kata ini sama sama menekankan kepercayaan
secara agamani. Sedangkan kata πιστος pistos mempunyai dua pengertian yang sama yaitu keimanan akan menemukannya di dalam
pelayanan kepada Tuhan yang tertulis pada 1 Kor. 4:2; 17:14 atau hendak dipakai
untuk bersaksi saat orang hendak
bersaksi akan imannya (Why. 2:13).[10]
Melalui pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa kata kesetiaan dalam PB tidak dapat dilepaskan dari iman dan percaya dan
bahkan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Dalam KBBI hamba adalah abdi atau budak belian yang
dibeli oleh orang kaya dan orang itulah yang menjadi tuanya.[11]
Dalam bahasa Inggris juga dikatakan servant
yang artinya pelayan, babu, abdi atau pegawai pemerintahan.[12]
Dari pemaparan tersebut maka jelaslah bahwa hamba itu ialah pelayan atau budak
yang haru bekerja atau mengabdi kepada tuanya. Jadi seorang pelayan Tuhan
adalah seorang abdi atau budak yang melayani Tuhan sesuai dengan kehendak
Tuhan. Dalam bahasa Ibrani עֶבֶד ebed,
berarti melakukan pekerjaan, melayani atau pelayan,
budak, pembantu bawahan.[13]
Artinya seseorang bekerja untuk keperluan orang lain. Ia pekerja yang menjadi
milik tuanya. Dalam kehidupan agama Israel kata itu dipakai untuk menunjukkan
kerendahan hati seseorang dihadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12).
Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga tuntutan
Ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya dan
kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah,
yang akan membela hamba-Nya. Dalam bentuk jamak kata itu ialah “orang-orang
saleh”.[14]
Kata ebed adalah kata benda yang
berarti pelayan, kata ini sering digunakan untuk penyebutan kepada budak atau
pelayan. Ebed (pelayan) adalah
pribadi yang diperintah yang pasangannya adalah yang memerintah atau tuan.
Dalam hal ini, antara yang diperintah dan yang memerintah memiliki pola
hubungan sebab akibat yang menunjukkan status dan gambaran hubungan kedua
pribadi ini yaitu antara tuan dan pelayan.[15] Dalam
Perjanjian Baru, istilah pelayan Tuhan merujuk kepada para rasul, diaken dan
orang-orang percaya. Tugas dari Pelayan
Tuhan ini dapat beragam dilihat dari kapasitas dan tugas yang diembanya.
Sebagai nabi maka ia bertugas menjadi corong Allah, bernubuat atau menyampaikan
teguran atau pesan Allah, tanpa menambah dan mengurangi.[16]
Sebagai Raja, maka ia bertugas sebagai wakil Allah. Raja bertanggung jawab
memelihara keadilan (Yes. 11:1-4, Yer. 33:15), bertindak sebagai hakim,
memberitakan hukum taurat.[17]
Sebagai imam, maka ia bertugas untuk mengatur peribadahan dan persembahan di
bait Allah.[18]
Ketika istilah pelayan Tuhan disebut, maka yang muncul dalam pemikiran sebagian
orang Kristen adalah orang yang terlibat aktif di lingkungan gereja, yaitu
orang yang terlibat dalam kegiatan liturgi, diakonia, pastoral dan misi. Pada
umumnya yang dimengerti sebagai aktivitas seorang pelayan Tuhan adalah
melakukan pekerjaan gerejawi, seperti berkhotbah, memimpin puji-pujian,
mengajar sekolah minggu, mengorganisasi kegiatan pemuda remaja, bermain musik
dan aktivitas lain yang ada di lingkungan gereja atau yang juga sering disebut
sebagai kegiatan rohani. Pemahaman
tentang pelayanan dalam gereja maupun sebuah instansi, senantiasa muncul
pemikiran beberapa jabatan pelayan seperti pendeta, penatua, diaken, guru injil
yang disebut dengan pelayan-pelayan Allah.[19] Selaku
pelayan Allah, seorang pendeta membutuhkan etika yang baik agar bisa mencapai tujuannya
yaitu membawa umat hidup dalam kasih dan damai sejahtera Allah. Selaku pelayan
Allah pendeta harus berkenan kepada Allah, harus memperlihatkan kehidupan
Rohani yang baik.[20]
Seorang hamba atau pelayan adalah tipe
pekerja khusus yang memiliki waktu untuk memperdulikan, waktu untuk mengasihi,
waktu memberi makan, dan waktu mengumpulkan domba. Menjadi seorang gembala
berkaitan dengan mengasihi, memelihara dan menuntun sehingga domba akhirnya
menyebut gembala sebagai ayah. Sekarang ini kebanyakan pelayan tidak lagi
perduli dengan domba-dombanya terkhusnya pelayan Tuhan yaitu pendeta. Secara
umum di kalangan Kristen kata pendeta ini terjemahan dari kata pastor yang berasal dari kata Yunani
ποιμήν poimen yang juga diterjemahkan
gembala-gembala.[21]
Pelayan atau gembala bertugas untuk
memimpin gembalanya. Salah satu peran dan tanggung jawab yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan gereja adalah pemimpin. Pemimpin dapat mempengaruhi
gereja bertumbuh dan sebaliknya dapat juga mempengaruhi gereja tidak bertumbuh.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh peranan pendeta selaku pemimpin di dalam gereja.[22]
Untuk itu pelayanan kehidupan gereja tentu tidak lepas dari keberadaan pelayan
sebagai gembala jemaat sekaligus pelayan adalah pemimpin bagi jemaat yang
bertugas menggembalakan dan memelihara kawanan domba Allah. Kehidupan pelayanan
gereja tentu tidak lepas dari keberadaan pelayan-pelayan sebagai gembala yang
melayani dan pemimpin bagi jemaat dan yang bertugas menggembalakan dan
memelihara kawanan domba Allah. Panggilan menjadi pelayan mengandung hubungan
antara dua pihak, yang memanggil dan dipanggil dan lazimnya yang memanggil itu
mempunyai maksud dan tujuan tertentu bagi yang dipanggil. Panggilan Allah
kepada seorang adalah sebuah wahyu dari kebaikan dan belas kasihan Allah yang
memberikan tekanan akan akan kebenaran Allah. Panggilan itu sungguh serius
sehingga ketika melayani dibutuhkan keseriusan dan kesetiaan.[23]
Panggilan
itu bukan hanya satu undangan saja, akan tetapi panggilan itu memiliki suatu
tuntutan akan pelayanan untuk pertumbuhan rohani umat, dan menunjukkan
identitas yang baik sebagai umat Allah.[24]
Berhubungan dengan hal panggilan untuk melayani, perlu juga memahami kebaikan
dan kesetiaan yang Allah berikan yang ditunjukkan kepada umat-Nya, sehingga hal
itu bisa diteladani oleh umat-Nya bahkan pelayan yang disebut sebagai gembala,
dalam pemahaman sehari-hari banyak menyatakan bahwa kesetiaan dan kebaikan
Allah itu berbeda, tetapi pada dasarnya kedua sifat-Nya itu dapat dihubungkan
dengan pengertian bahwa bila Allah tidak setia pada firman-Nya, Ia tidak dapat
disebut baik. Paulus sangat terkesan dengan kesetiaan Allah. Ia setia dalam
memanggil orang-orang untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Anak-Nya (1 Kor
1:9) atau menjaga mereka agar tidak dicobai melebihi iman mereka (1 Kor 10:13 )
atau menjaga dari serangan-serangan si jahat (2 Tes 3:3). Kesetiaan Allah
bahkan dipakai oleh Paulus sebagai jaminan bahwa kata-katanya dapat dipercayai,
apakah ya atau tidak (2 Kor 1:18). Allah juga tetap setia sekalipun manusia
tidak setia (2 Tim 2:13.) Keyakinan Paulus bahwa Allah dapat dipercayai, begitu
teguh seperti batu karang. Dalam Ibrani 10:23, kesetiaan Allah yang tetap
menjadi dasar untuk menghimbau para pelayan agar mampu setia dan teguh
berpegang pada pengakuan tentang tentang pengharapan mereka. Dalam daftar para
pahlawan iman, dikatakan bahwa Sara menganggap Dia yang memberikan janji itu
setia ( Ibr 11:11), hal ini memperlihatkan hubungan yang erat antara iman
manusia dan kesetiaan Allah. Terdapat keyakinan penuh bahwa Allah dapat
dipercayai untuk memenuhi janji-janji Nya, sehingga penjelasan di atas bisa
menjadi teladan bagi para pelayan yang menjalani tugas dan panggilan sebagai
gembala bagi jemaat.[25]
Ketika
Paulus mengalami kekecewaan karena perpecahannya dengan Barnabas dan Markus
(Kis. 15:39), Tuhan mempertemukan Timotius dengan rasul itu di Listra (Kis.
16:1-3). Paulus memilihnnya sebagai pembantu yang baru. Ternyata bahwa Timotius
menjadi pembantu terdekat dengan Paulus. Ia disebut dalam 6 surat Paulus
sebagai ikut mengirim surat-surat itu ( 2 Kor. 1:1; Fil. 1:1; Kol. 1:1; 1 Tes.
1:1; 2 Tes.1:1; Flm: 1). Tidak ada pembantu lain yang begitu sering disebut
dalam surat-surat Paulus seperti dia, bahkan ia disebut sebagai satu-satunya
orang yang sehati dan sepikir dengan Paulus dan yang tidak mencari
kepentingannya sendiri, melainkan kepentingan Kristus (Fil. 2:21, 22). Hubungan
antara Timotius dengan Paulus akrab sekali seperti antara anak dengan ayah.[26]
Timotius
salah seorang pemuda yang menanggapi panggilan Kristus untuk menolong
pembangunan jemaat-Nya. Ia salah seorang pembantu khusus Rasul Paulus.
Bersama-sama dengan Titus, Timotius menangani tugas-tugas yang berat dalam
jemaat-jemaat yang telah didirikan oleh Paulus. Timotius dibesarkan dalam suatu
keluarga yang saleh (2 Tim 1:5) dan dipimpin kepada iman di dalam Kristus oleh
Paulus sendiri. Itulah sebabnya Paulus menyebut Timotius “anakku yang sah di
dalam iman” (1 Tim 1:2).
Timotius
dilahirkan dalam keluarga campuran; ibunya seorang Yahudi, sedangkan ayahnya
seorang Yunani. Ia sangat mengasihi Kristus sehingga para para pemimpin jemaat
setempat merekomendasiakan dia kepada Paulus.
Kemudian Paulus mengajak Timotius untuk “menyertai dia dalam
perjalananya”. Paulus juga sering mengingatkan Timotius bahwa ia telah dipilih untuk
melayani (1 Tim 1:18; 4:14). Timotius juga sangat setia kepada Tuhan (1 Kor
4:17) dan sangat memperhatikan kepentingan umat Allah (Flp 2:20-22).
Meskipun
ia telah dipanggil untuk melayani, berhubungan akrab dengan Paulus, dan juga
memiliki karunia-karunia Roh, namun Timotius mudah sekali putus asa. Pada saat
terakhirnya bersama-sama dengan Timotius, Paulus mendesak Timotius agar tetap
tinggal di Efesus menyelesaikan pelayanannya (1 Tim 1:3). Pada saat itu
Timotius mempunyai masalah tentang
kesehatannya (1 Tim. 5:23) dan mengalami saat-saat membuat ia kecewa, karena
ada beberapa anggota jemaatnya yang tidak memberikan penghargaan yang
sepatutnya kepada gembala siding mereka sebagai Pelayan Allah ( 1 Tim. 4:12; 2
Tim. 2:6-8). Efesus bukanlah tempat yang
paling mudah untuk menggembalakan sebuah jemaat, penduduk kota itu setia
menyembah Dewi Diana, dewi pelindung kaum wanita dalam hal naluri seks.
Berhala-berhalanya yang menimbulkan nafsu birahi telah mengakibatkan berbagai
macam pelanggaran susila di kota itu makin meningkat (Kis 19). Sungguh tidak
mudah bagi Timotius untuk meneladani orang seperti Rasul Paulus. [27]
Pada
saat Paulus mengirimkan surat pastoralnya, banyak ancaman yang dihadapi jemaat
yang dilayani oleh Timotius dari pengajar sesat yang masuk ke dalam lingkungan
jemaat itu. Ciri dari para guru sesat itu, mereka mengajarkan “hukum taurat” (1
Tim.1:7) dan berpegang pada hukum sunat (Tit. 1:10). Mereka sering cekcok dan
bertengkar tentang hukum taurat (Tit. 3:9) dan apa yang mereka bicarakan itu
hanya itu hanya menyesatkan (1 Tim. 1:6). Di samping itu, para guru sesat juga
mempraktikkan cara hidup yang asketis
(ajaran yang berpantang kenikmatan indera demi mewujudkan maksud-maksud rohani).
Mereka tidak mau mengakui pernikahan dan menghindari makanan tertentu (1 Tim.
4:3). Mereka mengklaim bahwa mereka telah mengalami kebangkitan (2 Tim. 2:11),
mereka juga memiliki ilmu sihir atau guna-guna. Paulus membandingkan mereka
dengan Yanes dan Yamres, yakni orang-orang sihir yang Musa lawan di istana
Firaun (2 Tim. 3:8); band. Kel. 7:11, 22) dan mengingatkan Timotius bahwa orang
jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan (2
Tim. 3:13). Mereka juga melepaskan pemberitaan Paulus tentang eskatologi (2
Tim. 2:18). Mereka juga mengklaim bahwa mereka memiliki pengetahuan (gnosis, Tit. 1:16;1 Tim. 6:20). Strategi
penyebaraan ajaran mereka adalah menyeludup masuk ke dalam rumah-rumah jemaat
dan berusaha meyakinkan para perempuan, terutama para perempuan kaya, tentang
ajaran mereka (2 Tim. 3:6-10), karena mereka suka membual dan memamerkan
kekayaan mereka (1 Tim. 2:9). Pengajaran sesat itu telah merambat dalam
lingkungan jemaat, sehingga ada perempuan-perempuan tertentu yang telah
terpengaruh (1 Tim. 5:15).[28]
Ada
empat unsur yang Paulus minta dari Timotius untuk menjadi teladan bagi jemaat,
yaitu: perkataan, kasih, kesetiaan, dan kesucian. Menurut Paulus, perkataan dan
tingkah laku yang harus dihindari oleh seorang pelayan Tuhan adalah kepalsuan,
kemarahan, kepahitan, fitnah, kebencian, kejam, perkataan kasar dan kotor, peminum
dan pemarah (Ef 4:25, 26, 29, 31; 5:4; Kor 3:8, 9: 1 Tim 3:3) sedangkan yang
harus diusahkan adalah kebenaran, nasihat, kelemahlembutan, pengampunan, kebijaksanaan,
sopan, dan mengucapkan syukur kepada Allah (Ef 4: 25, 26,29,31;5:4; Kol
3:12,13,16,17; 1 Tim 3:2,4)[29]. Timotius
sebagai generasi penerus dalam pelayan gereja dituntut untuk memiliki
kepribadian tersendiri dalam melaksanakan tugasnya yang akan dipercayakan
kepadanya. Paulus meminta Timotius untuk menjadi teladan bagi jemaat (1 Tim
4:12). Istilah ini sangat disukai oleh Paulus (Roma 4:5;1 Kor 10:6; Filp 3:17;
2 Tes 3:9; Titus 2:7). Dalam surat inilah Paulus meminta agar keteladanan itu
menjadi ciri kepribadian dalam kehidupan jemaat. Permintaan ini mengandung
makna bahwa pelayanan jemaat yang Timotius harus lakukan adalah pelayanan
keteladanan (bnd 1 Petrus 5:3). Pelayan ini tidak dapat dilakukan dengan
kata-kata saja, tetapi dengan sikap dan tindakan menjadi tautan bagi jemaat.[30] Allah juga telah menyediakan bagi
anak-anak-Nya bahkan bagi siapa saja yang mau melayani Tuhan benih-benih
kekuatan dan penguasaan diri yang bersifat adikodrati. Yang perlu dilakukan
dalam menumbuhkan benih-benih tersebut agar menghasilkan kemenangan Roh Kudus,
sehingga dengan ini setiap pelayan mampu setia dalam pelayanannya dan mampu
membuktikan iman kepercayaan juga dapat menghidupi iman percayanya, karena
orang beriman yang berusaha mencapai kesempurnaan artinya yang berjuang untuk
menjadi apa yang Allah harapkan dalam diri umat-Nya khusunya bagi pelayan
sebagai gembala harus membatasi diri dalam segala hal apalagi ketika ada
pelayan yang terkadang terjebak dalam kehidupan yang hedon ἡεδονισμός
(hedonismos)[31] ini termasuk penguasaan tubuh jasmani.[32]
Hidup seorang pelayan, kepribadian dan perilaku seorang pelayan tentu saja
dapat dipahami seorang pribadi yang khusus, yang berbeda dengan kehidupan orang
lain, bahkan seseorang memiliki extra-ordinary.
Sebab ia adalah seorang yang dipanggil, yang dipilih dan pelayan itu ada
yang ditahbiskan lalu diutus menjadi menjadi sebagai gembala, seorang pelayan
umat.[33]
Tetapi yang terjadi sekarang ini banyak persoalan yang telah terjadi dalam
jemaat yang dipengaruhi oleh kemajuan zaman yang semakin canggih.
Persoalan-persoalan dan pergumulan jemaat banyak terjadi misalnya soal
kemiskinan, ketidakadilan, penggangguran dan kejahatan apalagi pandemi covid-19
yang menimbulkan keresahan bagi banyak umat, menimbulkan penderitaan untuk
semua kalangan, ditambah dengan persoalan dalam keluarga, bahkan persoalan
hidup itu dapat membuat jemaat mempercayai kekuatan duniawi (2 Tim 4:3),
sehingga dalam hal ini dibutuhkan pelayan atau gembala harus mampu melihat dan
memberikan penguatan, karena penderitaan jemaat itu juga merupakan penderitaan,
pergumulan buat pelayan juga, dan menunjukan kesetiaan dari setiap pelayan
untuk melayani jemaat Tuhan.[34]
Pelayan sebagai gembala jemaat mencari jalan untuk melayani orang lain, bukan
supaya ia dilayani orang lain. Tetapi hal ini sepertinya sudah tidak normal
lagi dalam kehidupan berjemaat, karena orang cenderung ingin mencari keuntungan
bagi dirinya. Tantangan untuk mengembangkan dan memelihara kehidupan, menjadi
berkat, mampu menjadi garam dan terang dunia ini menjadi tugas berat bagi orang
percaya. Tugas ini diperberat dengan tantangan yang muncul dari dalam maupun
dari luar kekristenan. Munculnya gerakan dari organisasi fundamentalis yang
mengatas namakan agama tertentu menjadi tantangan baru.[35] Kebanyakan juga pada masa sekarang para
pelayan hanya fokus pada program-program yang akan dicapai tanpa memikirkan apa
kebutuhan jemaat dan tidak memahami arti dan makna panggilan untuk melayani
jemaat Tuhan, para pelayan juga masih kurang terkait pada pribadi dari setiap
jemaat (persoalan hidup jemaat). Sebaliknya Allah sediri yang digambarkan-Nya
sebagai Gembala yang penuh perhatian (Luk. 15:14-17). Demikian Yesus yang penuh
perhatian dan kemurahan hati terhadap domba-domba yang hilang (Mat. 10:6), domba-domba
tidak bergembala (Mat. 9:36; Mrk. 6:34).[36]
Namun kenyataan yang terjadi di kalangan jemaat justru pelayan banyak yang
tidak menjalankan tugas dan pelayanannya sesuai sesuai dengan teladan yang
diberikan Yesus. Di sisi lain sekarang ini terlihat bahwa hakikat pelayan
sebagai gembala jemaat berubah menjadi seorang pelayan yang sibuk di dalam
administrasi gereja dan fokus kepada kehidupan pribadi seperti memperkaya
kehidupanya sendiri. Maka dari itu pendeta sebagai pelayan jemaat harus mampu
melihat dan mampu memimpin jemaat, sebab penderitaan yang dialami oleh jemaat
juga merupakan penderitaan pendeta juga. Karena bagi jemaat bahwa pendeta
adalah ditetapkan oleh Tuhan sebagai pemimpin dan sekaligus sebagai gembala
jemaat. Maka pendeta tidak hanya fokus dengan mengadakan pertemuan-pertemuan
dengan pendeta lain untuk mengembangkan dan melaksanakan program gereja serta
menyetujui anggaran belanja maka kurang terlibat dalam kehidupan jemaat.[37]
Bukan rahasia bahwa pendeta pun bisa bermasalah dan menjadi sumber masalah.
Selalu ada beberapa pendeta yang menghadapi berbagai masalah, beban dan
tantangan menjalankan tugasnya yang tidak bisa diatasi sendiri. Selain itu ada
juga beberapa pendeta yang melakukan kejahatan atau tidak mampu jadi panutan
bagi jemaat.[38]
Para pelayan Tuhan harusnya bersedia ditempatkan dan melakukan pekerjaan yang
dikehendaki Allah di mana pun dan tidak membrontak kepada siapa saja yang telah
memberikan tugas tersebut, sama seperti Yusuf yang dibuang ke Mesir oleh
saudaranya dan mengalami penderitaan. Namun dalam penderitaanya itu Roh Allah
bekerja dan memampukan ia untuk tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Peran
Pendeta sebagai nabi, imam dan raja harus melihat bahwa jabatan itu bukanlah
persoalan kedudukan yang harus diperebutkan namun jabatan itu harus dilihat
sebagai pemberian Tuhan untuk melayani dunia dan manusia.[39] Karena jika seorang
pelayan tidak setia dalam tugas panggilan sebagai gembala, akan ada waktunya
orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi akan mengumpulkan
guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan telinganya, dan akan ada saatnya
jemaat tidak lagi percaya kepada
para pelayan Tuhan masa kini karena kebanyakan pelayan
tidak menjalankan tugas dan panggilannya, yang menimbulkan pemahaman mengapa
pelayan Tuhan tidak sesuai dengan tugas dan panggilannya apalagi tidak setia
dengan pelayanan yang dihidupinya, sekalipun kehidupan para pelayan dalam
menjalakan pelayanannya mengalami banyak penderitaan setiap pelayan itu harus
tetap setia apalagi ada pelayan yang tidak mau berbaur dengan jemaat Tuhan
karena ditempatkan di daerah yang keadaan ekonomi masih di bawah rata-rata. Akibatnya pelayan tidak
setia dengan kehidupan pelayananya dan selalu bersungut-sungut. Betapa banyak
cara hidup pendeta sebagai gembala atau sebagai pelayan yang menyebabkan
kehancuran karena kesenjangan antara ajaran dan perilaku maupun para pemimpin
yang berseru kepada orang lain supaya hidup menurut standard Allah, namun
terkadang pemimipin itu sendiri munafik.[40]
Keterangan di atas memperlihatkan adanya ketidakcocokan makna panggilan dan kesetiaan
tugas seorang pelayan. Semua itu adalah masalah-masalah yang harus ditangani
dan digumuli karena dalam diri seorang pelayan yang tidak baik dan tidak
bertanggung jawab adalah suatu tantangan berat untuk memajukan gereja dan
menambah semangat jemaat dalam menjalankan keinginan Tuhan yang akan datang.
Dengan melihat segala persoalan-persoalan yang telah penulis cantumkan di atas,
penulis ingin membahas dan membantu memberikan pemahaman bagi pelayan Tuhan
masa kini bagaimana seharusnya pelayan itu setia dalam pelayanannya. Untuk itu
penulis ingin mengangkat judul “Kesetiaan
Pelayan” dengan sub judul Suatu
Tinjauan Eksegese Historis Kritis Tentang Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius
4:1-8 dan Refleksinya Bagi Pelayan Tuhan di GKPS.
1.2.
Identifikasi Masalah
1. Kurangnya
pemahaman pelayan Tuhan tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan
2. Kurangnya
pemahaman pelayan tentang kesetiaan
3. Adanya
pelayan yang tidak setia dalam pelayananya bahkan meninggalkan pelayanannya.
4. Adanya
pelayan yang tidak siap untuk menderita dalam menjalankan pelayanan
5. Adanya
pelayan yang tidak memelihara imannya sebagai pelayan Tuhan
6. Adanya
pelayan Tuhan yang hanya menunaikan Tugas pelayanan tanpa menghidupi tugas
pelayanannya
7. Adanya
pelayan yang jatuh dalam kehidupan “Hedonisme”
1.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah
diperlukan untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah yang ada mengingat
pembahasan yang cukup luas. Oleh karena itu penulis membuat pembatasan masalah
sebagai fokus pembahasan agar dapat mencapai sasaran yang lebih efektif dan
efesien. Dalam penulisan ini, penulis membatasi masalah hanya pada Kesetiaan
Pelayan Tuhan yaitu Pendeta Gereja Kristen Protestan Simalungun menurut 2
Timotius 4:1-8 dengan menggunakan analisa Eksegese Historis Kritis dan
Refleksinya bagi pelayan Tuhan yaitu Pendeta di GKPS
1.4.
Rumusan Masalah
1.
Apakah arti dan makna Kesetiaan Pelayan
secara umum, dan Alkitabiah?
2.
Apakah kaitan kitab 2 Timotius dengan
Kesetiaan Pelayan?
3.
Bagaimana eksegese historis 2 Timotius
4:1-8 tentang kesetiaan pelayan?
4.
Apa faktor penyebab pelayan Tuhan tidak
mampu untuk setia dalam pelayanannya?
5.
Bagaimana seharusnya sikap pelayan Tuhan
dalam menyikapi tugas panggilan yang diterima dan mampu untuk setia?
1.5.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui arti dan makna kesetiaan
pelayan secara umum, menurut dunia Yunani Romawi, Yahudi dan Alkitabiah
2.
Untuk mengetahui kaitan 2 Timotius dengan
kesetiaan pelayan.
3.
Untuk mengetahui bagaimana eksegese
historis kritis 2 Timotius 4:1-8 tentang kesetiaan pelayan.
4.
Untuk mengetahui penyebab pelayan Tuhan
tidak mampu untuk setia dalam pelayananya.
5.
Untuk mengetahui apakah refleksi dari nats
yang ditafsir bagi kesetiaan pelayan Tuhan di GKPS.
1.5.
Manfaat Penulisan
1.
Menambah wawasan dan memperdalam pemahaman
penulis tentang kesetiaan pelayan.
2.
Sebagai sumbangsih pemikiran bagi para
pembaca untuk mengerti bagaimana seharusnya kesetiaan pelayan yang dimaksud
dalam 1 Timotius 4:1-8.
3.
Pelayan Tuhan semakin memahami situasi dan
kondisinya nanti ketika telah memenuhi panggilan sebagai pelayan yang tetap
setia dalam pelayanannya.
4.
Memotivasi pelayan Tuhan mengimani dan
menjalankan tugas panggilanya dengan baik.
1.6.
Metode Penulisan
Adapun metode
penulisan yang dipakai oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan
kepustakaan (Library Research).
Penulis memanfaatkan naskah-naskah dan terjemahan Alkitab dalam berbagai versi
dan sumber lain yang berhubungan denga judul proposal ini seperti buku-buku,
artikel-artikel atau dokumen.
1.7.
Sistematika Penulisan
Adapun yang menjadi
sistematiak penulisan yang dibuat penulis yakni:
Bab
I : Pendahuluan
yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode
Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab
II : Pengertian Kesetiaan Pelayan, dalam dunia Yunani
Romawi, Yahudi dan Alkitabiah
Bab
III: Pengantar Kitab 2 Timotius Tinjauan Eksegese Historis
Kritis Terhadap 2 Timotius 4:1-8
Bab
IV:
Refleksi Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timoteus 4:1-8 bagi Pelayan Masa Kini
Bab
V:
Kesimpulan dan Saran
BAB II
PENGERTIAN TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN SERTA SIKAP DAN
KARAKTER DARI SEORANG PELAYAN TUHAN
2.1
Pengertian
Kesetiaan
2.1.1.
Secara
Umum
Kesetiaan yang dipahami secara umum itu ialah ketika dalam kondisi kehidupan yang
tidak mencari keuntungan yang nyata dari setiap hubungan yang dibangun,
melainkan dari kehendak baik tertentu dari sumber pemberian diri, dukungan dan
persahabatan dengan seseorang, apa pun yang terjadi dan bahkan jika hal itu
merugikan. Kapasitas untuk bertahan lama, dan bahkan pada
saat-saat yang sulit dan tidak menyenangkan, merupakan kandungan esensial
kebaikan.[41]
Dalam Kamus Bahasa
Indonesia juga loyalitas didefinisikan sebagai kesetiaan atau kepatuhan.[42] Kesetiaan, kata ini
membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila dinyanyikan tetapi
tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam kenyataan hidup.
Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan salah satu unsur
(dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan.
2.1.2. Dunia Yunani Romawi
Kata benda iman merupakan terjemahan
yang sangat konsisten dari bahasa Yunani πιστις (pistis) dan kata kerja “percaya” yang diterjemahkan dari πιστευειν
(pisteuein) selain itu dalam bahasa
Jerman “glaube dan glauben. Dalam bahasa Roma, menggunakan
kata benda dan kata kerja menggunakan
akar kata yang berbeda, yaitu iman dan keyakinan. Akar kata πιστις (pistis), berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki berbagai makna yang sesuai dengan keyakinan, kepercayaan diri,
kepercayaan, iman/kesetiaan. Dalam bahasa hukum, πιστις (pistis) diartikan “dapat dipercaya” dalam arti umum, sedangkan
dalam arti khusus artinya ialah “jaminan”, sesuatu yang dapat diyakini dari seseorang,
terutama dalam kepandaian berbicara. Kata ini dapat digunakan mengacu pada
hal-hal yang ilahi, tetapi sesekali dapat juga digunakan untuk Tuhan. Dalam hal
ini juga kepercayaan yang dimaksud adalah mengandung pilosofi yang mistik, gnostisisme. Kemudian kepercayaan ini
tidak dikembangkan sampai pada zaman Helenisme.[43] Dalam
konsep hukum Latin bona fide yang
artinya itikad baik, dapat juga ditelusuri dalam bahasa Yunani καλε πιστει kale pistei yang memiliki arti yaitu
itikad baik. Dengan demikian seseorang dapat menunjukan kedekatan sistematis
dan etimologis dari fides dan pistis ; namun kedua kata tersebut tidak
sepenuhnya memiliki kesamaan karena adanya perbedaan terjemahan yang
membandingkan pistis dan fides (dapat dipercaya dan iman, antara
bahasa Yunani dan Romawi. Dalam dunia Romawi, kata pistis dalam Perjanjian Baru diartikan dapat dipercaya seturut apa
yang tertulis
dalam surat Ibrani. Akan tetapi dalam
tradisi hukum ilmu bahasa, kata pistis ini
diartikan dengan kesetiaan.[44] Dengan kata lain kesetiaan dalam dunia Romawi
Yunani identik dengan iman. Dalam bahasa Latin dan Yunani pistis berarti memiliki itikad baik dan iman yang baik untuk
menunjukkan kesetiaan dari seseorang
kesetiaan yang dimaksud di sini ialah kesetiaan yang mengacu pada sistem hukum
yang ada pada zaman Yunani Romawi.
2.1.3. Dalam Dunia
Yahudi
Septuaginta
menerjemahkan dengan konsistensi yang tidak bisa dari akar kata-kata Ibrani
dengan kata-kata Yunani dengan akar kata πιστις pistis
sementara sebaliknya di seluruh septuaginta kata-kata Yunani dapat berhubungan
dengan berbagai kata Ibrani, yang paling jelas dari semuanya adalah fakta bahwa
kata אמן (aman)
yang berarti setia. πιστευειν (pisteuein) menerjemahkan secara eksklusif dengan
pengecualian tunggal dari ( Yer. 25: 8), kata kerja Ibrani אמן (aman)
dalam konjungsi hipil dan niphal. πιστις
pistis hanya menerjemahkan kata benda yang dibentuk
dari אמן (aman) yang diartikan sebagai kepercayaan.[45]
Ada beberapa juga pendapat mengenai
kesetiaan dalam dunia Yahudi, yaitu ada yang mengatakan bahwa πιστις pistis
ini dipahami seperti apa yang dibahas dalam Perjanjian Lama, yang menjadi
perbedaannya ialah bahwa πιστις pistis dimaksud di sini menekankan
ketaatan terhadap hukum, seperti yang tertulis dalam bab-bab surat
kebijaksanaan Salomo dan ayat-ayat dari kitab Yahudi (Sibyllists) dan konfirmasi monoteisme serta keyakinan bahwa bahwa
Israel adalah umat yang dijanjikan oleh Allah, yang dibedakan oleh pemilihan
secara ilahi dari semua bangsa yang lain.
Kemudian ada pemahaman bahwa sikap murah hati yang mengungkapkan
kesetiaan dari 12 leluhur suku bangsa Israel ( Kitab Yobel dan 4 Ezra), ajaran khusus akan
berkembang jika tidak benar-benar diperkenalkan, yang menyangkut tentang
kehidupan setelah kematian. Dalam Makabe 15:1-17:2 ada dikutip bahwa yang
terbaik dari yang biasa, tentang kemartiran dua putra Eleasar di tangan
penyiksa Antiokhus, dan ketabahan yang mendorong mereka untuk bertahan. Dalam gulungan laut mati mengungkapkan tentang
persahabatan Qumran , memiliki konsep kebenaran Tuhan yang mendalam diri mereka
sendiri sebagai anak-anak atau pewarisnya. Apakah ini hanya pemujaan akhir orang
Yahudi terhadap taurat atau apakah ini memiliki makna wahyu yang lebih mistk.[46]
Dapat disimpulkan bahwa kesetiaan
menurut dunia Yahudi dipahami melalui kesetiaan dari beberapa contoh yang
tertulis dalam kitab Makabe, melalui persabatan Qumran dan pemahaman yang
mengungkapkan bahwa kesetiaan yang dimaksud oleh orang Yahudi ialah ketaatan
terhadap hukum.
2.1.4. Menurut Perjanjian Lama
Dalam bahasa Ibrani, kata setia disebut dengan אמן (aman) yang berarti setia, taat (faithful), percaya (believe),
menaruh kepercayaan dalam (put trust in).[47] Kata ini dalam bentuk Qal berarti to confirm atau
support (menguatkan, menegaskan,
meneguhkan).[48] Kata ini terjadi hanya dalam bentuk aktif
participle yang dipakai untuk menunjuk kepada suatu pekerjaan; misalnya:
seorang bidan atau perawat dalam melaksanakan tugasnya untuk memelihara seorang
bayi (bnd. Bil.11:12; Yes. 49:23).[49]
Pemakaian kata ini dalam bentuk niphal נאמן (ne’eman)
berarti to be established, faithful yaitu itu menyatakan suatu ketetapan dari dukungan yang telah
ada (Yes. 60:4) dan menggambarkan suatu tembok yang kokoh dalam arti tetap
bertahan selamanya (Yes. 22:23, 25).[50] Kata ne’eman
bila dihubungkan dengan kata benda, diterjemahkan menjadi abadi, kekal (ever lasting) dan bersifat terus menerus
(contiunual); mis, Ul. 28:59; Yes. 33:16;
Yer. 15:18. Dan kata ne’eman ini bila
digunakan bagi seseorang, diterjemahkan dapat dipercaya (reliable); mis, Ul. 7:9; Ams. 25:13; Yes. 8:2; 49:7; Yer. 42:5;
Neh. 13:3. Kata ini 45 kali dipakai dalam PL. Dalam bentuk hiphil האמיו
(he’emin) berarti to be certain, to believe in, trust
(menjadi percaya), have faith (memiliki
iman percaya), believe (percaya); mis, Kej. 15:6; Kel. 14:31; 19:9;
Bil. 14:11; 20:12; Ul. 1:32; 28:66; 1Sam. 27:12; 2Raj. 17:14; Yer. 12:16.[51]
Kata
he’emin ini berhubungan dengan
totalitas dari manifestasi hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Kata he’emin menggambarkan suatu tindakan
yang dilakukan di mana pada awalnya tidak percaya tetapi kemudian menjadi
percaya, terjadi perubahan dalam hidup di mana dulunya negatif (tidak atau
belum percaya) sekarang menjadi positif (percaya). Kata ini 51 kali dikutip dalam PL. Dari kata aman yang berarti ‘memegang teguh’. Kata
ini dapat muncul dalam bentuk yang bermacam-macam; mis, dalam arti ‘memegang
teguh kepada janji seseorang, karena janji itu dianggap teguh atau kuat
sehingga dapat diamini, dipercaya. Apabila diterapkan kepada Allah maka dapat
dikatakan bahwa seseorang atau manusia harus percaya kepada Allah, karena Allah
itu teguh, kuat. Dari kata aman juga diperoleh
kata אמת (‘emet) yang berarti kebenaran (truth).
Kata
ini mungkin diperoleh dari kata ‘amint dan
kata ini terdapat 127 kali dalam PL. Albright mengartikan kata ini dengan: (1) reliability (dapat dipercaya); (2) durability, permanence (dapat tahan
lama, bersifat abadi); (3) faithfulness (kesetiaan,
ketaatan); (4) truth (kebenaran).[52] PL sering memakai kata emeth ini untuk menunjukkan kesetiaan
Allah, “Allah senantiasa setia bagi umat-Nya selamanya” (Mzm. 146:6). Kata emeth ini sering diterjemahkan denganתסד (hesed); “kasih dan kesetiaan berjalan di
depan-Mu (Kel. 34:6; Mzm. 89:15). Karena Allah
setia terhadap janji-janji yang diberikan kepada Abraham, Ishak, Yakub,
Musa, dan kepada umat Israel sehingga umat Israel dapat sampai dan menduduki
tanah Kanaan di dalam kitab Yos. 24:14-24 kata setia yang dipakai adalah emeth (faithfulness). Selain kata emeth
dari kata aman juga diperoleh
kata אמונה (‘emunah).
Kata ‘emunah ini diterjemahkan
menjadi firmness (ketetapan,
keteguhan, ketegasan), dependability (dapat
dipercayai, dapat diandalkan), steadiness
(keteguhan hati, ketetapan), faithfulness
(kesetiaan, ketaatan), honesty (ketulusan,
kejujuran); mis, Mazmur 37:3; 119:30; 1Samuel 26:23; kata ini 49 kali dalam PL.[53]
Kata
‘emunah menunjukkan suatu sifat yang
terus menerus, teguh, tabah, tetap seperti yang sebelumnya. Kata ‘emunah ini dalam PL digunakan sebagai
sebutan untuk Allah atau sifat-sifat Allah, untuk menyatakan atau mengungkapkan
ketulusan atau kejujuran-Nya secara total dari watak atau sifat, karakter Allah
atau janji-nya (Ul. 32:4). Kemudian juga ada kataאמן ’amen
yang
dalam bahasa Yunani diterjemahkan amen
dan kata ini juga menjadi bagian dari gereja Kristen. Kata amen ini tidak terlalu sering dipakai dalam PL hanya 24 kali (mis.
Ul. 27:15-26; Bil. 5:22; Neh. 5:13) yang berarti it stands firm and is valid, merupakan respon dari apa yang
dikatakan oleh seseorang.
Dari
pengertiaan kesetiaan menurut Perjanjian Lama, dapat disimpulkan bahwa
kesetiaan berhubungan erat dengan kepercayaan dan keyakinan kepada Allah di
dalam ketetapan dan keteguhan dengan segenap hati. Kesetiaan itu tidak dapat
terlepas dari iman dan kepercayaan. Kata kesetiaan menyatakan sikap kita
terhadap Tuhan. Percaya adalah hubungan pribadi antara kita dengan Tuhan. Hidup
dalam kesetiaan berarti hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, dengan menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada Dia.[54]
2.1.5. Menurut Perjanjian Baru
Dalam kitab Perjanjian Baru menyatakan kata setia
digunakan dengan kata πιστος (pistos) dan πιστευειν (pisteuein. Dalam
Injil Sinoptik hal ini dapat dilihat dipakai berulang kali dan pemakaian secara
teliti sekali, dapat dilihat dalam kitab Markus. Kata setia dalam Injil Markus
mengkhususkan serta tertuju kepada Allah. (Mrk. 11:22; 9:23, 24). Di sini
diterangkan bagaimana peranan kata setia tersebut dalam hubungan dengan Krsitus
dengan kuasa Allah. Kata ini dihubungkan dengan arti kata percaya believe kepada Allah.[55] Bersamaan arti dengan
kata di atas, dapat dilihat juga kata πιστευω (pisteuo) yang mempunyai arti: percaya atau bergantung. Sedangkan
kata πιστις (pistis) berarti
kepercayaan atau keimanan, “mengungkapkan hubungan kesetiaan dari pihak-pihak
yang menyetujui bersama, saling mempercayai janji-janji mereka.[56]
Kedua kata ini πιστευω dan πιστις sama-sama menekankan kepercayaan secara agamani pada
masa dahulu yang sering digunakan dan diikuti atau pengertiannya tidak berubah
terhadap obyek iman. Sedangkan kata πιστος mempunyai dua
pengertian yang sama: keimanan, yang ditemukan di dalam pelayanan kepada Tuhan
yang tertulis pada 1Korintus. 4:2; 17:14 atau dipakai saat orang hendak
bersaksi melalui imanya (Why. 2:13). Sementara kata πιστοώ pistoo dipakai dalam bentuk aoris pasif (2 Tim. 3:14).[57]
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kesetiaan dalam PB tidak dapat dilepaskan dari
iman dan percaya dan bahkan saling mendukung antara satu dengan yang lainya.
Dalam kitab Wahyu dikatakan bahwa “Kristus adalah saksi yang setia” (Why. 1:4;
3:4); Ia disebut ‘yang setia dan yang benar (Why. 19:10); Firman-Nya tetap dan
benar (Why. 21:5; 22:6).
2.2.
Pengertian Pelayan Tuhan
2.2.1
Secara
Umum
Pelayan
atau Hamba sering juga diartikan sebagai orang yang bekerja bagi orang lain,
dan hamba pada umumnya diidentifikasikan dengan budak. Budak yang memiliki tuan
memanggil tuan kepada majikannya. Alkitab tidak menyatakan secara jelas yang
mana budak belian dan yang mana budak yang menerima gaji (Im 25:39-42). Pelayan
Tuhan dipakai secara kiasan untuk orang yang di bawah kuasa orang lain (Ams
11:29). Dalam Yesaya 42-53, istilah hamba atau pelayan dipakai secara istimewa
dalam beberapa syair nubuatan dan banyak orang mengira bahwa hamba itu adalah
Mesias. Hamba dapat juga dikatakan sebagai kalimat ganti untuk diri sendiri
atau orang lain bila sedang berbicara di hadapan orang yang disegani seperti
raja atau perdana menteri (Kej. 44:24; 27, 30; 2 Sam.16:6).[58]
Menurut
Kamus Teologi, Inggris-Indonesia, budak itu disebut “bond servant” yang mempunyai artian bahwa seseorang itu berada
dalam suatu jerat, belenggu, perikatan dan pertalian.[59]Dalam KBBI, pelayan ialah
orang yang melayani, pembantu; pesuruh.[60] Dalam bahasa Inggris
adalah servant yang artinya pelayan,
babu, abdi atau pegawai pemerintahan. Dari pemamparan di atas maka jelaslah
bahwa pelayan itu adalah hamba atau budak yang harus bekerja atau mengabdi
kepada tunanya.[61]
Istilah Pelayan Tuhan (Servant of God),
disebut juga pelayan Tuhan atau Hamba Allah, adalah gelar yang diberikan kepada
seorang individu dalam berbagai agama: dan secara umum adalah yang diyakini
memiliki kesalehan dalam imanya.[62]Jadi Pelayan Tuhan adalah
seorang abdi atau budak yang melayani Tuhan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dengan kata lain, Pelayan Tuhan itu adalah hamb yang seluruh hidupnya berasal
dari Tuhan dan bekerja untuk Tuhan.
2.2.2 Menurut Yunani Romawi
Kata pelayan berasal dari kata douloV
(doulos) yang kerap diterjemahkan
sebagai seorang hamba. Di dalam budaya Yunani-Romawi, pelayan ini dilihat
sebagai pekerja budak atau pekerja orang rendah.[63] Orang Romawi-Yunani
menganggap bahwa pelayan adalah seorang yang tidak punya arti dan tidak
penting. Bagi dunia Yunani, status diri sebagai pelayan atau budak adalah suatu
kehinaan yang begitu rupa. Pada masa pemerintahan Republik Romawi, jumlah para
budak meningkat, seorang budak dapat menjadi masyarakat bebas apabila telah
membayar sejumlah harta dan harga yang ditetapkan untuk dirinya. Para budak
mendapat perlakuan yang kurang manusiawi dan ditindas dengan sewenang-wenang.[64]
Dalam dunia Yunani dan di dalam dunia Helenistik kata
ini memiliki kelompok, karena bagi orang-orang Yunani memiliki pandangan
penilaian kebebasan personal itu sangat tinggi, jadi kelompok ini adalah
kelompok yang direndahkan dan sangat dihinakan. Dalam pemikiran Yunani juga
bahwa illah itu tidak disebut dengan Tuhan “ilah atau dewa”, dan kata ini tidak
dipergunakan di dalam pemikiran orang Yahudi dengan orang Yunani di dalam
pemikiran orang Yahudi bahwa Allah itu adalah Tuhan.[65]
Jadi seorang budak atau pelayan harus bergantung pada
tuanya di dunia Yunani-Romawi. Dia bekerja hanya untuk tuanya dan menyenangkan
hati tuannya. Terkait dengan Pelayan Tuhan adalah seorang hamba yang memiliki
status kepunyaan Tuhan. Oleh karena itu, pelayan harus bekerja untuk Tuhan dan
hidupnya bergantung sepenuhnya kepada Tuhan.
2.2.3 Menurut Yahudi
Hamba dalam bahasa
Ibrani yaitu עֶבֶד(ebed)
yang artinya budak, hamba atau pelayan, seorang yang bekerja untuk keperluan
orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain.[66] Dari
kata ini juga ada kata abodah yang
berarti, melayani, bekerja, menghambakan diri. Dalam rangka mengungkapkan rasa
takut, penuh rasa hormat, kekaguman dan ketakjuban. Dalam hidup Yahudi kata ini
dipakai untuk menunjukkan kerendahan diri seseorang dihadapan Allah-nya.
Pemakaian demikian menyatakan kerendahan kedudukannya, juga menyatakan tuntutan
ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota umat yang dipilih-Nya dan
kepercayaan yang sesuai dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah yang
membela hamba-Nya.[67] Hamba atau pelayan dalam
Yahudi adalah subjek dari peraturan pembebasan budak pada tahun sabat, juga
subjek dari kewajiban menebus saudara sebangsa yang dibebankan kepada
persekutuan Yahudi di manapun berada, supaya menebus teman sebangsanya yang
terjual kepada non-Yahudi.[68]
Jadi
pelayan adalah seorang yang bekerja atau dipekerjakan oleh tuannya dan melayani
tuannya. Sehingga dari kata ini muncul kata abodah
yang memiliki arti yaitu berbakti kepada orang yang memiliki hidupnya.
Hamba itu secara keseluruhan hidupnya memiliki tuannya dan budak itu juga harus
bekerja untuk tuannya. Sehingga pelayan yang melakukan pekerjaan di sini adalah
bentuk pengabdiannya kepada tuannya, itu adalah kepunyaan Tuhan dengan segenap
hati dan pikirannya serta dengan segenap hidupnya. Segala sesuatu yang
dilakukan pelayan bergantung pada Tuhan dan adapun yang dilakukan kehendak
Allah lah yang boleh dilakukan oleh pelayan atau hamba tersebut dan
pertanggungjawabannya akan diberikan kepada Tuhan yang memanggil dan
memilihnya.
2.2.4
Menurut Perjanjian Lama
Secara
garis besar dalam kitab Perjanjian Lama kata pelayan merupakan sebutan untuk
seseorang yang benar-benar memiliki posisi untuk menjadi seorang pelayan yang
rendah hati di hadapan Allah. Dalam bahasa Ibrani kata pelayan disebut denganעבד (ebed)
merupakan kata kerja yang berarti melayani, rendah diri dan menderita.[69] Kata עֶבֶדebed
digunakan
sebanyak 800 kali. Kata עֶבֶדebed berarti
pelayan, budak kata kerjanya adalah “bd”
(bentuk qal, niphal, pual, hipil dan hophal), di dalam bahasa Ibrani.[70] Dalam sejarah Israel kuno
kata עֶבֶדebed
bukan hanya sebagai seorang budak suruhan tetapi juga sebagai pekerja, di mana
mereka digolongkan juga sebagai pelayan. Kata עֶבֶדebed
dapat
dipakai dalam konteks masyarakat, orang asing berkerja kepada tuannya dan
beberapa area atau konteks lainnya.[71]
Dalam
Perjanjian Lama, pelayan atau hamba itu berasal dari kata עֶבֶדebed
yaitu kata benda yang berarti hamba. Kata ini sering digunakan untuk penyebutan
kepada budak atau pelayan. Dalam bahasa Ibrani, kata ini juga menunjukkan kata
kerja yang artinya menjadi pelayanan, melayani dan untuk bekerja. עֶבֶדebed
adalah pribadi yang diperintah yang pasangannya adalah memerintah atau tuan.
Dalam hal ini, antara yang diperintah dan memerintah memiliki pola hubungan
sebab akibat yang menunjukkan status dan gambaran kedua pribadi ini yaitu
antara tuan dan pelayan. Dalam PL, jarang sekali menggunakan kata עֶבֶדebed
kecuali dalam referensi untuk perseorangan. עֶבֶדebed
diberikan status yaitu, orang jaminan,
ditempatkan di bawah subjek, budak, dan pelayan.[72]
Kata עֶבֶדebed
yang berarti budak, pelayan, hamba. Adapun
tugas dari pelayan yaitu bekerja untuk orang lain dan melakukan segala kehendak
tuannya.[73] Manusia sebagai gambar dan rupa Allah adalah pelayan, di
mana seorang pelayan menjadi hamba kepada TUHAN Allah dengan sukacita dan gembira
hati harus melayani dalam setiap pekerjaannya dalam mengelola bumi.[74] Seorang bekerja untuk keperluan orang
lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain. Dalam keagamaan orang Israel kata
itu dipakai untuk menunjukkan kerendahan hati di hadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm.
119:17; 143:12). Dalam bentuk jamak arti kata itu adalah “orang-orang saleh”
(Maz. 135:14). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel (Yes 41:8) dalam
ayat ini gelar itu diberikan Allah kepada umat-Nya. Gelar ini dapat dipakai
juga untuk hamba-hamba Tuhan tertentu yang ternama secaraa khas misalnya
Bapa-bapa leluhur, Musa, raja-raja terutama Daud, nabi-nabi dan juga Ayub.[75]
Dalam pemakaian umum di Perjanjian Lama kata עֶבֶדebed
diletakkan pada bawahan politik, pelayan raja dan hamba-hamba dalam kuil-kuil
kafir. Asal para budak ini bis beragam, ada yang karena ditawan, dibeli, lahir
dirumah tuannya, sebagai ganti rugi karena tidak mampu membayar utang, karena
kemauan sendiri dan karena penculikan Dalam
hidup keagamaan Israel, kata itu digunakan untuk menunjukkan kerendahan diri
seseorang dihadapan Allahnya. (Kel 4:10, Mzr 119:17; 143:12). Pemakaian
demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan tuntunan
Ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilih-Nya, dan
kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah,
yang membela hambaNya. Dalam
hidup keagamaan bangsa Israel, istilah hamba atau seorang hamba menunjukkan
kerendahan hati seseorang di hadapan Allnya. Seorang hamba mengaku sebagai
murid yang bergantung pada tuhan-Nya. Hamba atau budak, juga tidak terlepas
dari Zerubabel adalah Hamba YAHWEH. Yahweh menamai Zerubabel dengan istilah
abdi hamba-ku. Dari Kitab Raja-raja kita bisa mengetahui bahwa hamba raja
adalah gelar menteri perdana/pertama yang menerbitkan keputusan-keputusan raja.
Jadi ia adalah satu-satunya orang kepercayaan raja dan sebagai hamba raja (dalam
bidang politik), sekaligus merangkap yang diberi kuasa. Dari arti inilah
mialnya Yeremia 27:6, menyebut raja Nebukadnezar sebagai pemenang kuasa Allah,
seperti juga Yehezkiel menyebut keturunan Daud ( 34:23 )dan Deuteroyesaya
menyebut hamba Allah terhadap Darius dari Persia (Yes 45:1). [76]
2.2.5
Menurut Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian
Baru istilah ini diterjemahkan dengan kata douloV (doulos) yang juga merupakan kata benda
umum nominative maskulin tunggal yang juga berarti seorang budak a slave. Namun dalam pemakaian kata douloV
(doulos) dalam PB yang dekat dengan
istilah pelayan ialah douloV yang diterjemahkan dengan arti “pelayan”
yaitu seorang yang tidak bebas. Pelayan bekerja sebagai hamba yang melayani
raja atau seseorang yang bekerja untuk keperluan orang lain. Pelayan wajib
melakukan apa yang diperintahkan oleh tuannya.[77] Istilah lain yang
mendekati dalam bahasa Yunani adalah ton
ergaton (των εργατων) yang diterjemahkan dengan arti pekerja-pekerja yang
diambil dari kata kerja εργα yang berarti pekerja, yaitu seorang pekerja yang
bekerja mendapatkan upah.[78] Dalam PB, kata pelayan
disebut dengan istilah παιV θεου (pais
theou) artinya anak, budak Allah. Dalam PB gelar παιV
θεου (pais theou) selalu ditunjukkan
kepada Kristus yang selalu taat melalui penderitaan dan kematian-Nya. Namum
melihat arti dan makna ini, manusia adalah pelayan Allah. Seluruh umat Allah
yang percaya dan mengimani karya keselamatan dalam Yesus dianggap sebagai
pelayan Tuhan. Budak atau hamba dapat juga dipahami sebagai manusia yang
dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan golongan manusia
lain. Tidak ada sebutan yang lebih rendah untuk menggambarkan seorang manusia
terhadap sesamanya selain kata pelayan atau budak. Dengan menyatakan diri
sebagai budak, eksistensinya merupakan sebagai manusia yang menduduki hirarki
titik rendah. Konsep dunia tentang pelayan adalah golongan manusia yang dapat
diperlukan sesuai kehendak juragannya. Dalam pandangan tuannya hamba atau
pelayan tidak mempunyai harga diri selain harga jual sesuai dengan kemampuan
fisiknya. Keberadaannya sebagai manusia ditindas dengan kemampuan fisiknya.
Keberadaan sebagai manusia ditindas dengan kejam. Pengabdiannya, totalitas
nyaris terbatas sementara kesejahteraannya sangat tergantung pada kemurahan dan
belas kasihan tuannya.[79]
Dalam Perjanjian
Baru, ada beberapa yang digambarkan sebagai pelayan atau hamba, yaitu:
a. Rasul
Dalam bahasa Yunani, rasul diterjemahkan dengan kata αποστολος
apostolos yang mempunyai arti “orang
yang diutus atau utusan, duta, wakil, pesuruh, kurir”. Sebagai orang yang
diutus maka tugas rasul adalah memberi kesaksian tentang Kristus.[80] Rasul sebagai utusan dan
pengajar dapat dikaitkan dengan ide rabinis syaliakh, “dia yang diutus”. Hal
ini membawa pesan dan otoritas dari Dia yang mengutusnya.[81]
Kata rasul ini dipakai Tuhan Yesus
untuk ke-12 murid-Nya (Mat.10:2; Mrk. 6:30; Luk. 6:13, 9:10). Dari nas ini
dapat dilihat bahwa rasul itu bukanlah gelar, bukan pangkat tapi nama atau
fungsi yang diberikan seorang yang berhubungan dengan tugas yang harus dijalankan
menjadi utusan Yesus Kristus dalam pemberitaan Injil kerajaan Allah (bnd. Mat.
10:1).
b. Guru
Dalam
bahasa Yunani, διδασκαλος didaskalos yang
berarti” guru, pengajar” (Mat. 9:10-11). Selain kata didaskalos, di dalam PB masih ditemukan tiga kata lain yang erat
hubungannya dengan jabatan dan fungsi guru, yaitu:
·
Νομοδιδασκαλος nomodidaskalos yang berarti pengajar hukum Taurat (1 Tim. 1:7; bnd.
Luk. 5:7; Kis.5:334).
·
Καλοδιδασκαλος kalodidaskalos yang berarti mengajar dengan baik, guru perkara
kebajikan (Tit. 2:3).
·
Πσευδοδισκαλος pseudodiskalos
yang berarti guru palsu (2 Ptr. 2:1).[82]
Seorang menjad guru tidak hasil
pemilihan, tetapi seseorang itu menjadi guru karena karunia yang dimilikinya
(bnd. Rm 12:7). Guru bertugas memberitakan pengajaran kepada anggota jemaat.
Kemudian guru bertugas untuk menggantikan pendeta di semua bidang pelayanan
jemaat, kecuali pelayanan sakramen. Guru juga bertanggung jawab dan menopang
jemaat dengan Firman Allah yang benar agar jemaat tidak mudah tersesat.[83] Sebagai pelayan Tuhan, guru
melayani jemaat agar memiliki pengenalan yang benar tentang Allah agar jemaat
tidak gampang sesat. Sebagai pelayan Tuhan harus tetap mengemban amanah agung
dari Tuhan Yesus yaitu memberikan pengajaran kepada semua orang (bnd. Mat.
28:19-20).
c. Penatua
Dalam
bahasa Yunani yang dipakai untuk menyebutkan kata penatua ada dua yaitu: πρεσβυτερος presbyteros artinya “penatua” (Kis. 11:30) dan biasanya digunakan
dalam bentuk jamak. Επισκοπος episkopos artinya
“penilik” dan biasanya digunakan dalam bentuk tunggal (bnd. Kis. 20:8; 1 Tim.
3:2; Tit. 1:7; 1 Ptr 2: 25).[84] Penatua bertanggung jawab
terhadap sinagoge dan terhadap jemaat. Penatua bertugas untuk melayani jemaat
secara pastoral, yaitu menggembalakan jemaat dengan cara mengadakan kunjungan
ke rumah-rumah jemaat untuk membicarakan kehidupan rohani jemaat dan juga
jasmaninya (bnd. Kis 20;28).[85]
d. Diaken
Dalam
bahasa Yunani, διακονος diakonos berarti
pelayan, hamba, yang melayani, pelayan jemaat, yang bekerja, diaken”. Dari kata
diakonos ini jelaslah bahwa tugas
diaken merupakan pelayan atau hamba.[86] Pada dasarnya, pelayan
sering digambarkan sebagai suatu pekerjaan yang rendah, menurunkan martabat dan
tidak menyenangkan. Namun pandangan Alkitab tentang pelayan adalah salah satu
panggilan mulia bagi manusia. Diaken juga memiliki tugas seperti penunggu,
pemangku dan pewarta 1 Tim. 3:8-13.
2.2.6. Menurut Injil Sinoptik
Pelayan atau hamba dalam injil sinoptik ditunjukan kepada Yesus,
Yesus sebagai gambaran hamba tersebut. Ada bukti yang memperhatikan bahwa
jemaat mula-mula memandang Yesus sebagai hamba (Kis. 3:13, 26:4, 27-30). Yesus
sebagai hamba yang kepadanya Ia berkenan dan yang atasNya, Ia telah menaruh
roh-Nya (Mat. 12:18) dan berkaitan dengan tanda-tanda mujizat Yesus. Yesus
ketika tampil di depan umum, Ia diperkenalkan Allah sebagai anak-Nya, sebagai
hamba yang dilengkapi untuk tugas pelayanan-Nya. Ia adalah anak Allah “Anakku”
dalam arti hamba yang berkenan kepada Allah, dihinggapi Roh Allah lalu terus
melakukan kehendak Allah.[87]
Matius memandang Yesus sebagai oknum yang mengerjakan mujizat-mujizat dan
percaya bahwa mujizat-mujizat itu lebih dari pada sekedar perbuatan yang
mengagumkan. Mujizat direncanakan oleh Allah dan menunjukkan bahwa oknum yang
menurut Allah akan datang pada waktunya sekarang sudah muncul sehingga
orang-orang yang menyaksikan mujizat itu seharusnya dapat melihat tangan Allah
bekerja di dalamnya.[88]
Dengan mengingat jawaban Yesus
kepada Yohanes Pembaptis kita dapat mengerti fungsi mujizat dalam pelayanan
Yesus di mana Ia menganggap perbuatan-perbuatanNya yang berkuasa
itu sebagai tanda-tanda bahwa kerajaan Allah sudah ada sedang beraksi.[89]
Di tengah-tengah munculnya perlawanan yang semakin bertambah
terhadap Yesus dar orang farisi, Matius menempatkan jawaban Yesus dalam konteks
hamba Tuhan dari Perjanjian Lama. Kesederhanaan dan kelembutan-Nya menghadapi
permusuhan dilihat sebagai pemenuhan dari Yesaya 42:1-4 Yesus yang secara
khusus dilimpahi Roh Kudus dan peranan-Nya dalam rencana keselamatan Allah bagi
orang-orang kafir. Identifikasi Matius terhadap Yesus sebagai hamba Tuhan
menciptakan perdebatan dengan orang Farisi nengenai sumber dari kuasa Yesus,
tetapi Matius tahu bahwa Ia benar-benar hamba Tuhan.[90]
Dalam Injil Sinoptik Yesus menyebut diri-Nya sendiri sebagai hamba Tuhan yang
menderita. Injil Sinoptik ini juga menyebutkan bagaimana Yesus sendiri mengerti
keharusan bagi Dia untuk mengalami penderitaan. Sejak Ia dibaptis Yesus melihat
Dia akan menderita. Suara yang di dengarNya pada waktu Dia dibaptis (Mark. 1:1), penegasan mengenai permulaan Injil tentang Yesus
Kristus, yang mengemukakan kata-kata dari dalam Kitab Yesaya mengenai hamba Tuhan
yang menderita (Yes. 42:1), menegaskan bahwa pekerjaanNya harus dilakukan
dengan penyangkalan diri dan kerendahan hati. Tujuan yang agung yang dicapai
dari pelayanan dan penderitaan-Nya (Mark. 10:45).[91]
Lukas memahami Yesus sebagai
hamba Allah yang dilukiskan oleh Yesaya. Lukas menyatakan hal ini melalui
beberapa referensi misalnya simon berkata mengenai bayi Yesus sebagai terang bagi bangsa-bangsa lain dan
kemuliaan bagi umat Israel (Luk. 2:32). Perkataan ini merujuk kembali pada apa
yang diberitakan oleh Yesaya 49:6 “......., tetapi Aku akan membuat engkau
hamba Allah menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari
pada-Ku sampai ke ujung dunia.” Lukas begitu akrab dengan hamba Allah yang
terdapat di dalam nyanyian hamba Allah (Yes. 42:1-7) tidak mustahil pula apabila
ia memahami Yesaya sebagai hamba, dan apabila penderitaan merupakan bagian
penting dari pelayanan hamba tersebut (Luk. 52:37; Kis. 8:32-33). Dengan
demikian bagi Lukas kisah mengenai hamba Allah yang menderita dalam Kitab
Yesaya sebenarnya merupakan nubuat bagi Mesias yang menderita dan terwujud
dalam diri Yesus Kristus. Namun bagi Lukas seorang yang telah lama dinanti-nanti ini ditolak dan orang-orang dikampung-Nya Nazaret berupaya membunuh-Nya. Namun bagi Lukas penolakan Yesus sebagai hamba
Allah bagaikan bagian dari rencana dan kehendak Allah. Ia datang untuk
menawarkan kesempatan bagi umat Israel maupun yang lain untuk bertobat bagi
pengampunan dosa. Demi penggenapan perannya ini Ia harus menderita.[92]
2.2.7.
Menurut Surat Paulus
Menurut Paulus seorang hamba
atau budak harus mendapatkan penebusan agar statusnya berubah menjadi orang
yang bebas. Penebusan menunjukkan tindakan pembebasan dalam I Korintus 1:30.
Latar belakang penebusan ini adalah pembebasan bangsa Israel oleh Allah dari
Mesir, di mana Yahwe telah menebus engkau dari rumah perbudakan,
dari tangan Firaun, raja Mesir. Tetapi selanjutnya diterapkan pada pembebasan
dari dosa, di mana disebutkan bahwa Yahwe akan
menebus Israel dari segala kejahatan.[93]
Seorang hamba dituntut memiliki kemampuan untuk menyenangkan hati tuannya
melalui pelayanan mereka, dengan demikian ia menjadi saksi bagi tuannya. Ikatan
persaudaraan antara sesama juga harus didasari dengan kasih serta pengenalan
akan Kristus sehingga menjadi alasan serta dasar pelayanan yang baik lagi.[94]
Ada beberapa perikop yang cukup
berharga yang memampukan kita untuk menentukan sejauh mana Paulus berpikir dan
menyamakan dan menyebut Yesus sebagai hamba. Paulus berpikir tentang Yesus
sebagai hamba yang menderita, ia telah menerima tradisi yang langsung
menghubungkan kematian Kristus dengan dosa-dosa manusia (1 Kor. 15:3), yang
persis sama benar dengan hamba yang menderita. Cara hidup Yesus juga adalah
seorang hamba (Filipi 2:6). Yesus menghayati hidup-Nya sebagai hamba seorang yang
terbiasa hidup taat, menurut dan mengalah, ciri mentalitas gamba adalah yang
tidak berpikir tentang diri-Nya, melainkan tentang kewajiban. Mentalitas hamba
ditunjukkan Yesus dengan ketaatan-Nya menaati ritus pertobatan dalam pemandian
Yohanes. Hidup Yesus sebagai hamba yang taat dan mengalami eksistensi yang
sedalam-dalamnya yang tampak dalam pengalaman internal menghadapi penderitaan.
Sebagai akibat dosa Yesus mengalami ketakutan dalam berhadapan dengan kematian
fisik (Gal. 3:13-14). Yesus sebagai hamba yang merangkum segala pengalaman
bangsa.[95]
Dalam Filipi 2;6-11 terdapat latar belakang mengenai hamba
yang menderita, khususnya dalam kerendahan hati dan ketaatan-ya. Maka tidak
dapat disangkal bahwa hamba yang menderita yang penderitaannya untuk orang lain
atau pengampuan dosa diketahui dari penderitaan Yesus dalam kematian-Nya.[96]
Kematian Yesus menghapuskan dosa orang banyak, sehingga tidak lagi menghalangi
tindakan penyelamatan Allah. Allah sendiri menyerahkan Yesus kepada penderitaan
dan kematian (Rom. 4:25; 1 Kor. 11:23). Sebagai hamba dan Anak yang taat Yesus
turut menyerahkan diri-Nya (Rom. 8:32; Gal. 2:20) untuk manusia. Hamba yang
setia mengalami nasib malang sesuai dengan kehendak Allah yang menyelamatkan.
Dan kesetiaan hamba itulah sebabnya Ia oleh Allah dimuliakan.[97]
2.3. Sikap Dan Karakter yang Diharapkan dari Seorang
Pelayan Tuhan
2.3.1. Menyadari hidupnya milik
Kristus
Karya penebusan Kristus adalah dasar bagi
orang percaya untuk melayani-Nya. Orang percaya melayani Kristus bukan untuk
mendapat perkenan-Nya melainkan karena Ia telah lebih dulu melayani. Karena itu
seorang pelayan Tuhan harus yakin akan karya keselamatan Allah atas dirinya. Ia
harus sadar bahwa hidupnya bukan miliknya lagi sebab telah ditebus menjadi
milik Kristus. Kematian Kristus telah menebus orang percaya dari cara hidup
yang sia-sia (1Ptr. 1:18-19). Oleh sebab itu seorang pelayan Tuhan harus
berubah dari cara hidup yang lama yang dilakukannya di luar Kristus. Ia perlu
mengalami pembaharuan pikiran,[98] sehingga ia tidak lagi
melakukan perbuatan sia-sia bukan karena terpaksa, melainkan karena telah
mengerti kehendak Allah.[99] Ia memiliki kesadaran
untuk hidup dalam kebenaran karena mata hati yang telah diterangi.[100] Seperti yang dialami
oleh Paulus yang di man sebelum dia mengalami pertobatan dia tidak percaya
kepada Yesus, namun setelah dia diterangi ia menyadari bahwa dirinya milik
Allah dan harus mengabdi kepada Kristus (Rom. 1: 5; Rom. 16: 26).
2.3.2. Memiliki Komitmen kepada
satu tuan, yaitu Kristus
Seorang
pelayan Tuhan tidak boleh terikat pemberhalaan. Ia hanya mengabdi kepada Tuhan
Yesus Kristus. Pemberhalaan pada masa kini dapat berbentuk okultisme, dan
beberapa orang Kristen masih percaya pada okultisme bahkan ada yang masih
melakukannya.[101]
Sebagai bentuk pengabdian tunggal kepada Tuhan Yesus Kristus, maka pelayan
Tuhan harus meninggalkan okultisme. Okultisme dapat berupa perbuatan yang
terang-terangan berhubungan dengan kuasa gelap seperti perdukunan dan
spiritisme, namun ada juga yang sama-sama berbahaya namun perbuatan okultisme
ini tidak terlalu terlihat, seperti percaya kepada ramalan dan takhayul.
Seorang yang akan ditetapkan sebagai pelayan Tuhan perlu dilayani secara khusus
apabila masih memiliki keterikatan dengan okultisme. Nuh adalah sosok pribadi yang saleh
dan satu-satunya orang yang menaati Tuhan di tengah dunia yang tidak taat,
kacau, korup dan jahat. Ketaatan Nuh untuk membangun bahtera sebelum air bah
membuatnya jadi pribadi yang dipakai untuk menyelamatakan dunia (Kej. 6:22).
2.3.3. Memiliki ketaatan penuh
dan kerendahan hati
Seorang pelayan
Tuhan adalah tidak mempertahankan kepentingan diri sendiri. Hidupnya hanya
diperuntukkan bagi Tuhan. Di sinilah dibutuhkan penyangkalan diri seorang
pelayan Tuhan. Tuhan menghendaki murid-murid-Nya rela melepaskan apa pun yang
menjadi kesukaan dan kebanggaannya demi melakukan kehendak Tuhan.[102] Ketaatan dan kerendahan
hati diteladankan oleh Yesus dalam doa-Nya di taman Getsemani, “Bapa, biarlah
cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi bukan kehendak-Ku yang jadi tetapi
kehendak-Mu.” Ia rela melakukan dan menerima semua itu atas dasar kerelaan, dan
hal ini menunjukkan kerendahan hati-Nya.[103] Seperti halnya yang dilakukan oleh Yesus
yang taat pada Allah Bapa yang mengutusnya. Begitupun para nabi dan rasul yang
taat berbicara atas nama Allah. Seorang pelayan Tuhan yang menempatkan dirinya
sebagai doulos maka dia memiliki
ketaatan penuh kepada Tuhan. Wujud dari ketaatan kepada Tuhan adalah ketaatan
dalam melakukan firman-Nya. Pelayan Tuhan yang mempunyai ketaatan tanpa pamrih,
menaati Firman Tuhan dan memenuhi rencana-Nya adalah kesukaan. Yang dimaksud
ketaatan tanpa pamrih adalah ketaatan tanpa motivasi keuntungan, bukan ketaatan
supaya menerima imbalan berkat dari Tuhan. Alkitab adalah firman Tuhan yang
tertulis (Yoh. 31-36) maka seorang pelayan Tuhan yang taat akan melakukan apa
yang ditulis dalam Alkitab tanpa mengharapkan keuntungan. Hamba Tuhan adalah
seorang pelayan yang bekerja untuk Tuhan, mengabdi dan melayani Tuhan.
Seseorang yang hidupnya bergantung seutuhnya kepada Tuhan dan apapun yang
dilakukan harus harus sesuai degan kehendak Tuhan (Yoh. 15:13-14)
2.3.4. Memiliki respon yang baik
atas tugas yang dipercayakan
Dalam menjalankan tugas yang diberikan, seorang pelayan
Tuhan harus memiliki respon yang baik, tidak perlu banyak bicara tetapi cakap
mengerjakan apa yang menjadi bagiannya. Dalam pelayanan
kadang-kadang muncul masalah yang disebabkan karena pelayan Tuhan yang terlalu
banyak berbicara tetapi minim tindakan. Dalam Kejadian 12 menceritakan
pemanggilan Abraham yang di mana ia harus meninggalkan tanah kelahirannya, demi
menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah (Kej. 12:4).
2.3.5.
Tidak mencari hormat bagi diri sendiri
Sebagai hamba yang
mengabdi kepada Kristus, seorang pelayan Tuhan tidak boleh mencari pujian dan penghormatan
bagi dirinya sendiri. Dengan sadar seorang pelayan Tuhan mengembalikan segala
pujian bagi Tuhan. Bahkan seandainya tidak seorang pun mengucapkan terima kasih
untuk pelayanan yang telah dilakukannya, dengan berbesar hati ia dapat berkata,
“Kami adalah hamba yang tidak berharga. Kami hanya melakukan apa yang wajib
kami lakukan” (Luk. 17:10).
2.3.6. Setia dan bertanggung
jawab kepada rumah Tuhan
Seorang pelayan
Tuhan bisa saja tidak setia kepada bidang pelayanannya karena tergoda untuk
beralih kepada bidang pelayanan lain. Memang tidak menutup kemungkinan ada
orang-orang yang memiliki multitalenta sehingga ia dapat melayani Tuhan di
banyak bidang. Dibutuhkan kesetiaan dari seorang pelayan Tuhan untuk menekuni
bidang pelayanan yang dipercayakan kepadanya.
Seperti kisah seorang Ayub, sikap Ayub yang setia dan selalu menerima kehendak
Allah dalam hidupnya adalah dimana pada saat ia menerima malapetaka dari sang
Iblis yang ingin mengyoyangkan imannya kepada Allah, namun sikap dan
kepribadiannya tidak dapat diganggu dan tidak dapat dipengaruhi oleh Iblis
sebab Ayub tetap selalu pada pihak Allah sehingga Allah sangat senang kepada
Ayub dan memberkatinya diakhir penderitaan yang dialaminya (Ay. 12:12-25).
2.3.7. Memiliki Integritas
Kehidupan seorang
pelayan Tuhan dilihat oleh banyak orang, karena sesuai artinya seorang
leitourgos berdiri di depan banyak orang untuk melayani mereka. Ia dikelilingi
banyak saksi. Ada potensi kemunafikan pada seorang pelayan Tuhan, saat di
hadapan banyak orang ia tampil sebagai pribadi yang tanpa cacat tetapi di
tempat lain yang tidak terlihat ada dosa yang disembunyikan. Itu sebabnya
seorang pelayan Tuhan harus hidup dalam integritas. Integritas berarti
keterpaduan, kebulatan, keutuhan; juga berarti jujur dan dapat dipercaya.[104] Pelayan Tuhan yang
berintegritas memiliki keutuhan dan keselarasan dalam pikiran, perasaan, sikap
perbuatan dan perkataan. Tidak ada rekayasa atau kepalsuan, karena semua aspek
di dalam dirinya sinkron dan harmonis. Menurut Anggu, pada pelayan yang berintegritas
tidak didapati suatu noda yang mengurangi harga diri dan wibawanya. Sebaliknya
pelayan Tuhan yang ingin dipuji orang bisa terjebak pada pencitraan, sehingga
tidak sinkron lagi aspek internal dan eksternalnya, artinya ia kehilangan
integritas. Karena berkaitan dengan keberadaannya di hadapan banyak orang, maka
sebelum seseorang ditetapkan sebagai pelayan Tuhan, ia perlu terlebih dulu
diuji integritasnya. Paulus memberi nasihat kepada Timotius agar calon pelayan
Tuhan (dalam hal ini seorang diaken) diuji dulu, setelah ternyata tak bercacat
barulah ditetapkan dalam pelayanan (1Tim. 3:10).
2.3.8. Mempersiapkan diri untuk
pelayanan
Kadang-kadang dengan alasan bahwa Tuhan melihat hati,
maka ada pelayan Tuhan yang melayani jemaat Tuhan tanpa performa yang baik,
misalnya seorang pemimpin pujian bernyanyi dengan suara yang sumbang. Hal
ini tentunya tidak sesuai dengan arti leitourgos yang mengharuskan tampil
dengan performa yang baik di hadapan orangorang. Itu sebabnya pelayan Tuhan
perlu melakukan persiapan yang baik. Berbagai bentuk pelatihan perlu dijalani
oleh pelayan Tuhan yang melayani pada bidang-bidang tertentu ini. Seorang
pengkhotbah perlu dipersiapkan melalui serangkaian studi Alkitab dan cara
berkhotbah; seorang pemimpin pujian perlu dipersiapkan melalui pelatihan vokal yang baik. Bahkan seorang penyambut
jemaat pun perlu dipersiapkan untuk memberikan penyambutan yang terbaik kepada
warga jemaat yang hadir. Persiapan dalam melayani bukan hanya dilakukan ketika
seseorang akan dilantik sebagai pelayan Tuhan. Persiapan perlu tetap dilakukan
setiap kali akan melayani. Dengan demikian pelayan Tuhan akan mempersembahkan
yang terbaik bagi Tuhan melalui pelayanannya. Persiapan rutin dalam bentuk
pelatihan akan meningkatkan kapasitas pelayan Tuhan. Seorang pelayan Tuhan
berada dalam keadaan berbahaya ketika ia merasa mapan dan puas dengan tahap
pengalamannya. Rasa mapan dan berpuas diri kadang-kadang membuat orang tidak
lagi berlatih untuk memperbesar kapasitas. Tidak ada ukuran kuantitatif untuk
kapasitas seseorang, tetapi penilaian apakah seseorang dikatakan berkapasitas
dapat dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitar, seperti keluarga, tempat
kerja atau lingkungan pelayanan di gereja. Seorang pelayan Tuhan yang tidak
memperbesar kapasitas akan dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya bahwa telah
terjadi stagnasi di dalam pelayanannya.
2.3.9. Siap sedia dalam segala
keadaan
Sebagai seorang
huperetes bagi Kristus, seorang pelayan Tuhan harus siap sedia dalam segala
keadaan. Tentunya kesiapan yang dimaksud adalah sesuai dengan bidang
pelayanannya. Memang ada pelayanan yang bersifat rutin, seperti pelayanan
ibadah Minggu atau tengah minggu, tetapi ada pelayanan yang tidak bisa
dijadwalkan, seperti kunjungan
kepada orang sakit atau pelayanan penghiburan. Bahkan sekalipun suatu pelayanan
sudah memiliki jadwal, tidak menutup kemungkinan ada hal-hal insidental yang
memerlukan penggantian pelayan Tuhan, misalnya pelayan yang terjadwal melayani
mendadak sakit. Dalam hal ini pelayan Tuhan lain yang melayani dalam bidang
yang sama perlu siap sedia dalam segala keadaan.
Rasul Paulus
berpesan kepada Timotius, bahwa Timotius sebagai pemberita firman harus siap
sedia memberitakan firman Tuhan dalam segala keadaan (2Tim. 4:2). Jika pelayan
Tuhan hanya mau melayani pada saat keadaan baik, maka pelayanannya banyak
digagalkan oleh keadaan. Tuhan tidak menjanjikan kehidupan Kristen terbebas
dari masalah, bahkan Rasul Paulus memberikan kesaksian tentang berbagai masalah
yang dialaminya dalam pelayanan. Keadaan tidak baik yang sedang dialami oleh
pelayan Tuhan seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengundurkan diri dari
pelayanan.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesetiaan pelayan atau kesetiaan seorang hamba itu ialah kata setia digunakan dengan kata πιστος (pistos) dan πιστευειν (pisteuein yang
berarti iman dan percaya. Orang bisa dikatakan setia ketika dia memiliki iman
yang diperlihatkan melalui kesetiaannya terhadap Allah. Misalnya seorang
prajurit tentara harus setia kepada komandannya. Kata πιστις (pistis) akar katanya berasal dari bahasa
Yunani yang memiliki berbagai makna yang sesuai dengan keyakinan, kepercayaan
diri, kepercayaan, iman/kesetiaan, dengan makna percaya diri “kepercayaan”.
Dalam bahasa hukum πιστις (pistis)
diartikan dapat dipercaya dalam arti umum, sedangkan dalam arti khusus artinya
ialah jaminan, bukti yang dapat dirasakan seseorang terutama dalam kepandaian
berbicara.
BAB III
TINJAUAN EKSEGESE HISTORIS KRITIS TENTANG KESETIAAN PELAYAN TUHAN
MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8
3.1. Pengantar Kitab 2 Timotius
3.1.1. Latar
Belakang Surat 2 Timotius
Surat II Timotius di tulis dalam penjara di Roma pada masa tahanan
yang ke II pada tahun 65. Pengantar surat adalah Tikhikus (4:12). Kali ini
keadaan di tempat tahanan lebih berat dari pada masa tahanan yang pertama
(tahun 60-62). Karena pada masa tahanan pertama Paulus di perkenankan tinggal
di rumah kontraknya sendiri (status sebagai tahanan rumah) dan menerima tamu
(Kis. 28:16, 30). Tetapi masa tahanan ke-II Paulus berada dalam penjara (1:8),
bahkan di belenggu (1:16) dan diperlakukan sebagai seorang penjahat (2:9).
Paulus sudah menjalani persidangan yang pertama (4:16). Untuk sementara ia
belum dihukum (4:6). Semua temannya sudah meninggalkan Paulus kecuali Lukas.[105]
Alkitab tidak memberikan sesuatu keterangan tentang penghambatan
Nero terhadap orang-orang Kristen, kendatipun itu terjadi pada waktu Perjanjian
Baru, ditulis dan menjadi latar belakang sedikit-sedikitnya dari pada 2 buku
Perjanjian Baru, yakni 1 Ptr dan II Tim dan merupakan penghambatan yang menyebabkan
kesyahidan Paulus menurut beberapa tradisi juga Petrus. Di dalam dan di sekitar
kota Roma banyak orang Kristen yang ditangkap dan dibunuh dengan cara-cara yang
sangat kejam. Ada yang disalib, ada yang dibungkus dengan kulit binatang,
diikat lalu dilempar ke tengah gelanggang yang penuh dengan anjing-anjing buas
agar dikoyak-koyak sebagai tontonan
orang banyak. Ada juga yang dijadikan mangsa singa. Dengan keadaan seperti itu
Nero berkeliling di taman dalam kereta kebesaranya untuk berpesta pora ia
bergembira melihat penderitaan orang-orang yang dibakarnya.
Pada masa itulah Paulus di penjara lagi di daerah Yunani atau Asia
kecil, mungkin di Troas (2 Tim. 4:13) lalu dibawa kembali ke Roma. Kali ini
dibawa oleh para penjabat pemerintah Roma, bukan oleh orang-orang Yahudi
seperti pada kali pertama. Kali ini dia ditangkap sebagai seorang penjahat (2
Tim. 2:9) bukan seperti yang dulu ditangkap sebagai pelanggar hukum Yahudi. Ia
tersangka ikut campur terjadinya pembakaran kota Roma. Paulus pernah tinggal di
Roma selama dua tahun sebelum terjadi pembumi hangusan. Jadi mudahlah untuk
mendakwa Paulus sebagai biang keladi peristiwa ini. Pemeriksaan terhadapnya
demikian berbelit-belit sehingga ia tidak berpengharapan untuk dapat
dibebaskan, di kala menantikan “hari keberangkatanya” di penjara Roma itu, ia
menulis suratnya yang terakhir kepada Timotius, sahabat karib dan rekan sekerja
yang paling dipercayainya. Dalam surat itu dipesannya agar Timotius tetap setia
kepada pekerjaanya sebagai abdi Kristus biar apa pun juga yang akan terjadi dan
dipesanya agar cepat-cepat pergi ke Roma sebelum musim dingin (2 Tim
4:12). Pernyataan kemenangan iman Paulus
pada hari-hari yang diliputi mega mendung itu adalah salah satu bagian yang
termulia di dalam Alkitab. Ia dipenjara karena dakwaan palsu. Pekerjaan yang
telah dilakukannya dengan mengorbankan hidupnya sendiri ternyata di Barat mau
dibasmi oleh penghambatan dan di Timur dipengaruhi kemurtadan. Tetapi ia
sekali-kali tidak menyesal bahwa ia telah mengorbankan hidupnya bagi pekerjaan
Kristus dan bagi gereja. Ia benar-benar yakin bahwa kelak gereja akan dapat
mengatasi semuanya itu.[106]
Ada lima unsur yang Paulus minta dari Timotius untuk menjadi
teladan bagi jemaat, yaitu: perkataan, perbuatan, kasih, kesetiaan, dan
kesuciaan. Menurut Paulus, perkataan dan tingkah laku yang harus dihindari oleh
seorang pelayan Tuhan adalah kepalsuan, kemarahan, kepahitan, fitnah,
kebencian, kejam, perkataan kasar dan kotor, peminum dan pemarah (Ef. 4:25, 26,
29, 31; 5:4; Kor. 3:8, 9: 1 Tim. 3:3) sedangkan yang harus diusahakan adalah
kebenaran, nasihat, kelemahlebutan, pengampunan, kebijaksanaan, sopan, dan
mengucap syukur kepada Allah (Ef. :25, 26, 29, 31; 5:4; Kol. 3:12, 13, 16, 17;
I Tim. 3: 2, 4).[107]
3.1.2. Penulisan Kitab, Waktu dan
Tempat Penulisan
Beberapa sarjana menganggap
surat-surat ini tidak tulisan Paulus. Alasan-alasan mereka harus harus
disinggung kendatipun tidak dapat dibahas sepenuhnya. Setiap surat ini
menyatakan ditulis oleh Paulus, tapi bagi yang mempersoalkannya hal itu dianggap
sebagai kelaziman sastra saja. Ada orang mengatakan, bahwa situasi gerejani
seperti dicerminkan dalam dalam surat-surat ini adalah sudah terlalu
matang untuk situasi Paulus. Tapi dalam
organisasi nyatanya adalah kurang berkembang dibanding masa bapa-bapa Rasuli yang terdahulu; situasi
organisasi itu tegas menunjuk kepada suatu kurun zaman yang lebih sederhana.
Banyak sekali perdebatan tentang siapa sebenarnya penulis surat ini karena
melihat banyaknya perbedaan dari pemakaian bahasanya.[108]Kitab
Kisah Rasul berakhir dengan keterangan bahwa Paulus di penjara di Roma
kira-kira pada tahun 63. Dugaan yang dapat dipercaya mengatakan bahwa kemudian
ia dibebaskan, kembali ke Yunani dan Asia kecil, tetapi kemudian di penjara
lagi dan dibawa ke Roma dan dihukum lebih kurang pada tahun 66 atau 67. Surat
ini ditulis tatkala ia menantikan kematianya
sebagai syahid.[109]
Menurut keterangan dalam surat ini Paulus berada dalam penjara di
Roma (1:8, 16,17; 2:9). Keadaanya sangat genting; ia menghadapi kematian
“darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah
dekat” (4:6). Perjuangannya telah selesai (4:7,8). Ia kesepian karena semua
orang telah meninggalkannya kecuali Lukas (4:10, 11, 16). Ia meminta Timotius supaya datang
segera, seboleh-bolehnya sebelum musim dingin. Ia harus membawa Markus
sertanya, jubah kitab-kitab dan perkamen yang ditanggalkan Paulus di Troas.
Timotius harus menyampaikan salam kepada Onesiforus, orang Efesus. Priskila dan
Akwila, yang tinggal di Efesus juga.[110]
Jadi penulis setuju bahwa penulis dari surat 2 Timotius ini ditulis oleh Rasul
Pulus ketika dia di dalam penjara.
3.1.3. Penulisan dan Penerima Surat 2 Timotius
Surat ini ditulis oleh Paulus pada masa tahanan di penjara dan
dialamatkan kepada Timotius anak rohaninya, dan saat itu Paulus dalam keadaan
yang terancam. Menurut M. E. Duyverman
bahwa penulisan dan penerima
surat 2 Timotius ini, adalah Paulus yang berada dalam penjara di Roma dan di
alamatkan kepada Timotius sebagai anak rohaninya (2 Tim. 1:8; 17; 2:9). Keadaannya
sangat genting: ia menghadapi kematian: “darahku sudah mulai dicurahkan sebagai
persembahan dalam saat kematianku sudah dekat” (2 Tim. 4:6). Perjuangan yang
telah selesai (2 Tim. 4:10, 11, 16). Ia meminta supaya Timotius datang “segera
(2 Tim. 4:9), sebelum musim dingin (2 Tim. 4:20). Ia harus membawa Markus
sertanya (2 Tim. 4:11), jubah, kitab-kitab dan perkamen yang ditinggalkan
Paulus di Troas (2 Tim. 4:13). Melalui pernyataan ini bahwa Paulus belum lama
singgah di Troas; juga Miletus (2 Tim. 4:20) dan ke Korintus, semua ini tidak
diketahui, semua ini tidak diketahui oleh Timotius.[111]
Menurut Chapman, pemenjaraan Paulus yang pertama jauh berbeda
dengan pemenjaraan yang kedua. Dahulu ia tinggal dalam rumah yang disewanya
sendiri (Kis. 28:30-31). Dan teman-temannya mengujungi dia dengan sesuka hati.[112]
Tetapi pemenjaranya kedua kali susah untuk dijumpai oleh temannya, salah
satunya Onesiforus (2 Tim. 1:16-17), Paulus di tangkap dan di belenggu seperti
seorang penjahat (2 Tim. 2:9), dan kesepian di penjara (2 Tim. 4:6-8), namun
semangat imannya tidak kendor. Bahkan Paulus mengutamakan pelayanan Timotius
dan masalah-masalahnya, dari pada ia memikirkan dirinya sendiri. Bagi Paulus
hanya tinggal sedikit waktunya karena ia tahu kematiannya sudah dekat. Baginya
Tuhan sudah menyediakan mahkota kebenaran (2 Tim. 4:8).[113]
Berdasarkan pernyataan di atas penulis setuju dengan pendapat Chapman bahwa seorang pelayan Tuhan harus semangat
melayani. Melalui itu penulis termotivasi dengan pernyataan tersebut karena
semangat yang gigih yang dilakukan oleh Paulus, baik tidak baik waktunya maka
dia tetap melayani Tuhan.[114]
3.1.4. Tujuan Surat 2 Timotius
Tujuan Paulus menuliskan surat ini untuk memperlihatkan kepada
Timotius bagaimana ia harus bertanggung jawab atas tugas yang akan ia terima
dan bagaimana ia harus siap untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit
Kristus dalam mempertahankan imannya dan dalam memberitakan Injil-Nya. Surat 2
Timotius merupakan surat Paulus yang terakhir dan dalam kepenulisan surat ini
maka Paulus tampaknya tidak memastikan apakah ia akan melihat Timotius lagi
meski ia memintanya datang secepat mungkin untuk menjumpai dia dalam penjara.
Dalam 2 Timotius Paulus mengingatkan
Timotius tentang guru-guru palsu seperti yang ia lakukan di surat pertamanya.[115]
Dalam surat 2 Timotius ini Paulus mengenang tugas yang telah ia
selesaikan dan menantikan mahkota yang akan ia terima, Paulus hanya sedikit
membicarakan tentang tantangan gerejawi tetapi fokus pada Timotius dan tugas
yang diberikan kepadanya.[116]
Tujuan Paulus menuliskan surat ini adalah memperlihatkan kepada Timotius
bagaimana ia harus bertanggung jawab atas tugas yang akan ia terima dan
bagaimana ia harus siap untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit Kristus
dalam mempertahankan imannya dan dalam memberitakan Injil-Nya. Surat 2 Timotius
merupakan surat Paulus yang terakhir dan dalam kepenulisan surat ini maka
Paulus tampaknya tidak memastikan apakah ia akan melihat Timotius lagi meski ia
memintanya datang secepat mungkin untuk menjumpai dia dalam penjara. Selama
penulisan surat 2 Timotius ia mengambil kesempatan untuk sesekali lagi
memperingati Timotius tentang guru-guru palsu seperti yang ia lakukan di surat
pertamanya.[117]
Kemudian Paulus memperteguh Timotius untuk menerima tugas berat
yang dalam waktu dekat akan dilepaskan oleh Paulus. Ia menguraikan pola
penggembalaan jemaat dengan pertama-tama mengingatkan Timotius akan pengalaman
pribadinya, dan dengan mengikutsertakan ia di dalamnya, “Dialah yang
menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus... berdasarkan
maksud dan kasih karunia-Nya sendiri” (2 Tim. 1:9). Berdasarkan panggilan
ini Paulus mendorong Timotius untuk menerima segala kesulitan seperti orang
prajurit yang maju berperang (2 Tim. 2:3), dengan memasrahkan perencanaan
strategi pada pimpinannya, dan mengabdi dengan sepenuh hati dan tanpa mengeluh
di manapun tenaganya dibutuhkan. Melalui kehidupan kepribadian dalam
hubungan masyarakat dengan jemaat ia harus berlaku sebagai hamba Tuhan, yang
tidak suka berselisih tetapi selalu siap membantu semua orang untuk memahami
kebenaran Tuhan.[118]
Seorang hamba Tuhan harus melakukan tugas dan tanggung jawab dan menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Kristus dalam melayani dan memberitakan Injil-Nya itulah
yang disebut dengan kesetian pelayan kepada Tuhan.
3.2. Metode Historis Kritis
3.2.1. Pengertian
Penafsiran Historis Kritis
Metode ini adalah suatu pendekatan yang memanfaatkan setiap sarana
historis dalam usaha untuk merekontruksi sejarah dan memahami dokumen-dokumen
yang diproduksi oleh sejarah itu. Tujuannya adalah bersifat historis dan untuk
mencapai tujuan itu bekerja secara kritis dan sistematis. Pendekatan tersebut berusha memahami dan
menafsirkan, tetapi tidak menilai apa yang ditemukan.[119]
3.2.2. Alasan Penulis Menggunakan
Metode Penafsiran Historis Kritis
Dalam tulisan ini,
penulis menggunakan istilah eksegese karena di dalam tulisan ini tercakup
penjelasan teori, penggalian teks dan juga perefleksian hasil penafsiran.
Penggangkatan istilah eksegese dalam kajian ini didasari oleh posisinya sebagai
penjelasan, penggalian dan perefleksian dari sebuah teks dalam Alkitab. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan penafsiran. Tetapi dalam
penafsiran 2 Timotius 4:1-8 ini penulis akan menggunakan metode penafsiran
historis kritis karena dalam metode ini yang menjadi fokus perhatian adalah
teks dan apa yang hendak disampaikan oleh teks itu sendiri. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penggalian yang akan penulis kerjakan meliputi konteks sejarah
yang mencakup penelitian tentang situasi politik, sosial, budaya, ekonomi dan
keagamaan pada zaman cerita dituliskan dan sejarah teks yang mencakup kritik
teks, kritik bentuk, kritik sastra, kritik sumber dan kritik peredaksian.
3.3. Situasi Pelayanan Surat II Timotius
3.3.1. Situasi
Geografis dan Kebudayaan
Negara Roma yang mencakup segala macam daerah, iklim, suku bangsa,
bahasa dan kebudayaan tidak hanya dipersatukan oleh tata Negara dan tata
hukumnya, tetapi juga oleh kebudayaan Yunani. Daya tarik dan keunggulan
kebudayaan Yunani terutama menghanyutkan penduduk kota, terutaman kalangan
atas. Orang yang berpendidikan Yunani menjadi prasyarat untuk maju. Tanpa
pendidikan itu orang tidak dapat dengan leluasa bergerak dalam negera Romawi
yang luas membentang. Orang tidak dapat berdagang, menjadi pegawai negeri atau
mendapat pangkat dalam dalam tentara kalau tidak tahu sedikit/banyak bahasa
Yunani.[120]
Bahasa-bahasa utama yang dipakai di dunia Romawi adalah Latin,
Yunani, Aram, dan Ibrani. Latin adalah bahasa hukum di pengadilan dan
kesusastraan Roma. Sebagai bahasa
sehari-hari kebanyakan bahasa Laatin digunakan di wilayah barat pendudukan
Romawi, terutama di Afrika Utara, Spanyol, Gaul, dan Britania, di samping di
Italia sendiri. Bahasa Yunani adalah bahasa kebudayaan yang dikenal oleh semua
kaum cendekiawan, dan merupakan bahasa sampingan mayoritas penduduk Romawi
bagian Timur. Paulus berbicara pada orang-orang di Yerusalem dalam bahasa Aram
(Kis 22:2) ketika ia menyampaikan pembelaanya dari atas anak tangga istana
Anthonius. Begitu pula beberapa kutipan ucapan Yesus menunjukkan bahwa bahasa
inilah yang biasa dipakai oleh Yesus.[121]
3.3.2. Situasi Politik
Tahun 66 M golongan kaum Zelot melakukan pemberontakan politis
terhadap pemerintahan Roma, karena tidak puas terhadap keadaan sosial.[122]
Situasi politik dalam konteks Timotius ini, tidak terlepas dari kekuasaan
kekaisaran Romawi yang selama memerintah tidak pernah memerintah dengan baik.
Sejak pemerintah Kaisar Nero sampai Kaisar Vespasius. Orang Yahudi sangat
diperlakukan dengan sangat kejam. Terlebih lagi pada peristiwa kejatuhan
Yerusalem yang dipimpin Titus anak Vespasianus dengan membawa 80.000 tentara.
Tentunya menimbulkan banyak korban jiwa pada peristiwa itu. Hal ini disebabkan
oleh pemerintahan Romawi yang sangat represif sehingga menimbulkan
pemberontakan.[123]
3.3.3. Situasi
Keagamaan
Orang Kristen-Yahudi dalam 2 Timotius dipengarugi oleh kaum
Ortodoks Yudaisme yang menitikberatkan hukum dan peraturan.[124].
Beberapa hal mencerminkan bahwa tahun-tahun terakhir abad pertama orang-orang
Kristen Yahudi fanatik setelah bait Allah dihancurkan. Orang-orang Kristen
Yahudi hidup di antara golongan-golongan lainya dan mendapat tekanan dari
mereka, yaitu mempertanyakan tentang Yesus yang menjadi pusat pengajaran
kekristenan.[125] Adapun
jemaat yang terdiri dari orang Yahudi, yang mengenal adat-istiadat dan
peraturan Yahudi, tetapi mereka sudah terlepas dari persekutuan sinagoge (rumah
ibadat Yahudi). Tetapi jemaat masih mempunyai kontak dengan saudara Yahudi yang
lain, dan mereka mencoba untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus sungguh-sungguh
Mesias yang menggenapi Perjanjian Lama.[126]
Surat-surat penggembalaan dapat digambarkan sebagai keadaan ketika
gereja tidak lagi dapat mengharapkan parousia
yang segera datang, melainkan harus berusaha menata kehidupannya dalam jangka
panjang. Dapat dilihat hal ini bukan saja dalam gagasan pelayanan, meskipun
sejauh ini hal tersebut hanyalah merupakan masalah pengajaran kepada
perorangan, tetapi juga dalam gagasan-gagasan umum tentang etika. Suatu
kehidupan yang tenang dan bijaksana ditinggikan sebagai suatu tujuan yang patut
dikejar, dan perbuatan-perbuatan baik harus dilakukan. Dalam gereja ada
penyesat-penyesat, yang pada dasarnya dibedakan oleh ciri-ciri Gnostik (bnd. 1
Tim. 2:6-20). Ajaran sesat tersebut digambarkan sebagai dongeng dan silsilah
yang tiada putus-putusnya, dan takhyul dongeng-dongeng
tua, yang dipercayai bahwa kebangkitan tersebut sedang berlangsung.[127]
3.3.4. Situasi Sosial-Ekonomi
Di bawah tempurung politis tersebut yang pada dasarnya asing
hiduplah bangsa Yahudi di Palestina. Oleh Roma daerah itu dipandang dan
diperlakukan sebagai wilaayah jajahan. Umumnya Negara Roma cukup toleran dan
membiarkan bangsa-bangsa bawahannya mengurus perkaranya sendiri, selama
bangsa-bangsa taklukan tidak memberontak. Tata hukum Roma cukup ketat. Tetapi
pelaksanaanya sebagian besar tergantung pada raja-raja dan pejabat setempat.
Pejabat-pejabat itu kerap kali korup dan raja-raja bertindak semaunya.
Sistem pajak pada saat itu menjadi beban bagi rakyat. Di samping
pajak keagamaan (bagian sepersepuluhan dari hasil bumi, pajak tahunan bagi bait
Allah), ada pajak Negara rangkap dua. Ada pajak bagi pemerintah Roma. Biasanya
pajak itu ditarik melalui raja atau penguasa setempat. Ada juga pajak buat
pemerintah daerah. Pajak yang langsung oleh pegawai negeri, yaitu pajak
perorangan dan pajak tanah. Ada juga pajak tidak langsung, bea, cukai, tol dan
sebagainya. Dalam keadaan ekonomi yang luar biasa buruknya perlawanan dari
gerombolan penyamun meluas menjadi pemberontakan lebih umum. Hal itu terjadi
ketika negeri tertimpa kekeringan bencana alam, kelaparan.
Akibat dari perbedaan sistem ekonomi ialah munculnya
ketegangan antara kota-kota besar dan daerah, terutama yang didiami rakyat
jelata (petani, peternak, nelayan), yang tinggal di kota mendapatkan kehidupan yang layak, tetapi
sebaliknya orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan banyak mengalami
kesulitan, karena tidak tercapainya keseimbangan sistem ekonomi yang diterapkan
oleh pemerintah Roma pada saat itu.[128]
3.4. Analisa Sastra
3.4.1. Analisa Bentuk
Analisa bentuk adalah aspek dari pendekatan kritis yang meneliti
bentuk, isi dan fungsi unit yang khusus. Analisa bentuk tidak hanya
menggolongkan teks, tetapi analisa bentuk juga menaruh perhatian pada usaha
untuk menentukan dan menetapkan kedudukan dalam kehidupan.[129]
Surat-surat pastoral ini agak lama timbul dalam kesusastraan teologi; baru dua
abad lalu, dengan itu dicirikan 1, 2 Timotius. Benar kelompok ini merupakan
satu kesatuan tersendiri di dalamnya terdapat ciri-ciri gaya bahasa yang khas.
3.4.2. Analisa Konteks
Surat II Timotius ditulis di dalam penjara di Roma pada masa tahanan
yang ke II pada tahun 65. Konteksnya Paulus membicarakan tentang guru-guru
sesat yang memberitakan ajaran yang lain dari firman Tuhan Yesus yang akan
merusak jemaat Tuhan. Untuk itu Paulus mengingatkan bahwa Timotius akan
berlawanan dengan pengajaran-pengajaran sesat pada saat itu yang akan
mengajarkan pengajaran palsu menyibukkan diri dengan dongeng-dongeng dan
cerita-cerita. Kemungkinan pada waktu Paulus ada di Nikopolis, ia mengunjungi
saudara-saudara seiman yang ada di Troas di rumah Karpus. Penahanannya yang
kedua ini berbeda sekali dengan yang pertama. Pertama kali ia ditahan di dalam
rumahnya sendiri, dijaga oleh seorang perwira Roma dan semua sahabatnya boleh
mengunjungi dia. Tetapi yang kedua kalinya Paulus dimasukkan dalam penjara, dan
sahabatnya tidak dapat mengunjunginya. Rasul Paulus dibunuh oleh Kaisar Nero di
Roma pada bulan Juni tahun 68. Di antara penahanan yang pertama dan penahanan
yang kedua terdapat selang waktu lima tahun. Nero adalah kaisar yang bengis, ia
yang membakar kota Roma, tetapi menuduh bahwa orang Kristenlah yang
melakukanya. Ribuan orang Kristen dibunuh dengan cara yang kejam sekali,
dibakar hidup-hidup, disalib, dijadikan mangsa binatang buas. Pada saat itu
juga Paulus diadili dan tidak satu pun pengacara yang berani membela dia.[130]
3.5. Analisa Teks
3.5.1. Perbandingan Bahasa
Ayat 1
NTG : Λιαμαρτύομαι ένώπιον τοῦ
Ξεοῦ και διαμαρομαι
ένώπιον ο͑ θεός και Χριστοῦ Ίησοῦ (Aku
bersungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan Kristus Yesus
KJV : I charge thee therefore God and the Lord Jesus Christ (karena itu aku
menuntunmu di hadapan Tuhan, dan Tuhan Yesus Kristus)
LAI : Di hadapan Allah dan Kristus
Yesus
BPH : Huparentahkon ma bamu I lobei
ni Naibata ampa Kristus Jesus ( Kuperintahkanlah kepadamu di depan Allah dan
Yesus Kristus)
Keputusan : Tidak ada yang mendekati NTG
Ayat 2
NTG :κήρυξον τόν λογον έπίστηθι εύκαίρως άκαίρως
έλεγξον (Memberitakan Firman. Harus siap di waktu yang tepat dan yang tidak
tepat pada waktunya)
KJV : Preach the word be instant in
seoason, out of season ( Khotbahkan Firman segera yang tepat pada waktunya maupun tidak tepat)
LAI : Beritakanlah Firman, siap sedialah baik atau tidak baik
waktunya
BPH : Ambilankonma Hata in,
haringgaskonma bani panorang na dear atap na lang dear (Kotbahkanlah Firman itu
semangatlah ketika waktu yang baik maupun tidak baik)
Keputusan : Yang mendekati NTG adalah KJV
Ayat 3
NTG :Έσται γάρ καιρός ο͑τε τῆς
ύγιαινούσης διδασκαλίας ούκ άνέξονται άλλά κτά τας ίδιας έπιθυμια ( Akan ada
suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan, tetapi menurut keinginan mereka sendiri)
KJV : For The time will come when
they will not endure sound doctrine but after their ,own lusts (Untuk waktunya akan tiba ketika mereka
tidak akan menanggung doktrin yang sehat,
tetapi menurut hawa nafsu mereka sendiri)
LAI : Karena akan datang waktunya,
orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka mengumpulkan
guru-guru menurut kehendaknya
BPH : Ai roh ma panorangni, seng
tartahan halak be ijai pangajaran na
sintong in, tapi domu hubani rosuhni
sidea ( akan datang waktunya orang tidak tahan lagi di sana pengajaran yang
benar itu, tetapi berkaitan dengan keinginan mereka)
Keputusan : Yang mendekati NTG adalah BPH
Ayat 4
NTG : καί άπό μέν τῆς άληθείας τήν
άκοήν άποστέψουσιν ( dan dari kebenaran yang didengar mereka akan berpaling)
KJV : and they shall turn away
their ears from the truth (dan mereka akan memalingkan telinga mereka dari
kebenaran)
LAI : Mereka akan memalingkan
telinganya dari kebenaran
BPH : anjaha pagolingon ni sidea ma
pinggolni humbani hasintongan ( dan mereka memutarkan telinganya dari
kebenaran)
Keputusan : tidak ada yang mendekati NTG
Ayat 5
NTG : Σύ δέ νῆφε έν πᾶσιν
κακοπάθησον έργον ποίησον ( Bagaimanapun Kamu harus sadar dalam segala hal,
menanggung penderitaan pekerjaan)
KJV : But watch thou in all things
endure afflictions do the work ( tetapi awasi kamu dalam segala hal tahan
penderitaan lakukan pekerjaan)
LAI : tetapi kuasailah dirimu dalam
segala hal, sabarlah menderita lakukan pekerjaan
BPH : tapi anggo ham torang ma
uhurmu pasal haganup tahan ibagas hasunsahan dalankon horja ( tetapi kamu
teranglah hatimu tentang segala hal tahan dalam kesusahan kerjakan pekerjaan)
Keputusan : Tidak ada yang mendekati NTG
Ayat 6
NTG : Έγώ γάρ ή͑δη σπένδομαι καί ὁ
καιρός τῆς άναλύσεώς μου έφέστηκεν (aku sudah dicurahkan dan waktu kepergianku
telah tiba)
KJV : for I am now ready to be
offered and the time of my departure is at hand ( Karena saya sekarang siap
untuk ditawari dan waktu keberangkatan saya sudah dekat)
LAI : mengenai diriku darahku sudah
mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat
BPH : Ia ahu galangkononkon ma domma
roh panorangku laho matei ( mengenai diriku dipersembahkanlah sudah datang
waktuku mau meninggal)
Keputusan : Tidak ada yang mendekati NTG
Ayat 7
NTG : τόν καλόν άγῶνα ήγώνισμαι τόν
δρόμον ( perjuangan yang telah kuperjuangkan
perlombaan yang telah kuselesaikan)
KJV :
I have fought a good fight (saya telah berjuang dengan baik)
LAI : aku telah mengakhiri
pertandingan yang baik
BPH : domma hudobkon parlawanan na
ma dear in (sudah kuselesaikan perlawanan yang bagus itu)
Keputusan : Tidak ada yang mendekati NTG
Ayat
8
NTG :
λοιπόν άπόκειται μοι ὁ τῆς δικαιοσύνης στέφνος ό̔ν άποδώσει μοι ὁ κύριος έν
έκείνη τῆ (mulai sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan
diberikan Tuhan kepadaku)
KJV : Henceforth there is laid up
for me a crown of righteousness which the lord (sejak saat itu telah disediakan
bagiku sebuah mahkota kebenaran yang Tuhan berikan)
LAI : sekarang telah tersedia
bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan)
BPH : Domma sirsir I lobeihu sortali
hapintoron in sebereon ni Tuhan ( Sudah tersedia di hadapanku mahkota kebenaran
itu yang diberikan oleh Tuhan)
Keputusan : Yang mendekati NTG adalah KJV dan BPH
3.5.2.
Kritik Aparatus
Kritik apparatus
yang digunakan berasal dari teks Yunani Novum Testamentum Graece Nestle-Aland.[131]
Ayat 1a
Dalam
NTG terdapat kata ένώπιον yang artinya sebelum. Kritik apparatus naskah-naskah
Unsial athos, mengusulkan untuk ditambahkan kata ουν yang artinya aku, codex
Yunani Latin dari Oxford, Lincoln Coll mengusulkan untuk menambahkan kata εγω
yang artinya saya. Naskah-naskah Unsial Cambridge: Bezae Cantabridgiensis,
Moskow, Paris, Codex Yunani Latin, Citta
del Vaticano, Bibl, Vat,. Ottob. gr. 325, dan naskah Unsial London Sinaiticus,
Paris: Ephraemi Rescriptus, Paris: Claromontanus, Utrecht, London Cambridge,
Washington D. C. Wolfenbuttel menyatakan untuk tetap mengikuti teks atau tetap
pada teks. Penulis menerima naskah-naskah Unsial Cambridge: Bezae
Cantabridgiensis, Moskow, Paris, Codex Yunani Latin,Citta del Vaticano, Bibl,
Vat. Ottob. gr. 325, dan naskah Unsial London Sinaiticus, Paris: Ephraemi
Rescriptus, Paris: Claromontanus, Utrecht, London Cambridge, Washington D. C.
Wolfenbuttel menyatakan untuk tetap mengikuti teks atau tetap pada teks.
1b
Dalam
NTG terdapat kata κρίνειν yang artinya untuk mengadili. Kritik aparatus
naskah-naskah Unsial Utrecht, Dresden, mengusulkan untuk menggantikan kata itu
dengan kata κρίναι yang artinya hakim. Penulis menolak Kritik aparatus
naskah-naskah Unsial Utrecht, Dresden, mengusulkan untuk menggantikan kata itu
dengan kata κρίναι yang artinya hakim.
1c
Dalam
NTG terdapat kata νεκρους yang artinya mati. Kritik apparatus dari
naskah-naskah Unsial London Sinaiticus Athos, Wolfenbuttel mengusulkan untuk
menambahkan kata κατα yang artinya melawan, naskah-naskah Unsial London
Alexandrius, Paris: Ephraemi Rescriptus, mengusulkan untuk tetap mengikuti
teks. Penulis menolak Kritik apparatus yang mengusulkan untuk menambahkan kata
melawan.
Ayat 2
Dalam
NTG terdapat kalimat έπι τίμησο παρακάλεσον yang artinya adalah tegurlah, nasehatilah. Dalam kritik
Aparatus perpustakaan London dan Britis, yang dalam manuskrip-manuskrip yang
lebih awal tidak memiliki cara keseragaman yang lengkap, di dalam teks bacaan
dari manuskrip-manuskrip asli dari Sinai, Athos dan semua teks tradisi Latin
dengan pengecualian semua versi koptik. Penulis menerima usulan dan penjelasan
kritik Aparatus karena menjelaskan penggunaan teks dan kalimat.
Ayat 3
Dalam
NTG terdapat kalimat ίδίας έπιθυμίας yang artinya adalah keinginan sendiri. Dalam kritik Aparatus komentar-komentar
manuskrip 630 versi Paris dan Roma, dari teks mayoritas naskah Yunani diganti
dengan kalimat επιθυμιας τας ιδιας yang artinya adalah keinginan mereka sendiri. Penulis menerima kritik Aparatus karena
setelah dibandingakan dengan kalimat sebelum dan selanjutnya memperjelas makna
teks.
Ayat 5a:
Dalam
NTG terdapat kata κακοπάθησον yang
artinya adalah menanggung penderitaan. Dalam kritik Aparatus versi Vulgata
manuskrip-manuskrip teks bapa gereja telah diedit. Penulis menolak kritik
aparatapparatusa jika diedit akan memperkabur makna teks.
5b:
Dalam
NTG terdapat kata κακοπάθησον yang artinya menanggung pendertaan. Kritik
aparatus naskah-naskah Usial London Alexandrius. Untuk tempat yang ditandai dalam teks
menambahkan kalimat καλσ στρατιωτης Χριστου Ιησου yang artinya adalah prajurit yang baik dari Kristus Yesus.
Penulis menolak kritik aparatus karena memperkabur makna teks.
Ayat 6
Dalam
NTG terdapat kalimat άναλύσεώς μου yang artinya adalah kepergian saya. Dalam kritik Aparatus naskah-naskah Unsial
Cambridge: Bezae Cantabrigiensis, Moskow, Athena; Lerma; London; New York;
Patmos; Citta del Vaticano; St. Petersburg; Tesalonikal wina, athos. mengusulkan untuk diganti dengan kalimat εμης
αναλυσεως yang artinya dari analisa.
Dari teks mayoritas naskah Yunani menunjukkan bahwa sebuah teks manuskrip
mengandung seluruh atau sebagian dari teks Vulgata. Naskah-naskah Unsial London
Sinaiticus Paris: Ephraemi Rescriptus, Cambridge, Dresden, Wolfenbuttel, Codex
Yunani lama Munchen, Univ Bibl, mengusulkan untuk tetap pada teks. Penulis
menolak kritik Aparatus karena memperkabur makna teks dan memiliki arti yang
berbeda.
Ayat 7
Dalam
NTG terdapat kalimat καλον αγῶνα yang artinya pertandingan baik. Dalam kritik Aparatus naskah-naskah Unsial
Paris: Claromontanus, Moskow, Athena; Lerma; London; New York; Patmos; Citta
del Vaticano; St. Petersburg; Tesalonikal Wina, St. Petersburg Athos, mengusulkan kalimat αγωνα τον καλον yang
artinya adalah melawan kebaikan,
seuai dengan 18 manuskrip dari para leluhur atau saksi dari abad ke-13.
Naskah-naskah Unsial London Sinaticus, Paris: Rescriptus, Cambridge, Dresden
mengusulkan untuk tetap mengikuti teks. Penulis menolak kritik Aparatus karena
memperkabur makna teks dan memiliki arti yang berbeda, dan menerima .
Naskah-naskah Unsial London Sinaticus, Paris: Rescriptus, Cambridge, Dresden
mengusulkan untuk tetap mengikuti teks.
Ayat 8
Dalam
NTG terdapat kata πᾶσιν yang artinya adalah kepada semua. Dalam kritik Apartus Cambrige, Athos dan semua teks
tradisi Latin, terjemahan Latin dari karya bapa gereja Yunani dan Alkitab versi
kuno terjemahan Siria pada abad ke-5, mengusulkan untuk menghilangkan kata
berikutnya dari πᾶσιν. Penulis menolak kritik Aparatus karena didukung oleh
sumber-sumber yang ada.
3.5.3. Terjemahan Akhir
Setelah
melakukan analisa teks yakni analisa apparatus dan analisa perbandingan
terjemahan, maka penulis menyimpulkan teks (2 Tim. 4:1-8) sebagai terjemahan
akhir dalam memulai pendekatan eksegese, yaitu sebagai berikut:
Ayat 1 : Aku bersunggu-sungguh di hadapan Tuhan dan Yesus Kristus yang akan
menghakimi yang hidup dan yang mati dan dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya.
Ayat 2 : Memberikan Firman. Harus siap di waktu yang tepat maupun waktu yang
tidak tepat. Meyakinkan, menegur dan
menasehati dengan penuh telaten dan pengajaran.
Ayat 3 : Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan
tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar
mereka guru-guru yang memiliki pendengaran yang gatal
Ayat 4 : Dan dari kebenaran yang didengar, mereka akan berpaling kepada
mitos yang menyimpang.
Ayat 5 : Bagaimanapun kamu harus sadar dalam segala hal, menanggung
penderitaan pekerjaan yang dilakukan seorang penginjil, melakukan pelayanan
kamu sepenuhnya.
Ayat 6 : Aku sudah dicurahkan dan waktu kepergianku telah tiba
Ayat 7 : Perjuangan yang telah kuperjuangkan, perlombaan yang telah
kuselesikan, iman yang telah kujaga.
Ayat 8 : Mulai sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan
memberikan kepadaku Tuhan. Hakim yang benar, tidak hanya kepadaku tetapi juga
untuk semua orang yang mencintai kedatang-Nya.
3.6. Tafsiran
Ayat 1
Aku bersunggu-sungguh di hadapan
Tuhan dan Yesus Kristus yang akan menghakimi yang hidup dan yang mati dan
dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya.
Pasal ini diawali dengan kata-kata yang berfungsi sebagai sumpah,
Aku bersungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan Yesus Kristus yang akan menghakimi
yang hidup dan yang mati dan dengan kedatangan Dia dan kerajaan-Nya, gunanya ialah untuk menekankan dan
menegaskan bagaimana pentingnya nasihat yang akan disebutkan ayat-ayat
berikutnya.
Paulus memberikan suatu nasihat yang tegas sekali Timotius, serta
berpesan supaya ia menunaikan kewajibanyan. Paulus memberikan pesanya dengan
sungguh-sungguh. Seolah-olah Paulus dan Timotius berdiri di hadapan Tuhan Allah
dan Tuhan Yesus, dan mereka ikut
mendengarkan apa yang dikatakan
Paulus kepada Timotius, Paulus juga mengingatkan bahwa Tuhan Allah dan
Tuhan Yesus menilik Timotius, dan kelak suatu hari, yaitu pada kedatangan-Nya
Ia akan menghakimi tiap-tiap hamba-Nya.[132]
Di dalam Kitab Timotius Allah dan Kristus disebut sebagai saksi pada saat
memberikan pesan kepada Timotius di
hadapan Allah dan Kristus Yesus aku berpesan Kepadamu itu menandai
bahwa apa yang ia sampaikan amat penting. Dalam pesan tersebut terdapat
kata-kata yang lebih serius; dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya diucapkan lagi
yang akan menghakimi[133], dalam hal ini juga menjelaskan bahwa
Allah akan menghakimi umat-Nya dengan perantaraan Kristus pada akhir zaman, dan
yang diadili adalah orang yang hidup dan orang yang mati, yaitu orang-orang
yang pada saat kedatangan Yesus kedua kalinya, dan orang-orang yang mati tetapi
dibangkitkan untuk pengadilan terakhir.
Kedatangan
Dia dan kerajaan-Nya[134]. Kata kedatangan kadang-kadang dipakai
dalam arti pernyataan-Nya[135],
yaitu kedatangan Kritus yang kedua kalinya yang bertujuan untuk pengadilan
terakhir dan untuk membawa Kerajaan-Nya kepada kesempurnaan. Kata-kata ini
dengan sengaja dibubuhkan dan mengandung peringatan bagi Timotius, bahwa pada
akhir zaman ia harus mempertanggung-jawabkan penunaian tugasnya di hadapan
Hakim yang akan datang. Paulus sendiri pun telah siap untuk pertanggungan jawab
itu.[136]
Terdapat kata “Aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu”
dibagian ini melukiskan saat yang penting dan Paulus ingin agar Timotius
menyadarinya. Ucapan ini sangat penting, dikatakan penting, bukan hanya karena
Paulus sedang menghadapi saat kematiannya, bahkan lebih daripada itu karena
baik Paulus maupun Timotius akan dihakimi kelak apabila Yesus Kristus datang
untuk kedua kalinya. Sungguh baik kalau kita semua sewaktu-waktu memikirkan
fakta bahwa kelak kita akan berhadapan muka dengan Allah dan pekerjaan kita
akan dihakimi. Bagaimanapun juga, kesadaran akan pentingnya masa ini mendorong
untuk melakukan pekerjaan itu dengan hati-hati dan dengan setia[137].
Paulus juga berpesan dengan sunguh-sungguh demi Allah, demi Kristus, Hakim yang
akan datang yang kedua kalinya. Dalam Perjanjian Baru, bahwa Yesus akan
menghakimi semua orang (Bnd. Kis 17:31; Rm. 2:16).[138]
Jadi penulis memahami bahwa akan ada waktunya ketika kedatangan
Yesus yang kedua kali, semua umat yang percaya itu akan dihakimi. Sehingga
dalam eksegesenya Paulus menasehati Timotius teman sepelayanannya supaya lebih
sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan Tuhan, memberitakan
kabar baik mengenai Allah.
Ayat 2
Siap sedia memberitakan Firman (2a)
Kata Siap Sedia dalam bahasa aslinya memakai kata έπίστηθι
(ephistepi) dalam bentuk verb imperative aorist active 2nd person singular.[139]
Kata “Imperative” menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus
dilakukan. Kata Aorist menunjukkan keterangan waktu di mana dilakukan
sekali dan berlaku untuk selama-lamanya yang menunjukkan perbuatan yang
memberikan dampak yang berarti bagi orang yang telah menerima perbuatan
tersebut. Jadi siap sedia dengan demikian artinya dilakukan sekali dan
berdampak untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara
aktif. Kata 2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua
tunggal (kamu). Dari kasus ini, menunjukkan suatu perintah kepada Timotius
untuk terus siap sedia dalam memberitakan Firman yang dilakukan terus-menerus
baik atau tidak baik waktunya dan berdampak bagi dirinya dan orang lain. Kata
έπίστηθι (ephistepi) berasal dari akar kata έϕίστημι (ephistemi) yang artinya
berdiri dekat, siap sedia, menyerbu.[140]
Jadi Paulus secara tegas mendesak Timotius untuk siap sedia memberitakan Injil
baik atau tidak baik waktunya, dan menyatakan apa yang salah, menegur dan
menasehati dengan segala kesabaran dalam pengajarannya. Dalam bukunya Zodhiates
kata έπίστηθι (ephistepi) memiliki arti “associates with oneself” artinya
berhubungan dengan dirinya.[141]
Siap sedia yang dimaksud ialah karena jemaat tidak akan lagi merasakan
pelayanan-pelayanan Rasul Paulus, siap sedia yang dimaksud juga memiliki arti
bahwa siap sedialah memberitkan Firman dalam keadaan apapun, keadaan suka maupun
duka, baik saat kita dapat melihat buahnya maupun tidak. Kemudian siap sedia
ini juga dipahami sama seperti amanat agung.
Menurut Friberg kata siap sedia menggunakan kata “be always
alert to” yang artinya selalau waspada.[142]
Sedangkan Newman mengatakan kata siap sedia menggunakan kata “stand by”[143]
yang artinya siaga. Jadi dari semua kata di atas dapat diartikan bahwa dalam
penguasaan diri Timotius harus selalu waspada dan siaga memberitakan Firman
terhadap dirinya sendiri dalam menghadapi guru-guru palsu yang menyebarkan
ajaran sesat, oleh karena itu Timotius harus berani mengungkapkan kesalahan dan
menegur mereka yang berbuat kesalahan, menasehati mereka agar kembali kepada
jalan yang benar. Dalam bukunya Barclay mengatakan bahwa Paulus mendorong agar
memberitakan firman baik atau tidak baik waktunya. Bahwa dalam memberitakan
Injil diperlukan waktu yang tepat untuk berbicara, harus ada sopan santun,
namun demikian dalam pemberitaan Injil tidak memandang tempat atau waktu yang
tepat.[144]
Henry mengatakan: “Siap sedialah memberitakan firman merupakan
perintah Rasul Paulus kepada Timotius untuk memperingatin orang-orang yang ada
dibawah tanggung jawabmu untuk berjaga-jaga terhadap dosa, untuk menjalankan
kewajiban kereka. Peringatkanlah mereka untuk bertobat, percaya dan hidup
kudus, dan lakukanlah ini baik atau tidak baik waktunya. Baik atau tidak baik
waktunya yaitu ketika mereka sedang merasa senang untuk mendengarkan engkau,
atau ketika datang sesuatu kesempatan istimewah yang menguntungkan untuk
berbincang-bincang dengan mereka. Bahkan, lakukanlah itu meskipun tidak baik
waktunya, sekalipun tampak tidak ada kemungkinan untuk menanamkan sesuatu pada
mereka. Sebab angin bertiup kemana ia mau. Taburlah benih kita pagi-pagi hari,
dan janganlah memberi istrahat kepada tangan kangan kita pada petang hari (Pkh.
11:6). Kita harus melakukannya ketika baik waktunya, yaitu harus melakukan
meskipun tidak baik waktunya, yaitu kita tidak boleh mengengsampingkan
kewajiban dengan alasan waktunya tidak baik.”[145]
Penulis sependapat dengan Matthew Henry bahwa firman Tuhan harus
diberitakan baik atau tidak baik wakunya walaupun mereka tidak menerima. Dan
hal itu merupakan tanggung jawab Hamba Tuhan untuk membawa mereka supaya
bertobat, percaya dan hidup kudus. Sedangkan Arichea mengatakan bahwa siap
sedia baik atau tidak baik waktunya ia memberikan arti “terus giat” melakukan
kegiatan meskipun ada perlawanan tantangan.[146]
Jadi Timotius dianjurkan untuk tetap gigih memberitakan Injil karena sudah
menjadi tugasnya sebagai pemberita. Jadi dapat disimpulkan bahwa mengabarkan
berita Allah itu dilakukan terus menerus supaya orang mendengarkan Injil. Juga
hendaknya meyakinkan orang untuk menunjukkan kesalahan dan memberi dorongan
kepada mereka dan memiki sikap mengajar orang dengan sesabar mungkin.
Memberitakan Firman (2b)
Memberitakan Firman. Κερυσσο
Kerusso dalam bentuk kata kerja aorist
aktif artinya perbuatan yang sudah dilakukan pada masa lampau dan terus menerus
dilakukan juga sampai saat ini. Arti katanya ialah mewartakan dengan keras
memberitakan paling sering berdasarkan pada Allah. Ketika tuan Robert Cecil
diminta untuk mengatakan apa yang dia anggap atau dipertimbangkan hal yang
paling berguna yang dapat dilakukan Gereja untuk membantu tujuan pendamaian
dunia, dan ia menjawab, memberitakan Injil. Ada prasangka yang terkenal
terhadap kata memberitakan atau berkotbah. “Jangan berkhotbah padaku”. Kata
orang muda pada orang yang lebih tua. Ketika kritikus ingin menganggap bahwa
drama atau puisi sebagai seni yang buruk, mereka menganggap bahwa itu
berkhotbah. Berkhotbah bagi beberapa orang yang setara dianggap membosankan.
Itu diakibatkan orang-orang membayangkan bahwa berkhotbah atau memberitakan
Firman berarti berbicara dari moral kepada rakyat di tingkat yang lebih rendah.
Menyuarakan ajaran tentang moral yang saleh tanpa keyakinan mendalam yang lahir
dari pengalaman, atau mengoceh sebagai hal rutin apa yang seharusnya menjadi
berita paling menarik yang pernah terekam telinga manusia. Ketika Paulus
berbicara tentang kebodohan berkhotbah atau memberitakan Firman, yang ia
maksudkan sangat berbeda dari semua itu, tetapi memberitakan kabar baik tentang
Tuhan yang diwahyukan dalam Kristus. hidup bukanlah tragedi yang tidak berarti
tetapi persekutuan yang mulia dengan Bapa. Tugas memberitakan Firman bukanlah
pekerjaan yang membosankan tetapi kesempatan untuk menjadi perbudakan kejahatan
tanpa akhir, karena Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang
berdosa. Kematian bukanlah kekalahan bagi roh, karena anugerah Tuhan adalah
hidup yang kekal. Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia, iman kita.[147]
Menurut Budiman dalam buku “Tafsiran Alkitab Surat-surat
Pastoral” memberitakan Firman adalah tugas utama bagi Timotius, juga bagi
Paulus. Justrus karena Allah akan menghakimi semua orang sesuai dengan Injil,
maka orang-orang itu perlu mendengar Injil dan bertobat. Besarlah tanggung
jawab orang yang memberitakan Injil.
Siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, Timotius dan setiap penginjil
harus siap memberitakan Injil pada segala waktu itu tepat atau tidak tepat
untuknya. Si penginjil harus memberitakan Injil tanpa membuang waktu. Nyatakanlah
apa yang salah, tidak cukup Timotius hanya memberitakan Injil. Ia juga harus
melawan ajaran sesat, karena ajaran sesat itu akan memalsukan Injil dan
meracuni jiwa manusia. Tegorlah apa yang tidak benar pada kelakuan hidup
manusia, tidak boleh dibiarkan, melainkan orang itu harus ditegor, supaya ia
bertobat dan tidak binasa. Dan nasehatilah, mengajarkan supaya menunjukkan
jalan-jalan baru untuk hidup orang itu. Dengan segala kesabaran atau dengan
telaten dan pengajaran, kesabaran terhadap orang yang berdosa tidak boleh
membawa Timotius (dan tiap penginjil) kepada kelengahan, sehingga membiarkan
orang itu di dalam dosanya. Orang itu harus diberi pengajaran tentang jalan
yang benar. Sebaliknya pengajaran yang diberikan tidak boleh dengan sikap
sombong, keras dan memandang rendah orang berdosa, melainkan dengan sikap
sabar, karena Timotius (penginjil) harus menyadari kelemahannya sendiri, ia
sendiri juga bukan orang sempurna.[148]
Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Budiman bahwa
mengabarkan berita tentang Allah itu dilakukan terus menerus dan harus sepenuh
hati supaya orang mendengarkan Injil dan hendaknya meyakinkan orang untuk
menunjukkan kesalahan dan memberi dorongan kepada mereka dan memiliki sikap
mengajar orang dengan sesabar mungkin. Dalam menunjukkan kesetiaan pelayan
kepada Tuhan harus berani menyatakan kesalahan dengan ketegasasan, yang
memiliki tujuan supaya membawa orang menemukan sebuah kebenaran dengan
membuktikan atau meyakinkan seorang melakukan kesalahan yang tidak sesuai lagi
dengan Firman Tuhan. Pelayan Tuhan harus memberikan pengajaran tentang jalan
yang benar. Sebaliknya pengajaran yang diberikan tidak boleh dengan sikap
sombong, keras dan memandang rendah orang berdosa, melainkan dengan sikap
sabar.
Mengajar Firman Dengan Sabar (2b)
Kesabaran dalam bahasa aslinya memakai kata μακροθυμια (makrothumia)
dengan kasus noun dative feminine singular[149]
yang artinya kesabaran.[150]
Kata μακροθυμια (makrothumia) dalam buku Friberg memiliki arti as
a state of emotional quietness, artinya menenangkan emosional diwajah. Hal
ini menunjukkan bahwa rasul Paulus menasehati Timotius untuk tetap meredakan
hatinya dengan tidak dipengaruhi pikiran yang jahat dalam memberitakan firman
Tuhan serta dalam menyatakan yang salah. Kata μακροθυμια (makrothumia)
dalam buku Thayer memiliki arti perseverance yang artinya ketekunan.[151]
Dalam hal ini Rasul Paulus menasehati Timotius supaya ia sungguh-sungguh dalam
memberitakan firman Tuhan dan menyatakan yang salah. Hauspei dalam bukunya kata
μακροθυμια (makrothumia) memiliki arti endurance yang artinya
daya tahan.[152]
Dalam hal ini Timotius seharusnya memiliki kekuatan dalam memberi pengajaran di
dalam menghadapi ajaran sesat. Henry mengartikan kata kesabaran yaitu tidak
menyerah.[153]
Jadi kata sabarlah menunjukan sikap seseorang di dalam menghadapi sesuatu hal,
baik dalam kondisi senang maupun dalam kondisi yang buruk tidak mudah menyerah.
Dari eksegese di atas dapat diartikan bahwa kesabaran merupakan sikap yang
harus dimiliki sesorang di dalam menghadapi sesuatu hal dengan tidak pernah
menyerah. Jadi Rasul Paulus memberi nasihat kepada Tomotius di dalam pelayannya
supaya ia lebih sungguhsungguh dan merendahkan hati supaya ia bisa
mengendalikan emosinya di dalam memberitakan firman Tuhan dan dalam menyatakan
kesalahan dengan tidak pernah menyerah.
Ayat 3-4
Akan ada suatu masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan
tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar
mereka guru-guru, yang memiliki pendengaran yang gatal, Dan dari kebenaran yang
didengar, mereka akan berpaling kepada mitos yang menyimpang.
Sejak zaman para
nabi paling awal beberapa orang hanya ingin mendengar hal-hal yang
menyenangkan. Mereka memuji orang-orang yang telah mengatakan apa yang
orang-orang ingin dengar dan telah melempari para nabi dengan kebenaran yang
tidak menyenangkan. Para nabi bernubuat tidak sesuai dengan fakta, dan para
imam memegang pemerintahan dengan cara mereka, dan orang-orang senang melihat
seperti yang diterapkan para imam. Jadi Paulus memperingatkan Timotius bahwa
kadang-kadang orang-orang tidak akan menerima pengajaran yang sehat, tetapi
akan mengumpulkan guru untuk mereka sendiri sesuai dengan keinginan mereka.
Kadang-kadang jemaat pada dewasa ini mengharapkan pendeta mereka untuk
mengatakan selalu sesuatu hal yang mereka senangi atau enak untuk didengar, dan
mereka akan lari dari guru yang mengungkapkan atau mengajarkan sebuah
kebenaran. Paulus memperingatkan Timotius bahwa mereka harus siap untuk
ditinggalkan. Tetapi orang-orang yang bersikeras memiliki guru yang menuruti
keinginan mereka dengan memberi tahu mereka apa yang ini mereka dengar. Pada
akhirnya akan kehilangan kebenaran dan akan mempercayai mitos. Pemerintahan
yang totaliter telah menghidupkan kembali kebebasan ajaran sesat, bahwa kebenaran
dapat dibuat agar sesuai dengan teori politik, apakah itu kebenaran dalam seni,
sains, hubungan manusia, atau bahkan kosmologi, dan tidak lagi mengatas
dasarkan kebenaran menurut Alkitab.[154]
Ayat ini dan ayat
4 memberikan alasan dan dasar untuk pesan yang sungguh-sungguh di ayat
sebelumnya (ayat 1). Hubungan ini terlihat lewat kata penghubung; karena kata
kerja yang dipakai di ayat 3 dan 4 berbentuk kala mendatang. Namun tampaknya
ayat ini menyatakan tentang peristiwa yang sedang terjadi, yang juga cocok untuk
menggambarkan mengenai masa mendatang. Ini karena umumnya orang-orang pada masa
itu meyakini bahwa ketika Akhir Zaman makin mendekat, kejahatan akan terus
meningkat. Mengenai waktu/masa dalam beberapa bahasa, orang tidak dan tidak
biasa mengatakan waktu datang. Untuk itu kata-katanya lebih disederhanakan “Akan ada suatu
masa ketika ajaran yang sehat mereka tidak tahan tetapi menurut keinginan
mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan disekitar mereka guru-guru yang
memiliki pendengaran yang gatal.” Mengenai mengumpulkan itu
diterjemahkan yang berarti menambah sesuatu hingga jumlahnya lebih banyak,
tetapi bukan berarti menempatkan semua guru-guru itu disuatu tempat. Oleh
karena itu kata ini juga dapat diterjemahkan menjadi memanggil guru-guru yang mereka sukai, yaitu guru-guru
yang hanya mengatakan hal-hal yang menyenangkan pendengaran mereka. Menurut
keinginannya diterjemahkan dari arti harafiah menurut kehendaknya. Pendengaran
yang gatal diterjemahkan dari kiasan yang secara harafiah berarti memuaskan keinginan
telinga, yang dipakai untuk menggambarkan keingintahuan. Makna kiasan tersebut
ialah apa yang menyenangkan dalam pendengaran mereka atau mengatakan hal-hal
yang menyenangkan mereka.[155]
Kata memalingkan
atau berpaling dalam bahasa Yunani memakai kata άποστρεφουσιν apostrephousin dari akar kata άποστρεφω apostrepho yang menunjukkan kata kerja,
yang artinya berhenti mendengarkan. Jadi kajian eksegesenya ialah Paulus
menegaskan supaya mereka berhenti mendengarkan ajaran sesat yang ada pada saat
itu. Memperingatkan Timotius juga supaya tetap memberitakan kebenaran[156]
Dalam buku R
Budiman terdapat beberpa penjelasan mengenai ayat 3-4, karena akan datang waktunya- ini menerangkan, mengapa Timotius
tidak boleh membuang waktu, tetapi siap sedia memberitakan Injil, baik atau
tidak waktunya. Orang tidak tahan lagi menerima ajaran sehat, pada akhir zaman
akan timbul roh penyesat dan kemerosotan moral, yang menjadikan orang tidak
suka mendengarkan Injil, karena Injil mengandung kritik terhadap sikap dan
kelakuan hidup mereka. Pada saat itu juga mereka akan mengumpulkan guru-guru
yang menurut mereka mengajarkan hal hal yang menyenangkan bagi mereka, kata
mengumpulkan dalam bahasa aslinya ialah “menumpukkan” yang menunjukkan
banyaknya guru-guru yang dengan silih berganti memberikan ajaran-ajaran baru.
Oleh karena itu mereka tidak suka lagi mendengarkan kebenaran Injil, mereka
hanya terbuka untuk dongeng-dongeng atau mitos, yang menawarkan unsur-unsur
keselamatan baru tetapi sebenarnya kosong dan merupakan penipuan diri. Banyak
orang pada zaman modern tidak dapat lagi menerima Injil, yang dianggapnya
terlalu simple, usang dan kolot. Mereka hanya mau menerima teori-teori yang
nampaknya akaliah dan ilmiah, tetapi pada dasarnya menyesatkan dan menipu.[157]
Setiap penginjil maupun
pemberita Injil lainya harus serius dan siap sedia memberitakan Firman,
pemberita Injil yang tidak serius dan tidak siap sedia dapat membuat orang-orang tidak lagi mampu memahami
permasalahan sulitnya ekonomi pada zaman sekarang. Akibatnya banyak orang yang
lari meninggalkan kepercayaannya dan mencari sesuatu yang bisa membantu mereka
dalam menyelesaikan permasalahan mereka, dan pada akhirnya Gereja sekarang ini
akan mengalami kemerosotan iman dan mengalami kemerosotan moral.
Penulis menyetujui
ketika Paulus memperingatkan Timotius supaya tetap semangat dan tidak boleh lengah
dalam memberitakan kebenaran. Supaya orang-orang pada saat itu tidak percaya
dengan dongeng atau cerita yang mereka anggap itu benar dan nyaman untuk didengar,
sehingga kebenaran Allah akan semakin kabur, dan banyak orang tidak mempercayai
kedatangan Yesus yang kedua kalinya.
Mengajar Firman dengan Benar (ayat
4)
Kata memalingkan dalam bahasa aslinya memakai kata άποστρέψουσιν (apostrephoson)[158]
artinya memalingkan. Dari akar kata άποστρέϕω (apostropho) menggunakan
kasus verb indicative future active 3rd person plural. Verb
menunjukkan kata kerja. Kata indicative menunjukkan sebuah indikasi. Future
menunjukkan kata keterangan aktu yang akan datang. Active menunjukkan
keterlibatan secara aktif. 3rd person menunjukkan personal yaitu orang
ketiga. Plural menunjukkan jamak. Fribreg mengartikan kata άποστρέϕω
(apostropho) dengan kata “Stop Listening”[159]
artinya berhenti mendengarkan. Newman mengartikan kata άποστρέϕω (apostropho)[160]
dengan kata ”refuse”artinya menolak. Kata telinga dalam bahasa aslinya
άκοήν (akoen) dari akar kata άκοή (akoe) dengan kata “Hearling”
artinya kesanggupan mendengar. Louw mengartikan kata άκοή (akoe) ability
to hear[161]
artinya kemampuan mendengar. Kata kajian eksegese diatas bahwa Rasul Paulus
menegaskan agar hendaknya mereka berhenti mendengarkan ajaran sesat yang ada
pada saat itu. Oleh karena itu Paulus menekankan kepada Timotius supaya tetap
mengajarkan pengajaran dengan benar. Henry mengatakan bahwa orang-orang yang
membuka diri bagi dongeng-dongeng pertama-tama memalingkan telinga mereka dari
kebenaran, sebab mereka tidak dapat mendengar. Allah dengan adil membiarkan
orang membuka dongeng dan jika mereka jenuh dengan kebenaran, dan mereka
membiarkan mereka disesatkan dari kebenaran oleh dongeng.[162]
Penulis menyimpulkan bahwa pada waktu itu orang-orang lebih mendengarkan
dongengdongeng dari pada kebenaran yang benar, oleh karena itu jika sudah jenuh
maka mereka akan disesatkan oleh diri mereka sendiri, oleh karena itu Paulus
sangat menegaskan Timotius supaya mengajar firman dengan benar agar mereka
dapat memalingkan telinga mereka kepada pengajaran yang benar.
Ayat 5
Sabarlah Menderita (ayat 5b)
Kata Sabarlah dalam bahasa aslinya memakai kata κακοπάθησον (kakopahteson)
artinya kesukaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kesabaran akan
menimbulkan kesukaran dalam hati untuk menguji setiap kesabaran muncul dalam
permukaan diri seseorang. κακοπάθησον (kakopahteson) menggunakan kasus
dalam bentuk verb imperative aorist active 2nd person singular from.[163] “Imperative”
menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus dilakukan. Kata Aorist
menunjukkan keterangan waktu di mana dilakukan sekali dan berlaku untuk
selama-lamanya. Dengan demikian kesabaran artinya dilakukan sekali dan
berdampak untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara
aktif. Kata 2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua
tunggal (kamu). Dari kasus ini, merupakan perintah Paulus kepada Timotius bagaimana
ia menunjukkan sifatnya untuk terus sabar dalam memberitakan Firman yang
dilakukan sekali untuk selama-lamanya.
Kata κακοπάθησον (kakopahteson) berasal dari akar kata
κακοπάθέω (kakopatheo) artinya menanggung penderitaan dengan sabar.[164]
Jadi seorang hamba Tuhan harus sabar bahwa penderitaan-penderitaan pasti akan
datang ketika ia menjalankan kewajibannya dengan setia. Dalam bukunya Newman
kata κακοπάθέω (kakopatheo) memiliki arti “endure” artinya
bertahan atau memikul.[165]
Jadi dapat disimpulkan dalam setiap penderitaan untuk tidak menyerah namun
tetap berpegang teguh dan bertahan sampai pada akhirnya. Friberg mengatakan
dalam bukunya κακοπάθέω (kakopatheo) memiliki arti “courageously bear
affiction” artinya dengan berani membawa penderitaan.[166]
Yang dimaksud dengan berani membawa penderitaan ialah apapun yang menimpa
dirinya ia harus membayar harga tanpa menggerutu dan menyesal. Jadi penulis
menyimpulkan bahwa Rasul Paulus dengan sangat khidmat dan sungguh-sungguh
menekankan Timotius untuk melakukan pekerjaan dan tugas sebagai pemberita Injil
dengan tekun dan penuh kesabaran, berani menghadapi kesulitan yang ada dan
tetap berpegang teguh atau bertahan dalam penderitaan dan setia dalam pelayanan
dengan memenuhi semua bagiannya dengan pekerjaan yang mestinya. Dan perintah
yang diberikan kepada Timotius ini harus dipandang oleh semua pelayan Injil
sebagai perintah kepada diri sendiri.
Henry mengatakan dalam bukunya bertahan dengan sabar, janganlah
berkecil hati akibat kesulitan-kesulitan yang engkau hadapi, tetapi tanggunglah
itu dengan lapang, biasakanlah dirimu untuk menghadapi kesulitan. Dan ia harus
menanggung penderitaan-penderitaan itu dengan sabar, seperti seorang pahlawan
Kristen.[167]
Yancey juga mengatakan bahwa ikutlah menderita sebagai prajurit yang baik dari
kristus.[168]
Kesimpulannya bahwa hamba Tuhan adalah prajurit yang terus berjuang meskipun
harus menderita, agar semua orang dapat menyaksikan kasih karunia Allah yang
diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Hamba hendaklah tetap
setia dan tulus,serta melakukan pelayanan dengan baik. Sanders menambahkan
bahwa keberanian seorang pemimpin dinyatakan dengan kerelaannya menghadapi
kenyataan dan kondisi yang tidak menyenangkan, kemudian bertindak tanpa
keraguan menghadapi semua itu, sekalipun itu membuat dirinya semakin tidak
disukai. Keberanian bukanlah untuk sesaat, melainkan terus ada hingga tugasnya
selesai dikerjakan.[169]
Jadi penulis menyimpulkan para pemimpin diharapkan menunjukkan keberanian dalam
menghadapi penderitaan. Sabar dalam penderitaan dimaksud ialah bahwa apa yang
dilakukan dalam kehidupan ini Paulus menasehatkan Timotius supaya dia harus
mampu menahan apa yang menjadi keinginan daging dalam kehidupannya, karena
memang di lingkungan hidupnya banyak sekali orang-orang suka mabuk-mabukan yang
hanya memikirkan dirinya sendiri, sehingga Paulus dengan keras menasehatkan
Timotius supaya mampu sabar dalam melayani jemaat yang pernah mereka layani.
Melakukan Pekerjaan Injil (ayat 5c)
Kata lakukanlah dalam bahasa aslinya menggunakan kata ποιέω (poieo)
artinya berusaha. Kata ποιέω (poieo) berasal dari akar kata ποίησον (poison)
artinya melakukan. Kata ποίησον (poison) menggunakan kasus verb
imperative aorist active 2nd person singular. “Imperative”
menunjukkan kata kerja berupa perintah yang harus dilakukan. Kata Aorist
menunjukkan keterangan waktu dimana dilakukan sekali dan berlaku untuk
selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan secara aktif. Kata
2nd person singuler menunjukkan pribadi yaitu orang kedua tunggal (kamu).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam memberitakan Injil tidak hanya sekedar
melakukan akan tetapi juga mempunyai usaha agar Injil dapat didengar oleh semua
orang yang belum percaya pada saat itu. Menurut Newman Kata ποίησον (poison)
memberi arti Act benevolently artinya bertindak dengan ramah atau murah
hati.[170]
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pemberitakan Injil memiliki sikap
ramah atau murah hati sehingga orang dapat mendengarnya. Friberg menyimpulkan
kata ποίησον (poison) memiliki arti bring aobut artinya
menyempurnakan.[171]
Secara harafiah bahwa seseorang yang telah dipanggil untuk memberitakan Injil
haruslah ia melakukan tindakan, usaha yang sempurna. Namun demikian disetiap
tindakan dan usaha yang dilakukan dalam memberitakn Injil tidak lepas dari kuasa
Allah dan doa sehingga Injil yang disampaikan sempurna.
Dalam bukunya Henry mengatakan bahwa Pekerjaan pemberita Injil
adalah sebagai wakil para rasul, menyirami jemaatjemaat yang sudah ditanamkan
oleh para rasul. Mereka bukanlah gembal yang nemetap, tetapi hanya sementara
waktu tinggal, dan memimpin, di jemaat-jemaat yang sudah di tanamkan oleh para
rasul, sampai mereka mendapat pelayanan yang tetap. Inilah pekerjaan Timotius.[172]
Penulis setuju apa yang dikatakan oleh Henry bahwa Injil adalah tugas hamba
Tuhan untuk memimpin dan menanamkan kepada jemaat-jemaat supaya mereka dapat
mengenal Allah dan mendapatkan pelayanan. Melakukan pekerjaan Injil merupakan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Timotius sebagai seorang peracaya yang
telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah, dan harus mengerjakan pekerjaan
itu sampai akhir. Abieno mengatakan dalam bukunya: Rasul Paulus mengingatkan
Timotius bahwa dalam mengerjakan pekerjaan Injil, Roh Kudus akan menolong dan
memampukan. Keselamatan adalah pekerjaan dan anugerah Allah sebagai orang
percaya tidak boleh angkuh, tidak boleh menggap dirinya utama dari orang lain,
tetapi sebaliknya harus merendahkan diri.[173]
Kesimpulannya bahwa dalam mengerjakan pekerjaan Injil tidak perlu takut sebab
Roh Kudus akan menolong dan memampukan. Saputra memberikan dorongan bahwa
dimanapun dan apapun pekerjaan kita, harus bersikap profesional dan harus
memberikan pekerjaan baik. Karena itu jadilah pribadi yang manis.[174]
Penulis menyimpulkan bahwa sebagai seorang pengajar harus mampu memberikan
dorongan kepada jemaat yang menngajarkan Injil dan juga memiliki sikap bukan
pemarah akan tetepi menjadi pribadi yang manis.
Brownlle mengatakan: Pekabaran Injil adalah pemberitaan kabar
gembira tentang Tuhan dengan maksud supaya orang yang mendengar berita itu
mengambil keputusan untuk bertobat kepada Kristus. Pekabaran Injil ditunjukkan
kepada orang-orang yang bukan Kristen dan kepada segi-segi yang tidak Kristen
dalam kehidupan orang-orang Kristen, dengan maksud supaya semua orang itu
menyerahkan kehidupannya secara penuh kepada Tuhan.[175]
Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Brownlle bahwa Injil untuk
orang-orang yang belum percaya dan supaya Injil dapat di di beritakan agar
setiap orang yang belum percaya dapat menerima Yesus sebagai Juruselamat.
Melakukan pekerjaan pemberitaan Injil, serta melaksanakan tugas pelayanan yang
dipercayakan kepadanya dengan tulus dan bertanggung jawab. Dengan begitu, ia
pun mampu memberi bukti nyata di hadapan banyak orang, baik tentang kualitas
seorang pengikut Yesus maupun kualitas seorang pemimpin Kirsten. Timotius
diminta untuk meneladani kesetiaan dan ketabahan Rasul Paulus dalam melayani
Kristus apa pun yang terjadi.[176]
Menyelesaikan Pelayanan Sampai Akhir
(ayat 5)
Kata “tunaikanlah” dalam bahasa aslinya πληροϕόρησον (plerophoreo)
yang artinya memenuhi. Dengan kasus verb imperative aorist active 2nd person
singular. πληροϕόρησον (plerophoreo) menggunakan akar kara πληροϕορέω
(plerophoreo) artinya memenuhi. Verb menunjukkan jenis kata
kerja, sedangkan kata imperative menunjukkan bentuk kata perintah yang
harus dilakukan. Dengan demikian kata tunaikanlah merupakan bentuk kata
perintah yang harus dilakukan. Aorist menunjukkan bentuk waktu, yaitu
dilakukan sekali untuk selama-lamanya. active menunjukkan keterlibatan
secara aktif. second person menunjukkan orang kedua, singular
menunjukkan bentuk tunggal. Artinya perintah untuk menunaikan tugas pelayanan
ditunjukkan kepada orang ke dua tunggal yaitu kamu (Timotius). Louw mengartikan
kata πληροϕόρησον (plerophoreo)
dengan menggunakan make happen artinya mewujudkan.[177]
Kata ini menunjukkan bahwa Timotius harus mewujudkan hasil dari pelayanan.
Menyelesaikan tugas pelayanan Henry mengatakan bahwa ini merupakan
suatukepercayaan yang besar yang diberikan kepadanya, dan karena itu ia harus
memenuhinya, dan menjalankan semua bagian dari pekerjaannya dengan tekun dan
penuh perhatian. Arichea mengatakan bahwa Timotius harus berbuat semua hal yang
perlu dalam menjalankan tugasnya sebagai yang mengabdi kepada Allah. Dan
mengerjakan semua pekerjaan yang telah ia perintahkan kepadanya.[178]
Wijanarko mengatakan dalam bukunya: “Tunaikanlah
tugas pelayananmu” bukan melayani dengan terpaksa, melainkan hidup dalam doa,
Rajin mengikuti pertemuan Gerejani. Melayani dengan benar dengan semangat dan
rindu akan kehadirat-Nya[179].
Penulis setuju dengan pernyataan Wijanarko bahwa melayani itu bukan unsur
keterpaksaan atau didorong-dorong, melainkan melayani dalam kasih dan memiliki
kerinduan kepada Allah dalam pemberitakan Injil. Sementara Budiman lebih mengatakan bahwa lakukanlah
tugas pelayananmu sepenuhnya tanpa kuatir akan penderitaan yang ada.[180]
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pekerjaan Injil hendaklah untuk
tidak kuatir akan penderitaan yang ada namun harus berusaha menyelesaikan
sampai akhir. Jadi, dari semua penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Rasul
Paulus memerintahkan Timotius untuk memenuhi dan menyelesaikan tugas pelayanan
yang telah dipercayakan kepadanya.
Ayat
6-7
Aku sudah
dicurahkan dan waktu kepergianku telah tiba
Perjuangan yang
telah kuperjuangkan, perlombaan yang telah kuselesikan, iman yang telah kujaga.
Sesudah memberikan
nasihat kepada Timotius di ayat-ayat sebelumnya, di sini Paulus menyebutkan
serangkaian keinginan dan pesan terakhir, bahwa pelayanannya hampir selesai dan
ajalnya hampir tiba. Dia telah bekerja sangat keras untuk Injil, dan sudah
hampir sampai pada akhir perjalanannya di dunia, dan hadiah kemenangan telah
menantinya. Dalam naskah Yunaninya, pernyataan terakhir dari Paulus di ayat 6-8
dimulai dengan “mengenai”, yang menghubungkan ayat 6-8 dengan ayat-ayat
sebelumya. Dari kajian eksegesenya di sini Paulus menyatakan bahwa Timotius
perlu sekali berusaha sebaik-bainya melakukan tugas pelayananya, karena Paulus
tidak lagi akan ada untuk menolongnya. Ayat ini juga memperlihatkan dengan
jelas bahwa Paulus merasa tidak akan dapat selamat dari penjara. Ia yang lebih
tua merasa sudah mendapat panggilan dari Tuhannya untuk pulang dan orang yang
lebih muda harus mengambil alih dan memikul tugas yang ditinggalkan.
Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan, bahasa Yunani σπενδομαι spendomai yang diterjemahkan sebagai dicurahkan adalah sebuah
istilah yang biasa dipakai untuk perbuatan mencurahkan anggur di tempat ibadah
(mezbah) sebagai persembahan kepada Tuhan. Jadi Paulus membandingkan kematianya
dengan anggur yang dicurahkan sebagai persembahan, yaitu suatu kematian yang
tidak sia-sia tetapi untuk kemuliaan Allah.[181]
Jadi penulis mengkaji bahwa ayat ini menjelaskan bagaimana kepasrahan seorang
Paulus yang sudah mencapai akhir dalam pelayananya dan ia sudah merasa tua dan
merasa tidak sanggup lagi melanjutkan tugasnya sebagai rasul Allah. Sehingga ia
memerintahkan Timotius untuk melanjutkan tugasnya sebagai pemberita Injil.
Moffat
menerjemahkan kata waktu kepergian telah tiba dalam frasa yang tajam. Waktuku
untuk pergi telah tiba. Kematian, dalam bahasa Yunani άναλυσεως analiseos. Dengan lapang dada, Paulus
mengakui dengan hati yang bersih bahwa pengetahuan dan pengabdian yang setia
telah dipenuhi sampai akhir. Beberapa ahli mengatakan bahwa kiasan kematian
(keberangkatan) berasal dari lingkungan pelayaran dan berkaitan degan pelepasan
perahu dari tambatanya. Arti dari kiasasan tersebut memiliki kejelasan yang
digunakan beberapa penerjemah, yaitu kematian yang memberikan kemuliaan bagi
Allah. Dalam terjemahan Perjanjian Baru, berbicara tentang kematian sebagai
contoh bahwa kematian itu ialah tidur Yoh. 11:11. Kemudian kematian tersebut
diartikan sebagai berpindah dari rumah ke rumah yang lain. Di tempat yang lain
kematian ini diartikan seperti persekutuan dengan Allah semakin erat. Dalam 2
Timotius mengartikan bahwa kematian itu direpresentasikan sebagai penobatan.
Dalam terjemahan Perjanjian Baru tidak memberikan gambaran tentang kehidupan
setelah kematian, namun dalam frasa yang tajam, terjemahan PB menegaskan
keyakinan pada masa depan yang sangat indah dijelaskan dengan kata kata yang
objektif.[182]
Dalam buku Tafsiran Masa Kini
diungkapkan bahwa Paulus siap sedia mati martir, dan berharap akan
penyempurnaan keselamatan yang akan diberikan oleh Allah, pada hari di mana Ia
akan datang sebagai hakim, bagi semua
orang yang menunjukkan harapannya pada kedatangan-Nya. Jadi Paulus dengan
sangat meminta Timotius secepat mungkin datang kepadanya, mengajak Markus dan
membawa sebagian dari barang miliknya yang ditinggalkannya di Troas.[183]
Mengenai kata sudah dekat di sini mengungkapkan bahwa sesuatu yang akan segera
terjadi.[184]
Selanjutnya dengan
gambaran-gambaran yang hidup, Paulus masih berbicara mengenai dirinya
sebagai pemenang dari pertandinganya
dengan baik. Tampaknya ia tidak menggunakan tiga gambaran yang berbeda,
melainkan satu gambaran dari tiga bidang
kehidupan yang berbeda, melainkan satu gambaran dari arena perlombaan. Kata
Yunani untuk perlombaan adalah αγόν, agon
yaitu kata pertandingan dalam dalam arena. Paulus telah mencapai akhir dan dan
menyadari bahwa ia telah menyajikan penampilan yang baik. Dalam buku William
Barclay menyatakan “Aku telah Memelihara Iman”, ungkapan ini dapat memiliki
lebih dari satu arti. Jika dilihat dari latar belakangnya, pertandingan utama
bangsa Yunani adalah olimpiade. Semua atlet terkenal di dunia hadir untuk
mengikutinya. Sehari sebelum pertandingan dimulai, semua peserta berkumpul
untuk mengikuti sumpah dengan khidmat di hadapan para dewa bahwa mereka telah
melakukan latihan tidak kurang dari sepuluh bulan dan bahwa mereka tidak akan
menggunakan cara-cara curang untuk meraih kemenangan. Karena itu Paulus ingin
mengungkapkan, Aku telah mematuhi semua aturan. Aku telah bertanding. Mati
dengan mengetahui bahwa dirinya tidak pernah melanggar aturan dalam lomba
kehidupan yang terhormat ini merupakan suatu kemuliaan.[185] Kata iman ditafsirkan sebagai ajaran. Jadi
dalam hal ini Paulus mengatakan bahwa ia telah memelihara ajaran Kristen atau
kabar baik dan menjaganya dari peruskan. Ada juga yang menafsirkan iman
dengan kepercayaan, sesuatu yang
dipercayakan kepada seseorang. Ini berarti bahwa Paulus telah setia pada
pelayanan yang telah dipercayakan kepadanya.[186]
Jadi kajian eksegesenya ialah Aku telah bekerja keras bagaikan seorang atlit
yang ikut dalam sebuah pertandingan yang mulia, dan aku telah menyelesaikan
dengan tuntas. Aku telah memberitakan dan menjaga kabar baik itu dengan setia.
Ayat 8
Mulai
sekarang telah disediakan bagiku mahkota kebenaran yang akan memberikan
kepadaku Tuhan. Hakim yang benar, tidak hanya kepadaku tetapi juga untuk semua
orang yang mencintai kedatang-Nya.
Paulus kembali
menggunakan istilah dari lingkungan pertandingan olah raga, yang telah
mendapatkan hadiah kemenagan. Kata sekarang dalam bahasa Yunani ialah λοιπόν loipon yang berarti juga selanjutnya
atau sejak sekarang atau sejak saat ini. Kemudian telah disediakan dalam bahasa
Yunani άπόκεταί apokeitai yang
berarti juga disimpan atau disediakan, dalam bentuk pasif. Itu berarti bahwa
Allahlah yang menyediakan Mahkota kebenaran bagi Paulus. Mahkota di sini bukan
merupakan lambang kekuasaan, tetapi lambang kemenangan. Dalam buku Ensiklopedia
Alkitab mengatakan bahwa mahkota itu ialah hiasan khas kepala, umunya dirias,
dipakai oleh raja-raja dan orang-orang besar lainya. Mahkota imam besar ialah
sebuah jamang patoni emas dengan tulisan “Kudus bagi Tuhan”, diikatkan kepada
serban oleh seutas tali biru, yang menjadi lambang kesalehan.[187] Pada saat itu Paulus beralih dari penghakiman
manusia menuju pada penghakiman Allah. Ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan
berdiri di hadapan pengadilan Romawi dan bahwa hanya ada satu keputusan terakhir.
Ia tahu bahwa pengadilan Nero-lah yang akan berlaku, tetapi ia juga tahu bahwa
penghakiman Allah juga akan terjadi. Orang yang akan mengabdikan hidupnya bagi
Kristus tidak akan peduli orang menyumpahi dirinya sepanjang ia mendengar.
Paulus masih menyampaikan bahwa mahkota yang menantikanya bukanlah hanya bagi
dirinya sendiri, melainkan juga bagi semua orang yang merindukan kedatangan
Sang Raja.[188]
Tuhan di sini jelas berarti Yesus Kristus, karena Dia disebut sebagai hakim
yang adil 2 Tim. 4:1, dan ayat ini juga menyinggung tentang kedatangan-Nya.
Hakim adalah orang yang menimbang atau menilai perbuatan seseorang selama hidup
orang itu, lalu hakim itu membuat keputusan apakah orang itu bersalah atau
tidak.[189]
3.7. Kesimpulan Tafsiran
Berdasarkan kajian eksegese 2 Timotius 4:1-8 penulis membuat
kesimpulan bahwa teks ini merupakan sebuah ajakan, kewajiban seorang pemberita
Injil yang setia, ketika Paulus berpesan kepada Timotius dengan
sungguh-sungguh, supaya Timotius cepat bertindak dalam memberitakan Injil.
Paulus juga menasehati untuk melakukan hal-hal tertentu sehubungan dengan
realitas hari penghakiman/hari kebangkitan. Hal ini yang menyebabkan Paulus
bergegas memperingatkan Timotius berulang-ulang karena akan datang waktnya hari
penghakiman, ketika kedatangan Yesus yang kedua kalinya, karena pesannya
orang-orang percaya harus hidup setiap hari seolah-olah hari ini adalah hari
terakhir, sehingga ditegaskan kepada Timotius supaya bergegas memberitakan
tentang kebenaran, karena ada saatnya nanti orang-orang tidak akan percaya lagi
atau orang-orang tidak akan tahan lagi dengan ajaran-ajaran yang benar,
melainkan lebih suka mendengarkan apa yang mereka anggap enak didengar di telinganya.
Karena sangat banyak guru-guru palsu yang membuat ajaran-ajaran baru (ajaran
sesat), yang membuat jemaat akan terlena dan tidak perduli lagi dengan ajaran
kebenaran tentang Allah. Pada saat itu lah orang orang tidak lagi memelihara
Imannya dan semakin larut dalam kehidupan yang tidak berlandaskan ajaran Allah
apa yang diinginkan oleh Tuhan.
Paulus juga menasehati
Timotius supaya tetap tabah, dalam menjalankan tugas pelayanan dalam
memberitakan Injil, karena ketika menjalan tugas memberitakan Firman banyak
sekali tantangan yang menyebabkan lunturnya semangat memberitakan Firman, dalam
memberitakan Firman tidak cukup hanya
berkotbah, tidak cukup memberikan pengajaran, tetapi di sini Paulus menegaskan
kepada Timotius, supaya mampu juga untuk menegor, menasehati, mampu menyatakan
apa yang salah kepada orang yang telah melakukan perbuatan salah. Pada
saat-saat seperti itu Paulus memperingatkan Timotius supaya tetap menguasai dirinya, jangan sampai
terkena cobaan iblis, harus berjaga-jaga terhadap penyesat, dan harus
berperilaku bijaksana. Sehingga
ketika dalam menjalankan tugas pelayanan
(memberitakan Firman) tidak ada kemungkinan menghalangi pelayanan, karena telah
mampu menguasai diri dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi.
Hal selanjutnya
yang harus dimiliki seorang pelayan atau pemberita Firman ialah seperti yang
telah dicapai oleh Paulus sebagai Rasul Allah, mengungkapkan dia telah
menyelesaikan tugasnya dan mencapai garis akhir, dan telah memelihara iman. Di
sini dipertegas bahwa orang-orang percaya bahkan pelayan Tuhan sekalipun harus mampu memelihara imannya, dengan banyaknya
penderitaan banyaknya tantangan ketika memberitakan Firman, ketika menyuarakan
kepercayaan kita, diharuskan mampu memelihara iman, kepercayaan tersebut.
Ketika kita mengimani penderitaan yang kita alami sebagai proses pemeliharaan
iman bagi kita, Allah akan turut campur tangan dalam mengatasi setiap
penderitaan yang kita alami, bahkan sampai kematian. Hal ini lah yang
memberikan kita pola pikir yang sangat
luas dan bijaksana ketika kita mampu setia dalam memelihara iman kita, kita
akan sadar bahwa kehidupan setelah kematian itu akan ada dan itu kekal. Karena
pada penjelasan teks 2 Timotius ini mengatakan bahwa Allah turut menderita,
Paulus bahkan Timotius. Jadi penderitaan karena memelihara iman itu tidak dapat
dihindari, namun pada waktu yang bersamaan ketika mampu setia dalam penderitaan,
serperti yang dialami oleh Paulus, hubungan kita dengan Allah akan semakin
dekat, persekutuan yang semakin erat. Dalam teks ini juga dijelaskan ketika
mampu menjalankan tugas pelayanan sebagai pemberita Injil, mampu menguasai
diri, mampu memelihara iman, setia di dalam penderitaan, maka akan mendapatkan
mahkota kebenaran yaitu sebuah hadiah yang akan diberikan Allah ketika
kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Seperti yang di ungkapkan oleh Paulus di
ayat 8, dengan tegas dan bangga mengatakan Aku telah mencapai akhir, dan
mahkota kebenaran telah disediakan bagiku. Itulah keyakinan yang dipegang oleh
Paulus ketika dia telah menyelesaikan pertandingannya dan tidak melakukan
kecurangan dalam pertandingan tersebut. Hal ini juga yang ditegaskan Paulus
kepada Timotius supaya siap sedia kapan pun itu, dalam melanjutkakan tugas
pelayanan yang telah dimulai oleh Paulus, dan mampu memelihara imannya.
3.8. Skopus
Dalam Surat 2 Timotius 4:1-8 ini hendak memberitahukan suatu pesan
atau hendak mengetengahkan suatu kesetiaan. Jadi, berdasarkan eksegese terhadap
Surat 2 Timotius 4:1-8, skopusnya adalah sebagai berikut:
“Kesetiaan adalah kasih yang sanggup bertahan dalam segala sesuatu.
Timotius tetap melakukan penginjilan dengan pengajaran yang ia tahu, dan tidak menghiraukan
dengan orang-orang yang tidak mau menerima ajaran yang disampaikan Timotius,
namun Timotius tetap meneruskan pekerjaannya dengan setia. Kristus menghendaki
bahwa hamba yang sudah di panggil agar setia sampai akhir, tidak menyimpang ke
kanan atau ke kiri, melainkan tetap fokus pada tujuan.”
3.9. Makna Kesetiaan Pelayan Tuhan Secara Eksegese Historis Kritis
Terhadap 2 Timotius 4:1-8
Berdasarkan kajian Eksegese 2 Timotius 4:1-8, penulis mendapatkan
beberapa hal yang menunjukkan kesetiaan pelayan hamba Tuhan dalam 2 Timotius
4:1-8. Tentunya inilah yang akan menunjukkan seorang hamba Tuhan itu setia
dalam pelayanannya dan setia kepada Tuhan. Kesetiaan pelayan hamba Tuhan dalam
2 Timotius 4:1-8 yang dirangkum oleh penulis dari kajian Eksegetisnya, sebagai
berikut:
3.9.1. Siap Sedia
Memberitakan Firman Tuhan
Memberitakan Firman merupakan tugas setiap Hamba Tuhan dalam
pelayanan agar semua orang dapat mendengarkan firman dan Iman mereka teguh
didalam Tuhan. Dalam ayat 2 Timotius dituntut untuk siap sedia memberitakan
Firman Allah pada waktunya bahkan rela menderita bila situasi menuntut. Borrong
mengatakan bahwa sebagai seorang Hamba Tuhan ia harus tetap setia kepada Tuhan
dan memiliki kedisiplinan diri untuk menjalankan tugasnya. Seperti Timotius
yang masih muda ia memberikan dirinya dalam memberitakan Firman meskipun banyak
tantangan yang akan dihadapinya kedepan, namun tidak menjadi alasan bagi
Timotius untuk tidak memberitakan Injil. Itulah sebabnya Paulus mau memakai
Timotius sebagai pelayan yang akan meneruskan pelayanan gereja di masa depan.[190]
Sekalipun masih muda Timotius bahwa dia tidak menolak pelayanan itu, akan
tetapi Timotius menerima pelayanan itu dengan baik. Namun demikian Paulus tidak
membiarkan Timotius begitu saja, Paulus memberikan dorongan kepada Timotius
untuk tetap teguh dalam Iman dan pengharapn kepada Yesus Kristus di dalam doa
dalam menghadapi setiap masalah dan ajaran-ajaran sesat. Tuntutan yang
diberikan Paulus kepada Timotius agar mampu menyatakan apa yang salah, menegor
dan menasehati dengan kesabaran dalam pengajarannya.
Memberitakan Firman merupakan tugas pokok penting, seorang pelayan
Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Paulus (1 Korintus 15:1-11, dan Lukas
5:5;8:11).[191]
Brill menegaskan bahwa “beritakanlah Injil dengan berani, sebagai suatu ikrar
yang benar sama seperti pengakuan Yesus di hadapan Pilatus. Setiap seorang
percaya wajib mengabarkan Injil dengan tidak bercacat dan tidak bercela
sehingga pada saat Tuhan Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.[192]
Jadi penulis menyimpulkan bahwa tugas memberitakan firman merupakan tanggung
jawab Hamba Tuhan sekalipun kondisinya memungkinkan atau tidak. Dalam
memberitakan firman juga diperlukan kesiapan diri, baik
dalam doa dan Firman setiap waktu, sehingga tidak menimbulkan rasa takut untuk
memberitakan Injil. Memang secara manusia rasa takut itu pasti ada dikarenakan
usia yang masih muda atau tidak pandai berbicara akan tetapi sebagai pemimpin
rohani tidak perlu takut menghadapi orang lain atau menghadapi bahaya-bahaya
dalam perjalanan pemberitaan Injil melainkan memberikan teladan bagi semua orang
karena Tuhan akan memberikan kekuatan dan keberanian dalam memberitakan Injil,
dalam 1 Timotius 4:12 “jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena
engkau muda. Jadilah teladan bagi orangorang percaya, dalam perkataanmu, dalam
kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu”.
Tuhan telah menetapkan Paulus sebagai rasul, pengabar Injil dan
guru. Amanat yang telah diberikan kepada seorang Hamba berasal dari Allah.
Seorang hamba dipanggil dan ditetapkan dalam pekerjaan pengabaran Injil oleh
Tuhan Yesus. Paulus memberikan teladan kepada Timotius dan untuk tiap-tiap
Hamba Tuhan dalam pelayanan agar menjadi pemberita Injil Kristen kepada
orang-orang yang percaya. Sama dengan Paulus walaupun hidupnya dalam ancaman,
akan tetapi dirinya tidak merasa malu kerena Injil dan juga tidak malu
dipenjarakan karena Kristus. Paulus mengingatkan dan menyadarkan Timotius bahwa
panggilannya adalah panggilan yang suci sebagai pemberita Injil. Oleh karena
itu Hamba juga menyadari bahwa panggilanya bukan panggilan yang tidak berarti
akan tetapi panggilan itu adalah panggilan yang paling mulia. Perlu di sadari
bahwa Tuhan akan melengkapi setiap Hambanya agar kuat dan teguh dalam
menghadapi penderitaan karena kebenaran. Hamba Tuhan tidak perlu malu karena
Injil sebab Injil adalah kebenaran, Hamba Tuhan tidak perlu malu karena Injil
sebab Injil adalah pertaruhan yang dipertaruhkan kepadah Hamba oleh Allah
sendiri.
3.9.2. Bertahan Dalam
Kesulitan
Untuk mengubah kesulitan menjadi kemungkinan, memerlukan usaha yang
melampaui standar, pendetakatan, dan pemecahan secara khusus. Hadapi kesulitan
dengan tabah.[193]
Jadi, ungkapan ini mengandung pengertian bahwa kesulitan dan penderitaan justru
semakin menguatkan fisik dan mental seorang hamba Tuhan jika di selesaikan
dengan baik. Wyclife memberikan kunci bahwa hadapilah kesulitan itu dengan
tegar. Dan menghindar kesulitan tidak akan menyelesaikan masalah, namun apapun
itu hadapilah dengan baik”.[194]
Barclay mengatakan dalam bukunya: Bila sesorang bermaksud menerima serangkaian
standar nilai yang berbeda sama sekali dengan standar dunia, ia mau tidak mau
akan menghadapi kesulitan. Dan bila seseorang bermaksud menerapkan kesetiaan
yang melebihi segala kesetiaan menjadi pertentangan. Penganiayaan dan kesulitan
akan terjadi, tetaoi Paulus menyeakini dua hal: pertama, ia yakin bahwa Allah
akan menolong orang yang menaruh Iman kepada-Nya. Kedua, ia yakin bahwa
orang-orang yang tidak beriman akan menuju kehancuran dan secara harafiah
mereka tidak memiliki masa depan.[195]
Penulis menyimpulkan bahwa sebagai seorang hamba Tuhan pasti akan
menghadapi kesulitan yang tidak dapat dihindari, meskipun demikan hamba Tuhan
yakin bahwa Tuhan akan menolong dan memberikan kekuatan yang penuh kemenangan.
“Allah akan membuat berbahagia orang yang tahan menghadapi berbagai kesulitan
(dan tetap percaya). Sebab, ketika dia terbukti berhasil, Allah akan memberikan
hadiah kepadanya berupa kehidupan yang kekal. Allah telah berjanji untuk
memberikan kepada orang-orang yang mengasihi Dia.”[196]
Winarto mengatakan bahwa Paulus menguatkan Timotius agar jangan berdiam diri,
melainkan terus maju dan senantiasa berjuang untuk menjadi teladan.[197]
3.9.3. Setia Sampai
Akhir
Kata setia adalah berpegang teguh, patuh dan taat bagimanapun berat
tugas yang harus di jalankan oleh setiap orang percaya.[198]
Setiap orang percaya yang taat sampai akhir berhak mendapatkan mahkota
kehidupan sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan. Basuki mengatakan dalam bukunya:
Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita. Sesungguhnya Iblis
melemparkan beberapa dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan
kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai
mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan, (Why. 2:10).
Penulis menyimpulkan bahwa setiap hamba yang setia dan taat tidak
akan dibiarkan dicobai oleh jerat iblis namun Tuhan akan memberikan kekuatan
dan karunia untuk mendapatkan mahkota kehidupan. Setia sampai akhir menjadi
pesan Paulus kepada Timotius, walaupun Paulus membiarkan Timotius mengetahui
bahwa tugas tersebut tidak mudah, namun Paulus tetap mendorong Timotius supaya
berhasil. Dan keberhasilan itu diperlukan kedisplinan layaknya tentara, visi
seorang olahragawan, dan kesabaran seorang petani. Karena Paulus tahu Timotius
akan menghadapi cobaan kemalasan, kejenuhan, dan bertindak gegabah.[199]
Kristus menghendaki bahwa hamba yang sudah di panggil agar setia
sampai akhir, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, melainkan tetap fokus
pada tujuan. Drecher mengatakan: Kesetiaan merupakan kualitas yang andal, dapat
dipercayai, yang membuat seseorang itu dapat diandalkan dan kata-katanya teguh.
Philip menerjemahkan arti buah kesetiaan dengan ketaatan. Barclay menggunakan
istilah “kesetiaan” dan Wescott menuliskan “seseorang disebut setia” jika
setelah diberhentikan dari tugas ia mampu menunjutkan suatu sifat yang tampak
dari luar dan pada saat tersebut dia dapat dipercaya. Dalam hal kesetiaan
sesuai penilaian dari mereka yang mengandalkannya.[200]
Penulis menyimpulkan, kesetiaan tidak terlepas dari ketaatan dan kesetiaan
itu akan teruji pada penghujung atau akhir yang menentukan bentuk kesetiaan.
Wong mengatakan bahwa “setiap pelayan memiliki tujuan yang harus dijalani dan
diselesaikan, sebuah pelayanan untuk orang percaya jalani dan digenapi”.[201]
Artinya hidup akan sangat berarti jika seorang pelayan Tuhan, dapat
menyelesaikan tugas yang telah Tuhan percayakan kepadanya. Kesetiaan adalah
kasih yang sanggup bertahan dalam segala sesuatu.[202]
Timotius tetap melakukan penginjilan dengan pengajaran yang ia tahu, dan tidak
menghiraukan dengan orang-orang yang tidak mau menerima ajaran yang disampaikan
Timotius, namun Timotius tetap meneruskan pekerjaannya dengan setia.[203]
Dalam kesetiaan Timotius sangat terbukti dimana Timotius tidak menghindar dari
tugasnya yang dipercayakan kepadanya, bahkan Timotius tidak menghiraukan
kondisi dan situasi yang diperhadapkan kepadanya walaupun berat, namun ia tetap
setia dan taat (Yohanes 14:23).[204]
Penulis menyimpulkan, kesetiaan tidak terlepas dari ketaatan dan
biasanya kesetiaan itu akan teruji pada penghujung atau akhir yang menentukan
bentuk kesetiaannya. Kesetiaan berbicara tentang ketahanan, keteguhan, untuk
mencapai tujuan, khususnya ketika berada dalam bahaya dan bencana. Hal ini
menjelaskan kesetiaan dalam melaksanakan tugas dan pengabdian tanpa pamrih pada
orang tertentu dan prinsip-prinsip yang dipegang. Kesetiaan adalah kasih yang
sanggup bertahan pada segala sesuatu.
BAB IV
REFLEKSI
KESETIAAN PELAYAN MENURUT 2 TIMOTIUS 4:1-8 BAGI PELAYAN MASA KINI
4.1.
Sekilas
Tentang Pelayan Tuhan
Pelayan Tuhan
ialah seorang hamba Kristus, yang mengabdi kepada Kristus, berkorban demi
Kristus, menderita karena Kristus. Pelayan Tuhan harus sadar bahwa dirinya itu
ialah milik Kristus dan harus bekerja untuk Kristus. Pelayan itu juga harus berkomitmen pada satu
iman yaitu Kristus. Tidak diperbolehkan menduakan Allah. Harus memiliki
ketaatan dan memiliki kerendahan hati. Pelayan Tuhan sebagai hamba dipanggil
untuk menyampaikan pesan moral dan Rohani dari Tuhan. Apa yang diterima dari
Allah itu juga yang harus disampaikan kepada jemaat Allah. Pelayan Tuhan itu
tidak menyampaikan apa yang disukai oleh jemaat, melainkan apa yang dikehendaki
oleh Allah. Hal ini lah yang menyebabkan seorang pelayan banyak dimusuhi oleh
jemaat, karena tidak mengkhotbahkan apa yang disukai oleh jemaat.[205]
Dalam hidup
keagamaan Israel kata “hamba” dipakai untuk menunjukkan kerendahan diri seorang
di hadapan Allahnya (Kel. 4:10; Mzm. 119:17; 143:12). Dalam bentuk jamak arti
kata itu ialah orang-orang saleh (Mzm. 135:114). Dalam bentuk tunggal berarti seluruh Israel
(Yes. 41:8). Dalam ayat ini gelar itu diberikan Allah sendiri kepad umat-Nya
yang mengungkapkan pengertian tentang mutlak milik Allah karena kasih karunia.[206] Dalam tubuh Kristus,
pelayanan merupakan hak istimewa dan tugas yang kudus bagi setiap orang
percaya. Semua adalah anggota-anggota tubuh Kristus, yang diberi karunia untuk
melayani satu sama lain. Tidak ada kelompok mayoritas yang pasif, non aktif.
Karena pelayanan adalah tugas bagi setiap orang percaya, maka tidak ada satu
orang atau sekelompok orang yang harus bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan secara total kepada orang-orang lainya dalam jemaat lokal.[207] Pada zaman modernisasi
sekarang ini pelayan Tuhan diperhadapkan dengan berbagai tugas dan tanggung
jawab dalam gereja. Setiap jemaat memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap
pelayan yang akan hadir untuk melayani di jemaat tersebut. Ada yang menuntut seorang pelayan Tuhan itu
harus serba bisa mampu menyelesaikan segala tugas dan perkara-perkara yang
dialami oleh jemaat. Inilah yang dihadapi seorang pelayan atau hamba yang mangabdi bagi Kristus.[208]
4.2.
Tugas
Seorang Pelayan Tuhan (Pendeta)
4.2.1. Pendeta Sebagai Pelayan Tuhan
Secara etimologi kata “pendeta”
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu: “pandit”
atau “pandita” yang artinya bertapa,
orang suci, ahli agama, orang pintar, bijaksana, dan pimpinan jemaat (gereja).[209] istilah atau kata “pendeta” tidak ditemukan dalam Alkitab,
tetapi telah dipahami secara umum di kalangan Kristen bahwa kata pendeta ini
adalah terjemahan dari kata “pastor”
yang berasal dari terjemahan Yunani yaitu “poimen”
yang juga diterjemahkan “Shepherds”
(gembala-gembala). Di dalam pengertian sederhana menjadi pendeta atau pastor
ialah sama halnya menjadi gembala umat Kristen dalam Alkitab, di mana istilah
kawanan domba lebih mengarah kepada arti rohani dan arti literal.[210] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pendeta” diartikan sebagai orang
pandai, pemuka agama, pimpinan jemaat atau guru agama.[211]
Sementara itu Liem Khiem menyebutkan
bahwa pendeta merupakan sebutan bagi ulama Kristen, khususnya Protestan.
Pendeta diartikan sebagai orang baik, cendekiawan dan pemikir.[212] R. P. Borrong
menyebutkan bahwa Nama pendeta yang berasal dari Sansekerta berakar dalam
tradisi agama Hindu. Kata pandit
dalam agama Hinduisme merupakan gelar anggota kasta Brahmana yang melakukan
imamat, tetapi memiliki spesialisasi dalam mempelajari dan menafsirkan Kitab
Suci dan teks hukum serta filsafat kuno. Jadi kata pandit umumnya digunakan sebagai gelar seorang terpelajar atau
seorang imam.[213]
Pendeta adalah seorang yang mendapat karunia Roh Kudus menjadi “penilik atau
gemabala jemaat” (1 Tim. 3:1. Kis. 20:28) ia disebut juga “penatua atau
tua-tua” (1 Ptr. 5:1; Tit. 1:5).[214] Menjadi seorang pendeta
harus belajar dari Allah sendiri, bagaimana Allah menggembalakan umat-Nya.
Dalam Alkitab tidak ada sebutan atau istilah pendeta. Tetapi nats Alkitab yang
memberikan argument tentang pendeta seorang gembala terdapat dalam Efesus 4:11
“dan ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi baik pemberita-pemberita
injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.[215]
Pelayan
atau hamba adalah seorang yang bekerja untuk keperluan orang lain dan untuk
melaksanakan kehendak orang lain dan ia bekerja menjadi milik tuanya. Pemaknaan
demikian menunujukkan rendahnya kedudukan seseorang dan menyatakan tuntutan
mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang dipilihnya dalam menyerahkan
diri kepada Allah yang akan membela hambanya di hadapan hakim.[216] Pendeta adalah seorang
yang dipanggil dan dipercayai oleh Allah untuk meneruskan pelayanan Kristus di
dalam dunia. Untuk memangku jabatan tersebut pendeta perlu memiliki keyakinan
akan pilihan dan keyakinan Tuhan atas dirinya, menerima jabatan sebagai gembala
untuk disahkan melalui penahbisan dirinya oleh gereja di hadapan umat yang akan
digembalakan. Jadi jabatan pendeta bukanlah jabatan pribadi yang dimiliki
pendeta, melainkan suatu jabatan yang dipercayakan kepadanya oleh Allah melalui
gereja.[217]
4.2.2. Pendeta Sebagai Pemimpin
Dalam
Perjanjian Baru ada dua nats penting mengenai seorang pemimpin gereja yaitu
dalam 1 Timotius 3:1-7 dan Titus 1:6-9. Dari
kedua nats tersebut dapat diambil beberapa poin mengenai kepemimpinan
dalam gereja:
1.
Kehidupan keluarga adalah faktor yang
sangat penting. Rumah tangganya harus merupakan contoh dari kemampuannya
memimpin, yang terlihat dari kehidupan keluarga dan anak-anaknya.
2.
Kehidupan pribadi seorang pemimpin jemaat
hendaknya tidak bercela. Pimpinan gereja seharusnya “tak bercacat” cara
hidupnya. tingkah laku pribadinya ditandai oleh pengendalian diri, ketenangan
dan kesabarannya. Orang yang tidak suka bertengkar dan tidak pemarah. Ia tidak
boleh tamak. Petrus menasihatkan para penilik jemaat agar jangan mencari
keuntungan.
3.
Penilik jemaat harus menganut dan
mempraktekkan doktrin teologi yang benar. Konteks dam Titus pasal 1 menyatakan
bahwa masalah-masalah yang biasanya timbul dalam jemaat hanya dapat
diselesaikan oleh penilik jemaat yang dengan teguh melaksanakan ajaran yang
sehat.
Orang
yang menjadi contoh dalam hubungan keluarga, dalam kehidupan pribadi, dan dalam
pengetahuan dan pengajaran firman Allah, tidak akan bertindak sebagai tuan atas
kawanan domba itu (1 Ptr. 5:3). Pelayan Tuhan harus mengetahui bahwa pemimpin
itu harus memberi contoh yang baik bukan dengan kekuasaan atau perintah yang
sewenang-wenang melainkan dengan kasih sayang.[218]
Pendeta
sebagai pemimpin Kristen adalah seorang yang telah dipanggil Allah sebagai
pemimpin yang ditandai oleh kapasitas memimpin. Tanggungjawab pemberian Allah
untuk memimpin suatu kelompok umat Allah dan mencapai tujuan-nya. Jadi pendeta
harus memiliki kesadaran diri dan kualifikasi penting yang ada pada dirinnya
sebagai pemimpin. Sikap ini perlu dipertegas dengan memperhatikan tekanan bahwa
pendeta sebagai pemimpin adalah seorang yang telah ditebus oleh Allah, harus
yakin bahwa ia telah terpanggil oleh Allah untuk memangku tanggungjawab
kepemimpinan (bnd. Kej. 12, Rm. 12:8). Peran pendeta sebagai pemimpin adalah
proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk
mencapai suatu tujuan bersama.[219] Ada beberapa gambaran
tentang pemimpin adalah seorang yang berjalan di depan dan menunjukkan jalan,
memiliki visi dan tujuan, mengarahkan dan menuntun orang lain, mempengaruhi
sikap dan tindakan orang dan melalui kepemimpinannya orang lain dapat
mengikutinya.[220]
4.2.3. Pendeta Sebagai Gembala
Istilah
gembala adalah suatu gelar yang diperuntukkan bagi seorang yang bekerja
menggembalakan atau memelihara ternak. Seorang gembala harus membiming kawanan
domba ke padang rumput di mana domba-domba dapat diberi makan dan mencari sumur
untuck mendapatkan air. Dengan kata lain seorang gembala harus mengorbankan
kehidupannya sehari-hari untuk memelihara domba-dombanya. Dalam Perjanjian Lama
juga sudah diterangkan dan digambarkan Allah sebagai gembala dan umat-Nya
sebagai domba-domba-Nya (Maz. 23:1; 77:21; 79:13; 80:2; 100:3; Yes. 40:11 dan
Yer. 23:14). Keseluruhan nats ini menggambarkan bagaimana para pemimpin gereja
khususnya pendeta harus menjadi pemimpin yang melayani. Sebagaimana sepantasnya
gembala yang setia melayani domba-dombanya, seperti itulah yang perlu
diteladani oleh pendeta yaitu dengan mengenal domba-dombanya serta menjaga
domba-dombanya agar tidak tersesat.[221]
Kepemimpinan
pendeta perlu sekali mencontoh gembala yang baik, yaitu:
-
Mengenal domba-dombanya dan dikenal dombanya;
-
Mengikuti domba dan menjaga keselamatanya;
-
Memperhatikan kebutuhan atau kehidupan domba-dombanya.
Kesemuanya
meminta suatu pengenalan diri, pengenalan jabatan dan peraturan-peraturan;
pengenalan warga dan kehidupan masyarakat.[222] Walaupun istilah gembala
tidak banyak disebutkan dalam Perjanjian Baru sebagai sebutan bagi pemimpin
gereja, pekerjaan gereja sebagai pemimpin tampaknya menjadi hal yang sangat
penting. Oleh karena itu sebelum Yesus naik ke surge, pesan utama yang
disampaikan kepada Petrus sebagai Rasul adalah menggembalakan (Yoh. 21:15-17).[223]
4.2.4. Pendeta Sebagai Guru dan Pendidik
Peranan
pendeta sebagai guru dapat juga kita lihat dalm diri Yesus Kristus sebagai
guru. Sebutan Yesus sangat banyak yaitu: nabi, imam, raja dan lainya. Namun
Yesus lebih dikenal sebagai guru terlihat dalam Markus 4:1-2; 6:2 dan 8: 31,
hampir seluruh pemberitaan-Nya dilakukan dengan mengajar.[224] Sebagai guru tidak
terlepas dengan tugas pemberitaan firman, itulah menjadi salah satu tugas pendeta
yaitu berita tentang keselamatan. Adapun cara pemberitaan adalah melalui
berkhotbah, evangelisasi, penelaahan Alkitab, sermon dan kegiatan lainya. Jadi
pendeta adalah guru pengajar yang membawa berita keselamatan yang berpusat pada
Yesus Kristus atau pendidikan untuk hidup sebagai manusia yang bersaksi dalam
pengajaran masyarakat.[225]
Sebagai
pendeta yang sudah mendapat pendidikan teologi, maka dalam tugas pelayanannya
harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan anggota
jemaatnya, baik itu sekolah minggu, sekolah sebelum angkat sidi. Sangat sering
terjadi bahwa pendidikan agama Kristen hanya dipercayakan pada pendidikan
formal di sekolah, padahal sesungguhnya membina
jemaat itu tidak cukup hanya menerangkan isi Alkitab saja, tetapi juga
harus dikembangkan dengan pengetahuan yang bersangkut paut dengan masyarakat,
kebudayaan dan adat istiadat, pembangunan dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pendidikan warga jemaat tidak hanya menyangkut
hal-hal yang rohani saja tetapi juga bagaimana kehidupan di dunia ini,
pengajaran dilaksanakan pendeta tidak hanya melalui khotbah-khotabah di depan
umum, tetapi juga melalui peneguran secara pribadi.[226]
4.3.
Refleksi
Kesetiaan Pelayan Menurut 2 Timotius 4:1-8 Bagi Pelayan Masa Kini
4.3.1. Kejujuran Pelayan dalam Memberitakan
Firman
Seorang
nabi datang untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang. Tugasnya ialah memanggil
mereka yang memberontak untuk kembali dan taat! Seorang nabi tidak disukai
karena ia menentang mereka yang popular dalam moralitas dan kerohanian. Fungsi
seorang nabi hampir selalu untuk pemulihan. Hal itu berarti bahwa pekerjaannya
berhubungan dengan sesuatu yang hilang. Seorang nabi harus memberitakan apa
yang disampaikan oleh Tuhan kepadanya untuk disampaikan kepada umat-Nya.[227] Pendeta sebagai pelayan
Tuhan masa kini harus memberitakan setiap hal yang difirmankan oleh Tuhan
kepada setiap umat-Nya. Kebenaran firman harus dinyatakan di tengah-tengah
kehidupan umat dengan penuh kejujuran sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan.
Dengan kata lain hamba atau pelayan Tuhan tidak bersikap kompromistis dalam
mewartakan dan melakukan kebenaran. Pelayan Tuhan harus menyampaikan apa yang
menyenangkan hati Tuhan, bukan yang menyenangkan hati manusia.[228] Tugas seorang pendeta
sama seperti nabi, yaitu dipanggil dan diutus oleh Allah sendiri untuk
memberitakan firman Allah dengan terus terang. Pendeta yang telah terpanggil
untuk memberitakan firman Tuhan dalam kehidupanya harus berlaku jujur, seperti
Yesus yang tidak pernah melakukan penipuan kepada umat-Nya maupun Paulus dan
Timotius, demikianlah hamba-Nya harus berbuat jujur dalam kehidupan
pelayanannya.[229]
4.3.2. Tetap Memberitakan Firman
Seorang
pendeta mempunyai tugas yang berat, sebab dalam suatu segi ia melayani sebagai
rasul, nabi, penginjil dan guru. Terutama ia adalah seorang bapa Rohani,
sehingga ia bertanggung jawab penuh atas jatuh bangunya dan mundur majunya
jemaat yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya ( 1 Tes. 2:11-12). Pekerjaan
pendeta harus melayani jemaat Tuhan dengan setia, baik maupun tidak baik
waktunya, sebagai gembala yang harus melayai jemaat Tuhan dan memberitakan
Firman dengan setia sampai mati, supaya pada akhir hidupnya ia dapat berkata
seperti Paulus : Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, sekarang telah
tersedia bagi mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan,
hakim yang adil pada hari kedatangan-Nya (2 Tim. 4:7-8).[230]
Tugas
seorang Pendeta selaku pimpinan rohai di jemaat adalah memberikan pengajaran
mengenai kehidupan rohani dan moral yang bertujuan membuat warganya mengalami
kehidupan yang baik, sejahtera jasmani dan rohani.[231] Pekerjaan nabi merupakan panggilan dari Allah
sendiri kepada orang tertentu untuk menyampaikan firman Allah, baik berupa
hukuman maupun anugerah dari Allah kepada umat. Sekaligus nubuat tentang
hal-hal yang akan terjadi sehubungan perilaku umat, yaitu hukuman atas
ketidaktaatan atau pengampunan bagi mereka yang mau bertobat. Seperti itulah
pekerjaan pendeta sebagai panggilan dari Allah supaya mereka menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada umat; agar
kalau mereka berbuat jahat, mereka boleh bertobat dan mendapatkan pengampunan
dari Tuhan. Dalam kehidupan seorang pendeta pemberitaan firman Tuhan lah
menjadi prioritas, artinya dalam setiap aspek kehidupan firman Tuhan harus
dinyatakan.[232]
4.3.3. Kuat dalam Penderitaan
Begitu
berat penderitaan yang dialami Paulus dalam proses menyelesaikan
pertandingannya ketika mengabdi dengan Allah dan setia melayani Allah. Dalam
penderitaan yang berat seseorang cenderung menarik diri dan menjadi tertutup.
Ia seperti terhimpit dan menjadi serasa hampa, sehingga ia tidak mampu
mengkomunikasikan kesusahan. Membisu terlalu lama dan menyadari dalam
penderitaan akan menggerogoti stamina hidup. Bisa juga muncul mengasihi diri
yang berlebihan.[233] Hidup seorang pelayan
Tuhan bukan menghindar dari penderitaan tetapi mengatasinya dan mengubahnya.
Penderitaan itu mendorong untuk semakin dekat dengan Allah bukan sebaliknya.
Realitas penderitaan itu membantu menemukan identitas. Sikap disiplin, berserah
kepada Tuhan dan tidak menghindarinya. Penderitaan itu bagaikan alat yang
digunakan untuk membentuk, sehingga menghilangkan kebodohan, kelemahan, dan
ketidakdewasaan iman.[234] Pelayan Tuhan harus
melepaskan kekecewaan dari dalam dirinya atas penderitaan yang dialaminya,
setiap hamba harus bisa menyelesaikakn dan melewati penderitaan yang ada
sehingga pendeta sebagai gembala menjadi teladan atau contoh kepada domba yang
digembalakan.[235]
Keberhasilan pelayanan seorang hamba Tuhan tidak ditentukan oleh materi
tetapi keberhasilan pelayan Tuhan dalam
pelayanannya ialah hidup adil dan benar, rela menderita. Namun hal ini mulai
mengalami pergeseran jika kita melihat realitas kehidupan seorang pelayan
Tuhan. Jabatan Struktural dipergunakan untuk kemuliaanya sendiri.[236]
Sebenarnya penderitaan, atau apa yang setara dengan
itu yang dipersepsi sebagai dasar sesuatu yang tidak menyenangkan, telah
menjadi sahabat yang akrab bagi komunitas Kristen sejak kelahirannya. Seperti
yang dialami oleh Paulus, yang mengalami banyak penderitaan, tetapi meskipun
demikian ia juga mengalami banyak sukacita karena dalam pengharapan inilah kita
diselamatkan (bnd. Rm. 8:24-25). Allah akan membawa karya pembebasannya ke
dalam kesempurnaan, sehingga kesukaran dan penderitaan pun, dalam kebijaksanaan
Allah dapat bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Penderitaan adalah bagian
jalan yang harus dilalui agar dapat mancapai ketaatan, ketahanan dan
berkarakter (Rm. 5:3-4).[237] Pendeta sebagai pelayan
Tuhan, harus siap menghadapi berbagai macam tantangan yang akan dihadapi di
jemaat maupun dalam pelayanan. Persoalan ekonomi, keluarga, penempatan,
kesehatan dan kesiapan, pendeta seharusnya menyadari dan mengimani bahwa Tuhan
mencukupkan semuanya yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.
4.3.4. Setia Kepada Panggilan Tuhan
Kesetiaan merupakan karakter Allah dan kasih setia-Nya
kepada umat-Nya. Hal ini juga lah yang diharapkan terhadap seorang pelayan
Tuhan pada zaman sekarang yang di mana kesetiaan akan tampak nyata pada waktu
menghadapi ujian, cobaan kehidupan. Ketika badai menghampiri kehidupan
disitulah pertahanan dasar kesetiaan itu akan diuji.[238] Panggilan Tuhan itu
harus dihidupi rencana Tuhan tidak pernah gagal manusia bisa gagal, tapi
panggilan Tuhan dan rencanaNya pasti digenapi. Kesetiaan bukan sesuatu ketaatan
pasif yang dari hal hal yang kecil
sampai kepada hal yang besar demi kemuliaan tuanya (Mat. 25:14-30) itulah
gambaran kesetiaan manusia. Kesetiaan yang dimaksud ialah kesetiaan dalam
melakukan firman Allah dan kesetiaan
terhadap pemilik alam semesta ini, serta mempertanggugjawabkan semuanya kepada Tuhan.
Jadi ketika telah menjadi pengikut Yesus, setia dalam panggilan Allah,
maka seorang pelayan harus siap dengan berbagai hal yang akan merugikan dan hal
yang menguntungkan dalam kehidupanya.[239]
Kasih terhadap sesama menunjukkan
karakter seseorang pelayan Tuhan lewat cara hidupnya sehari-hari. Kesetiaan
dalam melayani sangat ditentukan oleh kasih seorang kepada Tuhan. Demikian juga kesucian tetap terpelihara bila
seorang pelayan itu memiliki kasih yang sama seperti Allah mengasihi umat-Nya.[240] Paulus menyebutkan
unsur-unsur perkataan, tingkah laku, kesucian yang mencerminkan kata dan
perbuatan. Seorang pelayan harus mencontoh seorang Timotius yang pada dasrnya
ia masih muda tetapi sudah berani dalam memberitakan firman Allah, dan
membuktikan kepercayaannya kepada Allah. Kejadian 6:22 mengatakan “Lalu Nuh
melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya,
demikianlah dilakukannya.” Demikian juga halnya dengan panggilan Tuhan atas
diri Yusuf sebagai pemimpin dimulai saat ia masih remaja, Tuhan telah memberi
berbagai impian kepada Yusuf. Namun ia harus melewati hidupnya dengan berbagai
macam kesukaran, ujian iman dan penderitaan, sampai Yusuf berumur 30 tahun baru
impiannya digenapi yaitu saat ia diangkat menjadi Perdana Menteri negeri Mesir.
Bagi Tuhan tidak ada masalah cepat atau lambat, semuanya terjadi menurut agenda
Tuhan sendiri.
Sebagai pelayan Tuhan masa kini dapat
meneladaninya, kita sudah selayaknya
berbuat demikian, berani, bertanggungjawab, menghormati Allah dan
menjaga hidup kudus serta setia kepada Allah apa dan bagaimanapun bentuk
perjalanan hidupnya. Karena jika hamba Tuhan dan jemaat masa kini tidak menghidupinya
dengan baik bisa saja gereja dan jemaat akan semakin berkurang. Meskipun banyak
tatangan dan ancaman yang kita hadapi dalam kehidupan bergerja dan
bermasyarakat kita di ajak untuk tetap berani dan teguh karena Allah senantiasa
Bersama dengan kita.
4.3.5. Memelihara Iman
Iman
tanpa perbuatan adalah mati. Iman dan kehidupan adalah dua wilayah yang paling
penting dalam seluruh hidup manusia. Memiliki iman berarti hidup dan berbuat
sesuai dengan iman tersebut. Kedua hal ini, iman dan perbuatan tidak dapat
dipisahkan. Alkitab sejak semula dengan jelas telah memberitahu kita
hubungan dua hal ini.[241] Dalam Yakobus 2:22
dikatakan, Kamu lihat, bahwa iman
bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman
menjadi sempurna. Sebagia dari pelayan Tuhan melakukan tugas panggilanya
hanya melaksanakan tugasnya melalui pelayanan mimbar setelah itu selesai. Hal
ini menjadikan pemeliharaan imanya hanya sekedar saja. Ketika mengaku “Aku
Percaya”, tanpa perbuatan, kita mungkin menyangka bahwa kita sudah memiliki
iman, namun Allah memandang hal ini tidak sebagai proses pemeliharaan iman yang
sejati. Bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir mengalami banyak karya
Allah, membelah Laut Merah, memberikan mereka manna dan burung puyuh, serta
melindungi mereka dengan tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam
hari.[242]
Hal ini yang menandakan bahwa sebagai seorang pelayan Tuhan harus mampu
memelihara jemaat melalui pemeliharaan iman yang dimilikinya sendiri karena
pada awalnya Allah telah terlebih dahulu memelihara kita sebagai umat
ciptaan-Nya yang paling mulia. Dari seorang tokoh Alkitab yang dapat diteladani
yang mampu memelihara imannya kepada Allah
yaitu, Ayub yang dimana dia yang dianggap sebagai orang bodoh oleh
teman-temannya karena rela menderita karena dia setia kepada Allah. Ayub yang
sering menerima musibah, namun kepercayaannya terhadap Allah tidak goyah, dia
sering goda oleh Iblis dia tetap tidak mau mengikuti apa yang diucapkan oleh
iblis. Ayub menerima musibah juga bukan karena kesalahannya melainkan dia
memiliki iman yang teguh kepada Allah dan hidup benar di hadapan Allah. Kisah
kehidupan seorang Ayub yang dianggap orang yang bodoh tadi menjadikan dia
sebagai kesayangan Allah, keran meskipun harta benda miliknya harus ia
tinggalkan karena dia harus hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
Allah. Bukan karena itu dia menjadi tidak percaya lagi kepada Allah dan
meninggalkan Allah bahkan dari perbuatanya tersebut, Allah melipatgandakan
harta bendanya dan memberikan hati yang kuat, sehinga Ayub mampu setia kepada
Allah, hidup sesuai dengan kehendak Allah. Jika Ayub tidak memiliki iman yang
teguh dan tidak mampu memelihara imannya mungkin dia tidak mampu juga setia
dalam penderitaan dan mau hidup sesuai dengan kehendak Allah.[243] Dari kish hidup Ayub
diharapkan dari seorang pelayan Tuhan masa kini, mampu memelihara imannya
dengan baik, memiliki iman yang teguh kepada Tuhan mampu setia kepada Tuhan
meskipun banyak sekali tantangan ketika telah hidup sesuai dengan kehendak Allah,
penderitaan akan datang silih berganti untuk menguji iman dari seorang pelayan
Tuhan tersebut.
4.3.6. Upah Kesetiaan Bagi Pelayan Tuhan
Janji
Tuhan bagi hamba-Nya yang mau setia berjalan Bersama Tuhan, dalam proses
pelayanan para perkerja Tuhan bisa saja menghadapi banyak pukulan dan kegagalan
dan mersakan kerisauan dan penderitaan yang cukup banyak, tetapi karena ada
penyertaan Tuhan dan juga karena Ia mengerti akan kelemahan kita dan memberi
berbagai janji yang sangat bernilai, asal saja kita memegang erat-erat janji
ini dengan tekun mengikuti Dia bersandar kepada-Nya maka suatu hari pasti akan
menemukan janji tersebut akan benar-benar terjadi. Dalam Markus 9:41 dikatakan,
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air
oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan
upahnya. Teks ini menekankan lebih lanjut sikap terbuka bagi seorang
pelayan Tuhan. Ketika melakukan hal itu dengan sepenuh hatinya ia tidak akan
kehilangan upahnya.[244]
Ketika serang pelayan Tuhan telah seita terhadap panggilan Allah, mereka akan
mendapatkan keselamatan yang datangnya dari Allah. Allah sebagai Juruselamat
yang dinyatakan Paulus dalam salam pembuka surat Titus merupakan sumber ajaran
yang sehat atau pengetahuan akan kebenaran. [245]
Tindakan Allah sebagai penyelamat umat manusia, merupakan tindakan pribadi dari
Allah Tritunggal, yang menyelamatkan umat manusia. Begitu juga halnya dengan
keselamatan dan upah yang akan diterima oleh seorang pelayan Tuhan yang setia
kepada Allah dan mampu bertahan dalam penderitaan karena Allah. Seperti yang
diungkapkan oleh Paulus dalam 2 Timotius 4:7-8 Aku telah mengakhiri
pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara
iman.Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan
kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya
kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.
Dari
ucapan Paulus ini dapat dipahami bahwa apa yang telah ia lakukan ketika
mengabdikan diri sebagai rasul Allah dan menjalankan perintah Allah dan setia
dalam penderitaannya, dia berani mengungkapkan bahwa ia akan mendapatkan
mahkota kebenaran yang dari Allah karena dia merasa telah melakukan yang
terbaik dihadapan Allah. Hal ini juga yang diinginkan seorang pelayan Tuhan
masa kini, harus mampu bertanding melawan godaan-godaan duniawi yang datang
silih berganti dan mampu memenangkan pertandingan tersebut karena kesetiaannya
kepada Allah. Sehingga tidak ada ucapan sia siap ketika kita mampu setia
dihadapan Allah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpuan
1. Kesetiaan
membawa serta menimbulkan rasa haru dan romantis bila dinyanyikan tetapi
tidaklah mudah diperjuangkan untuk direalisasikan dalam kenyataan hidup.
Padahal realita hidup menunjukkan bahwa, kesetiaan merupakan salah satu unsur
(dimensi) yang penting untuk mencapai kesuksesan. Kesetiaan adalah merupakan
misteri kehidupan, di mana tanpa kesetiaan hidup manusia menjadi lain, atau
lain dari harapan pertama yaitu mencapai kesuksesan. Dalam teks Perjanjian Lama didapati
bahwa kata iman didesentralisasikan dari kata הנמא emunah. Meski kata emunah sendiri tidak
berarti demikian. Emunah הנמא artinya kesetiaan kata ini dapat ditemui dalam kitab
Habakuk 2:4, Bila memeriksa
kata ini dalam Habakuk 2:4, maka
di terjemahkan percaya. Jika demikian,
mengapa emunah justru
diterjemahkan ‟percaya (nya)‟ dan bukan kesetiaan. Sedangkan dalam Perjanjian
Baru kesetiaan berasal dari kata πιστευω pisteuo yang mempunyai arti
percaya/bergantung. Sedangkan kata πιστισ pistis
berarti kepercayaan dan keimanan.
2. Kesetiaan
adalah bagian dari tabiat dan kedaulatan Allah sepenuhnya. Dalam hubungan
dengan Tuhan, kehidupan rumah tangga, pekerjaan, kesetiaan sangatlah diperlukan
serta tanggungjawab dan kerendahan hati dalam menjalankan setiap tugas
pelayanan kita. Karena jabatan yang kita terima sebagai hamba Tuhan bukan
sebuah jabatan yang harus dipertunjukkan dan dipamerkan kepada semua orang dan
harus menghidupi pelayanan itu dengan baik sehingga tugas dan panggilan
mengabarkan firman Tuhan itu tidak menjadi beban. Tuhan menghormati kita dengan
memberi kepercayaan memegang jabatan agar kita mempunyai kesempatan membalas
kebaikan Tuhan. Karena segala yang kita punya baik itu karunia, bakat,
kekuatan, harta, Kesehatan, waktu dan hidup tidak ada satupun yang tidak
berasal dari Dia. Oleh karean semua berasal dari Dia, maka di dalam
melaksanakan tugas tidak ada istilah mengorbankan atau pengorbanan yang patut
dibanggakan. Dengan alasan dikemukakan maka jelaslah bahwa tidak boleh
mengharapkan balas jasa dari Tuhan karena tidak ada alasan bagi kita untuk
mendapatkan balas jasa. Kesetiaan adalah salah satu dari buah roh seperti dalam
Kitab Amsal 20:6, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang
setia, siapakah menemukannya?’’. Dikatakan dalam Alkitab, Allah kita adalah
Allah yang setia, tidak pernah terubah, kasih setianya, kita sebagai anak-anakNya
sudah sepatutnya kita pun setia kepada Bapa kita yang sudah terlebih dahulu setia
kepada kita. Tuhan Yesus baik tiada berkesudahan kasih setiamu Tuhan, selalu
baru rahmatMu bagiku, hari berganti hari, tetap kulihat kasihMu, tak pernah
berakhir di hidupku. Dengan iman kita kepada Tuhan Yesus kita akan sanggup
mengatakan dan mempersaksikan bahwa Yebaik, sungguh amat baik, untuk
selama-lamanya Tuhan Yesus baik.
3. Dalam
Eksegese 2 Timotius 4:1-8 Rasul Paulus dengan tegas mengingatkan Timotius
supaya menunaikan tugas panggilannya dengan semangat, melanjutkan tugas Paulus
karena Paulus sudah merasakan betapa hebatnya cobaan-cobaan yang dialaminya,
betapa sadisnya penderitaan yang dialaminya. Namun semua itu Paulus mampu
menjalani kehidupan yang begitu berat ketika sudah menghidupi panggilan Allah
dan dia mampu memelihara imannya kepada Allah melalui kesetiaannya kepada
panggilan Tuhan. Oleh karena itu Paulus terus-menerus menasehati Timotius
sebagai teman sepelayanannya di masa itu untuk tetap setia dalam memberitakan
Firman Allah walaupun banyak guru-guru palsu yang suatu ketika memberikan ajaran
yang baru kepada banyak orang dan tidak ada rasa ingin mendengar kebenaran
betapa luar biasanya Allah memelihara hidup kita sebagai umatnya. Sebagai teman
sepelayanan Paulus, Timotius diharuskan mencerminkan kesetiaannya terhadap
panggilan Allah yaitu siap sedia memberikatan Firman Tuhan, bertahan dalam
kesulitan dan setia sampai akhir.
4. Pendeta
sebagai pelayan Tuhan masa kini kurang siap menderita disebabkan beberapa
faktor yaitu: Kesehatan, di mana kesehatan pendeta menghambat pelayanannya.
Ekonomi, pelayan Tuhan masa kini kuatir dengan persoalan ekonomi keluarga dan
masa depan keluarga, hal ini juga membuat pendeta kurang siap untuk menderita
dalam pelayanannya. Tuntutan keluarga, keluarga pendeta yang tidak memahami
tugas dan tanggung jawab pendeta menjadikan sebuah penderitaan bagi pendeta. Pendeta
adalah seorang yang telah memberikan dirinya sepenuhnya untuk melayani Tuhan.
Pendeta adalah seorang yang telah terpanggil untuk melayani Tuhan dalam
kehidupannya. Maka seharusnya sebagai pendeta harus menunjukkan bagaimana
seharusnya kehidupan seorang pelayan Tuhan menyelaraskan seluruh kehidupanya
seperti apa yang diharapkan oleh Tuhan. Mampu memelihara imannya kepada Allah
sehingg tugas panggilan sebagai pelayan
Tuhan terpenuhi dengan baik.
5.2.
Saran
5.1.1.
Bagi
Pendeta Sebagai Hamba Tuhan
1.
Sebagai hamba Tuhan yang telah dipanggil
dan ditentukan Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya, harus memiliki kesetiaan
sebagai hamba Tuhan sampai akhir hidupnya jadilah hamba Tuhan yang bertanggungjawab,
rendah hati dan mengandalkan kuasa dan kedaulatan Tuhan sehingga hamba Tuhan
masa kini dapat menjadi saksi bagi jemaat Tuhan dan bagi dunia ini.
2.
Pendeta sebagai hamba yang dipanggil oleh
Allah harus mempersiapkan dan memberikan diri untuk pelayanan yang maksimal.
Memberikan pelayanan yang meneladani pelayanan hamba-hamba Tuhan terdahulu,
termasuk Paulus. Pelayan Tuhan harus mengutamakan pelayanannya kepada Tuhan
dalam kehidupannya.
3.
Pendeta sebagai pelayan Tuhan, harus
meyakini bahwa mereka sebagai pelayan Tuhan yang telah dipilih oleh Tuhan tidak
akan dibiarkan atau dipermalukan dalam pelayanannya. Mereka tidak akan
dipermalukan karena pemberitaan firman Tuhan yang ada pada mereka, tidak akan
dipermalukan dalam perekonomian keluarga dan masa depan keluarga.
4.
Sebagai hamba Tuhan harus mampu
mempertahankan kesetiaannya dengan hidup kudus dihadapan Tuhan sekalipun dunia
memberikan tawaran-tawaran kenikmatan harta duniawi.
5.
Pelayan Tuhan sebagai pendeta masa kini
harus menyadari dan menghidupi kesetiaan itu sebagai seorang hamba Tuhan dan
harus dimiliki oleh semua hamba Tuhan, karena dengan kesetiaan itu penting
terlebih di dunia yang sudah modern ini. Maka gereja juga dituntut juga harus
menjaga jati diri atau eksitensinya dalam menjaga kesetiaan juga didalamnya
dalam tritugas panggilan gereja, baik dari pemimpin maupun dari anggota
jemaatnya. Karena untuk mewujudkan pekerjaan Allah harus ada kesinambungan yang
baik antara pemimpin dan anggotanya sehingga genaplah janji Allah.
5.1.2.
Bagi
Warga Gereja
1. Gereja
perlu menyadari bahwa zaman dimana umat Tuhan itu hidup dan berkarya senantiasa
berubah dan seiring dengan perubahan zaman itu terjadilah perubahan nilai-hidup
hidup, budaya, cara berpikir kebutuhan
hidup.
2. Gereja
diharapkan tetap mengevaluasi kinerja dan karakter dari para pelayan Tuhan agar
tetap untuk memperbaharui diri dalam membentuk karakter menjadi pribadi yang
lebih baik yang memiliki kesetiaan sebagai pelayan Tuhan. Sehingga gereja juga
tidak kehilangan arah dan eksistensinya dalam kemajuan zaman modern ini, karena
gereja sebagai wadah para pelayan Tuhan untuk membimbing jemaat untuk semakin
setia dan menghidupi Tuhan dalam hidupnya.
3. Gereja
perlu mengetahui bahwa seorang pelayan Tuhan harus hidup dan memberikan
hidupnya untuk melayani Tuhan. Namun, secara lebih luas tentang bagaimana sikap
hidup pelayan Tuhan, bagaimana ia bekerja dan apa tindakan yang harus
dilakukannya dalam melayani Tuhan.
5.1.3.
Bagi
Mahasiswa
1. Mahasiswa
teologi adalah bagian dari calon hamba Tuhan masa yang akan datang yang sedang dalam
pembentukan di STT, yang dipersiapkan
nantinya kelak menjadi pemimpin-pemimpin jemaat Tuhan, maka dari sekarang harus
mau dibentuk dan diperlengkapi dengan kurikulum pembelajaran yang memberikan
Pendidikan formal maupun spiritual. Makna teologis dari setiap pembelajaran
harus diaktualisasikan untuk memudahkan mahasiswa teologi dalam memahmi dan
melakukan panggilan dan tugasnya dengan penuh tanggungjawab selaku umat Tuhan
yang telah dipanggil Tuhan.
2. Mahasiswa
teologi yang diperlengkapi dengan pengetahuan dan spiritual harus benar-benar
mempersiapkan diri untuk menghadapi kemajuan dunia yang modern ini dengan
mempertahankan kesetiannya sebagai hamba Tuhan yang telah dipilih Tuhan. Maka
dibutuhkan keseriusan dan kesadaran akan identitasnya sebagai hamba Tuhan
sehingga memang betul-betul untuk menghidupi panggilan Tuhan dalam hidupnya,
karena dalam Alkitab dikatakan: Banyak yang terpanggil namun sedikit yang
terpilih jadi ini juga harus disadari akan tanggungjawab yang besar yang harus
dipikul untuk tetap setia sampai akhir sebagai hamba Tuhan.
5.1.4.
Kepada
Pembaca
1. Pembaca
dapat melihat dan menyadari bahwa kesetiaan itu adalah hal yang sangat penting
untuk dipertahankan di zaman sekarang ini. Dengan kepribadian yang kuat akan
menolong pembaca untuk mempertahankan kesetiaannya sampai tugas dan
panggilannya selesai dikerjakan dengan baik.
2. Pembaca
diajak untuk menyadari dan mengakui campur tangan Tuhan dalam kehidupannya,
Allah telah memberikan Roh-Nya untuk mengajari dan memimpin serta menolong
manusia untuk tetap mempertahankan kesetiaannya sekalipun dunia menawarkan
kenikmatan yang luar biasa yang selalu menggoda iman dan menggiurkan kita untuk
meningalkan Tuhan dalam hidup kita.
3. Pembaca
di ingatkan agar tetap setia kepada perintah Tuhan serta melakukan semua
pekerjaan-Nya dengan penuh tanggungjawab dan menyerahkan kepada Tuhan dan
jangan pernah sekali-kali kita terlalu mengandalkan apa yang kita punya dan
mengandalkan pikiran kita saja sehinga Tuhan itu menjadi pelampiasan saja dalam
hidupnya ketika susah baru mencari Tuhan karena Tuhan adalah sumber segalanya
bagi manusia yang mau percaya dengan Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Alkitab
Nestle-Aland, Novum Testamentum Graece: 27th
Edition
B. Kamus
Baker, D.L. dan Sitompul, A.A., Kamus Singkat Ibrani
Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002
Bautterweck, G. Johanes, Theological Dictionary of The Old Testament Vol III, Michigan: Grand Rapids 1998
Blank, S. H,
The Interpreter’s Dictonary Of The Bible, New Yorl, Abingdon Press, 1962
Echols, Jhon M, Kamus
Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1996
Freedman, David Noel, The Anchor Bible Dictionary Volume 2
D-G, New York: United States
of America, 1922
Friberg,
Barclay M, A Concise Greek-English Dictionary of The
New Testament, German Bible Society
: Deutsche Bibelgesellschaft United Bible Societies, 1971
Friedrch, G, Theological
Dictonary Of The New Tastement, Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans
Publishing Company, 1968
Friedrch, G, Theological
DictonaryOf The New Testament, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1968
Jepsen, Theologycal Dictonary of The Old Testament
vol 1: G. Johannes Boterweck (ed) Grand Rapids-Michigan: William B.
Eerdmans Publishing Company, 1990
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Kittel, Gerhat The Dictionary of New Testament Vol I, Grand Rapids, Michigan, 1964
Louw,
Johanes E, Greek-English Dictionary of The New
Testament, United Bible Societes New York, 1989
N, Walter, Horzt
Balz dan Gerhard Scheider, Exegentical Dictionary Of the New Testament Vol I,
USA: Grand Rapids-Michigan 1996
Napel, Henk ten, Kamus
Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009
Pensiwally, Kamus Yunani-Indonesia, HKBP:
Siantar, 2005
Porwardarminta, W. J. S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Van Gemeren, Willwm A, Dictonary of Old Testament Theology & Exegesis Volume 3, USA :
British Library Cataloguing, 1997
Van Gemeren, Willem A, New International Dictonary of Old Testament Theology and Exegesis vol 3,
Cumbria: Paternoster Press, 1989
Verlyn, D Verbrugge,Theology Dictionary New Testament Words, Michigan: Grand Rafids,
2000
Van Gemeren, William A, Dictonary of Old Testament, USA: Hendrikson Publisher, Kingdom,
Patermoster, 1997
C. Jurnal
Gunawan,
Agus, Jurnal
Tantangan Pelayanan Hamba Tuhan Zaman Now, Jurnal Theologia
Aletheia Vol. 20 No. 14, Maret 2018
Heribertus, Penderitaan Sebagai Dasar Pemuridan Kristus, dalam jurnal Teologi Stulos, Bandung: STT Bandung,
2010
Purba, B. Kreysen, Menderita
Karena Pilihan: Sebuah Renungan Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah
Komunitas yang Pluralistik dalam jurnal Teologi Stulos
Saragih, Jaharianson dan Sipayung, Parulihan, Ebed
Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah, Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015
Situmorang, Jainal, Hamba Tuhan dan Penderitaan dalam
Perjanjian Lama Diperhadapkan dengan Pendeta sebagai Hamba Allah, dalam jurnal Hamba Allah, Medan: STT
Abdi Sabda Medan, 2015
Sumiwi
Asih Rachmani Endang, “Pembaharuan Pikiran Pengikut
Kristus Menurut Roma 12:2,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 1, 2018
D. Buku
A, Noordegraf, Otoritas Diakonia Gereja (Teologi dalam
Persfektif Reformasi), Jakarta: BPK-GM, 2004
Abednego, Benyamin A. Jabatan Gereja Pada Masa Perjanjian Baru, Jakarta: PERSETIA, 1991
Abineno, J. L. Ch, Garis-garis
Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003
Abineno, J. L. Ch, Penatua,
Jabatan dan Pekerjaanya, Jakarta: BPK-GM, 1992
Abineno,
Tafsiran Surat Filipi, Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2003
Alexander, Strauch, Manakah yang Alkitabiah Kepenatuaan atau Kependetaan, Yogyakarta:
ANDI, 2003
Arichea,
Daniel C, Tafsiran Surat-Surat Paulus Kepada Timotius
dan Kepada Titus, Jakarta : Lembaga
Alkitab Indonesia, 2004
Arichea, Daniel C. & Hatton,
Howard A, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, Jakarta: LAI, 2004
Bagus, Surjantoro, Pemenang,
Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997
Banwell, B. O, Raja- Kerajaan, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), Jakarta: YKBK/OMF,
1982
Barclay,
William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat 1 dan 2
Timotius, Titus, Filemon, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001
Beladina, Janse, Profesionalisme
Guru, Bandung: Bina Media Informasi, 2009
Beladina, Janse, Profesionalisme
Guru, Bandung: Bina Media Informasi, 2009
Benyamin, Hakh Samuel, Perjanjian Baru, Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologiisnya, Bandung:
Bina Media Informasi, 2010
Bergant, Dianne & Karris, Robert
J, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta:
Kanisius, 2002
Berkhof, Louis, Theologi
Sistematika 4, Doktrin Keselamatan, Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 2001
Best, E, Mark
The Gospel as Story, Eidinburgh: T & T Clark, 1985
Boehkle, Robert R,
Sejarah Pemikiran dan Praktek Pendidikan
Agama Kristen (Plato-Ignatius Loyola), Jakarta: BPK-GM, 1991
Boland, B. J. Inti Sari Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM,
1999,
Bons-Storm, M, Apakah Penggembalaan Itu?, Jakarta:
BPK-GM, 2011
Borrong, Robert P, Melayani
Makin Sungguh, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016
Borrong, Robert, Berarkar
di dalam Dia dan dibangun diatas Dia, Jakarta:BPK Gunung Mulia , 2010
Brill, J. Wesley, Tafsiran Surat Timotius & Titus, Bandung: Kalam Hidup, 1996
Brownlee,
Malcom, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis
Bagi Orang Kristen Dalam Masyarakat, Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2004
Budiman, R, Tafsiran
Alkitab Surat-surat Pastoral I&II Timotius dan Titus, Jakarta: BPK- GM,
1991
Cahyono, Suharjo B, Meraih Kekuatan Penyembuhan
Diri Yang Tak Terbatas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2011
Calvin, Yohanes, Insitutio,
Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2000
Panggabean, Vera Anna, Penguatan Spritual Pendeta, Pematang Siantar: L-SAPA, 2016
Chapman,
Adina, Pengantar Perjanjian Baru, Bandung
: Kalam Hidup, 2014
Dahlenburg,
Siapakah Pendeta Itu?, Jakarta: BPK-GM, 1999
Donald, Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK-GM, 1991
Douglas, J. Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini jilid I A-L, Jakarta: YKBK-GMF, 2003
Drane,
John, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta
: BPK-GM, 2009
Drecher, Jhon. M, Melakukan Buah Roh, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008
Drewes, B. F, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK-GM, 1989
Duyverman, M. E, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1988
Estabrooks, Paul, Berdiri
Teguh Ditengah Badai, Jakarta: Open Doors Internasional 2001
Ferrcci, Piero, Bagaimana
menjadi orang baik: Agar hidup anda bermakna, bahagia dan disukai banyak orang Jakarta:
Libri, 2009
Friberg,
Barbara, Analytical Lexicon of The Greek New Testament, Baker
Grand Rapids : Greek New Testament Library, 2000
Gintings, E.P,
Pendeta dipimpin dan dipakai oleh Roh Kudus, Medan: PGI Sumut, 2006
Groenan,
C. OFM, Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta
: Kanisius, 1998
Groenen, C, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius,1984
Guthrie,
Donal, Teologi Perjanjian Baru I, Jakarta
: BPK-GM, 1991
Guthrie,
Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta
: Momentum, 1981
Hall, Brian P, Panggilan
Akan Pelayanan, Yogyakarta:
Kanisius,1992
Halley, Henry H, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru, Surabaya, Literature Crusade,
1968
Harrison, Everett F, The Wycliffe Bible Commentary,
Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2001
Harun,
Martin, Memberitakan Kabar Injil Kerajaan, Yogyakarta : Kanisius, 2001
Hayes, Jhon, Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta:
BPK-GM, 1999
Hendry,
Matthew, Tafsiran Matthew Hendry Surat Galatia,
Efesus, Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus,
Filemon, Surabaya : Momentum, 2015
Henry, Matthew, Kitab Kisah Para Rasul, Surabaya:
Momentum, 2014
Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2
Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus, Filemon, Surabaya: Momentum, 2015
Hoad, J. W. L,
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid A-L, Jakarta: Yayasasn Komunikasi Bina
Kasih, 2000
Hoad, J. W. L, Ensiklopedia
Masa KIni Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK, 2013
Hull, Bill, Panduan Lengkap Pemuridan Menjadi dan
Menjadikan Murid Kristus, Yogyakarta: Yayasan Gloria 2011
Hutagalung, Sutan M, Identitas Kepemimpinan Pelayan Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1998
Ismail, Andar,
Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Beginning With Moses and all the ProPhets, Jakarta:
Gunung Mulia, 2003
Jenni, Ernst, Theological
Lexicon of The Old Testament vol 1, Amerika: Hendrickson Publishers, 1997
Karman, Yonky, Bunga
Rampai Teologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2015
Khiem, Liem, Pendeta
dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia,
Jakarta: Delta Pamungkas, 1997
Khomeini, Imam, Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004
Kusnandar,
Yotam Teddy, “Pentingnya
Golden Character”, Epigraphe 1, no. 1, 2017
Lamb, Jonathan, Integritas,
Jakarta: perkantas Divisi Literatur,2008
Lee, Jaerock,
Pesan Salib, Yogyakarta: ANDI, 2008
Lembaga Biblika
Indonesia, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta : Kanisius, 2002
Leon-Dufour, Xavier, Ensiklopedia Perjanjian Baru, Jakarta: Kanisius, 1997
Lumbantobing, A. Makna
Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK-GM, 1992
Lust,
Johan & Erik Einekel Katrin Hauspei, Greek English Lexion Of The Septuaginta, Amerika : Deutsche
Bibelgesellehaft, 2003
Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru, pendekatan kritis terhadap
masalah-masalahnya, Jakarta: BPK-GM, 1999
Melrath ,W. N & Mathias Billy, Ensiklopedia Alkitab Praktis, Bandung:
LLB,
Motyer, J. A, Nubuat-Nabi-nabi dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), Jakarta: YKBK/OMF, 1982
Murray, Andrew, Membina
Iman, Bandung: Kalam Hidup, 1995
Neparassi,
Sally, Memaknai Kehidupan dan Kematian dalam Allah, Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2018
Park, Yune Sun, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul
Jakarta: BPK Gunung Mulia 2010
Payne, D. F, Budak-Perbudakan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I
(A-L), Jakarta:YKBK/OMF, 1982
Pfeiffer, Charles F. & Harrison Everett F, The Wycliffe Bible Commentary, Malang:
Gandum Mas, 2005
Pfeiffer, Charles F. &
Harrison, Everett F, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3, Malang:
Gandum Mas, 2013
Price, Frederick K. C, Saran-saran Praktis Untuk Pelayanan yang Berhasil, Jakarta:
Yayasan Pekabar Injil Immanuel, 1993
R, Bultman. & Weiser, A, The Hard Saying Of Jesus, Illionis (Intervarsity Press)
Richards, Lawrence O, New International Encylopedia of Bible Words Grand Rapids,
Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1985
Robert
Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, Jakarta
: BPK-Gunung Mulia, 2010
Sanders,
Oswald, Kepemimpinan Rohani, Bandung
: Kalam Hidup, 2017
Saputra,
Imelda, Be a Winner Lake me, Jakarta
: Gramedia, 2010
Sembiring, M. K, Tafsiran Surat Yakobus,
Jakarta: LAI, 2009
Senduk, H. L,
Pedoman Pelayanan Pendeta 2, Jakarta: Yayasan Bethel, 2008
Setiawan,
M. Nurkolis dan Soetapa Djaka, Menjadi Murid Kristus itu Gimana?, Yogyakarta
: Kanisius, 2006
Shawn, Robinson, Pola
hidup Kristen, Malang: Gandum Mas, 1997
Smith, Malcolm, Kejenuhan
Rohani, Malang: Gandum Mas, 1992
Soekahar, Herman,
Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin
Kristen, Malang: Gandum Mas, 2000
Soekhar, Potret
Pendeta di Tengah-tengah Masyarakat Pluralisme Modern, Malang: Gandum Mas,
1998
Sparks, T. Agustin,
Pelayanan Nubuatan, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil, 2002
St, Darmawijaya, Kesetiaan
Suatu Tantangan, Yogyakarta: kanisius,1889
Stahli, H. P, Theological
Lexicon of The Old Testament,Vol I, USA:
Hendrikson Publisher, 1997
Stibbs, A. M, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: BPK-GM, 1981
Strauch,
Alexander, Manakah Yang Alkitabiah
Kepenatuaan atau Kependetaan, Yogyakarta: ANDI, 2003
Strauch, Alexander,
Kepenatuaan atau Kependetaan: Manakah yang Alkitabiah, Yogyakarta: ANDI,
1992
Sugono, Dendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Empat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Suharyo, I, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Sujoko,
Albertus, Identitas Yesus, Yogyakarta
: Kanisius, 2000
Surbakti, E. B, Benarkah
Injil Kabar Baik: bagaimana menyatakan dalam perseftif local, Jakarta:
BPK-GM, 2008
Surjantoro, Bagus, Pemenang,
Jakarta: lembaga Alkitab Indonesia, 1997
Susanto,
Hasan, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia
dan konkordansi Perjanjian Baru (BPK) jilid I Jakarta : Lembaga Alkitab
Indonesia, 2006
Thayer,
Jhosep Henry, Greek
English Lexion Of The New Testament, Amerika : Revised And Enlarge, 1889
Tom,
Jacabs, Paulus, Hidup, Karya dan Teologinya, Yogyakarta
: BPK dan Kanisius, 2000
Tomasoa, J. J, Biarkan
Iman Bicara, Jakarta : Persetia 2001
Tong, Stephen,
Iman dan Kehidupan Orang Kristen Sepuluh Hukum Allah, Surabaya: Momentum
Christian Literature, 2017
Tongue, D. H, Imam, Imam dan golongan Lewi, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I
(A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 1982
Wasterman C. Theological Lexicon Of The Old Testament, USA:
Hendrikson Publisher, 1997
Wiersbe, Warren W, Prioritas
Seorang Pendeta, Malang: Gandum Mas, 1982
Wiersbe, Warren W, Setia
di dalam Kristus, Bandu ng. Kalam Hidup, 2000
Wijanarko,
Jarot, Mempelai Ilahi, Jakarta
: Bumi Bintaro Permai, 2007
Winarto, Paulus, Maximizing Your Imparct,Berdampak
di Usia Muda, Bandung: PT Visi Anugerah Indonesia, 2014
Wong, David. W.F, Finishing Well, Jakarta: BPK
Gunung Mulia , 2011
Wright Benjamin G, Slavery
in Text and Interpretation, Amerika: The Society Of Biblical Literature,
1998
Wright, Benjamin. G, Terms And Social Status In The Meeting Of Hebrew Biblical And Helenistik
Roman Culture, Allen Dwight Slavery in the And Interpretatation, USA:
Society of Biblical Literature, 1997
Wyclife, Tafsiran Alkitab,
Malang: Gandum Mas, 2014
Yancey,
Philip dan Quinn, Brenda, Meet The Bible dari Kejadian-Wahyu, Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2015
Yunanto, S, gerakan
Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, Jakarta:
Frederich-Ebert-Stiftung & The Rindep Institute, 2003
Zodhiates,
Spiros, The Hebrew-Key Study Bible “3880”, America: World Bible Publisher, 1988
E. Internet
https://id.m.wikipedia.org/
wiki/Pelayan_Tuhan Diakses pada hari jumat 12 Maret 2021, Pukul 21:38 wib
Jayanudin, “hamba” http://AlkitabSabda.org/dictionary. Php? Word=hamba
diakses
pada tanggal 1 April 2021, 10:30 Wib
BIODATA
I.
Identitas
Pribadi
Nama :
Yolanda Tri Sidauruk
NIM :
16.01.1465
Tempat, Tanggal lahir : Banuh Raya, 9 April 1997
Alamat :
Pongkalan Tongah, Kec. Dolog Masagal
Anak ke : Ke-3
dari 5 bersaudara
Asal Gereja : Gereja
Kristen Protestan Simalungn (GKPS)
II.
Orangtua
Nama Ayah : Roben
Hernanto Sidauruk
Pekerjaan : Bertani
Nama Ibu : Hotmaria
Purba
Pekerjaan : Bertani
Alamat :
Pongkalan Tongah, Kec. Dolog Masagal
III.
Pendidikan
Tahun 2007 : SD N 094097 Simpang Pongkalan Tongah
Tahun 2013 : Lulus dari
SMP Negeri 4 Raya
Tahun 2016 : Lulus dari
SMA Negeri 1 Raya
IV.
Tempat
Pelaksanaan Collegium Pastoral (CP)
CP
:
Gereja Kristen Protestan Simalungun Resort Tambunraya
[1] Malcolm Smith, Kejenuhan Rohani (Malang: Gandum Mas,
1992), 27
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008), 1295
[3] Setya Nugraha dan Maulina, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya:
karina),381
[4] Darmawijaya, St, Kesetiaan Suatu Tantangan, (Yogyakarta:
kanisius,1889),7
[5] Bagus Surjantoro, Pemenang (Jakarta: lembaga Alkitab
Indonesia, 1997),23
[6] D.L. Baker dan A.A. Sitompul, Kamus Singkat Ibrani
Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hlm. 11. Definsi yang tertera
adalah kesetiaan, kejujuran, dan keteguhan.
[7] Charles F. Pfeiffer
& Everett F. Harrison. ed. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary,terj.
(Malang: Gandum Mas, 2005),. 1136
[8] E. Best, Mark: The Gospel as
Story, (Eidinburgh: T & T Clark, 1985), 299
[9] G. Friedrch, Theological Dictonary Of The New Tastement,( Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans Publishing Company,
1968), 204
[10]R. Bultman. & A. Weiser, The Hard Saying Of Jesus, Illionis
(Intervarsity Press), 203-204
[11] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 337
[12] Jhon M. Echols & Hassan
Shadily, Kamus Inggris-Indonesia,
(Jakarta: PT. Gramedia, 1996), 514
[13] WillIiam A. Van Gemeren, Dictonary of Old Testament Theology &
Exegesis Volume 3 (USA : British Library Cataloguing, 1997), 304
[14] J. W. L. Hoad, Hamba Tuhan dalam Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini jilid A-L (Jakarta: Yayasasn Komunikasi Bina Kasih, 2000), 360
[15] H. P. Stahli, “ebed” in Theological Lexicon of The Old Testament,Vol
I (USA: Hendrikson Publisher, 1997),
819
[16] J. A. Motyer, Nubuat-Nabi-nabi
dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini,
Jilid II (M-Z), (Jakarta: YKBK/OMF,
1982), 167-171
[17] B. O. Banwell, Raja- Kerajaan, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II
(M-Z), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 293
[18] D. H. Tongue, Imam, Imam dan
golongan Lewi, dalam Ensiklopedia Alkitab
Masa Kini, Jilid I (A-L), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 422-423
[19] Dalam Alkitab banyak berbicara
tentang jabatan pelayan-pelayan yang bekerja dalam Bait Suci justru para rasul
dan pembantu-pembantu mereka disebut pelayan Allah (2 Kor 6:4; 1 Tes 3:2),
Pelayan Kristus ( 2 Kor 11: 23; Kol 1:7; 1 Tim 4:6), pelayan injil (Ef 3:7; Kol
1:23), pelayan perjanjian Baru (2 Kor 3:6), Pelayan Jemaat (Kol 1:25)
[20] Robert P.Borrong, Melayani Makin
Sungguh,(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016),
106
[21] Herman Soekahar, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu
Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin Kristen (Malang: Gandum Mas, 2000), 11
[22] Andrew Murray, Membina Iman (Bandung: Kalam Hidup,
1995), 127
[23] Louis Berkhof, Theologi Sistematika 4, Doktrin Keselamatan,
(Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia), 2001, 111
[24] Brian P Hall, Panggilan Akan Pelayanan, (Yogyakarta: Kanisius,1992), 15-16
[25] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta:
BPK-GM, 1991),90-92
[26] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I&II Timotius dan Titus (Jakarta:
BPK- GM, 1991), ix
[27] Warren W. Wiersbe, Setia di dalam Kristus, (Bandu ng. Kalam
Hidup, 2000), 13
[28]Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, Sejarah, Pengantar, dan
Pokok-pokok Teologiisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 246-247
[29] Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun diatas
Dia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 21.
[30] Robert Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun diatas
Dia, 21.
[31] Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani ἡέδονισμός hēdonismos dari
akar kata ἡέδονή hēdonē, artinya
"kesenangan". Henk ten Napel, Kamus Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009) 158.
[32] J. J, Tomasoa, Biarkan Iman Bicara, (Jakarta : Persetia 2001), 200
[33] Anna. Ch. Vera Panggabean, Penguatan Spritual Pendeta (Pematang
Siantar : L-SAPA, 2016), iii-iv
[34] Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan atau
Kependetaan, (Yogyakarta: ANDI, 2003), 135-136
[35] Organisasi-organisasi tersebut
misalnya Hizbuti Tahrir, Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam,
lascar Jihat Organisai-organisasi tersebut menjadikan jihat dan syariat sebagai
idiologi gerakan yang secara politis berjuang untuk menjadikan Piagam Jakarta
sebagai dasar Negara Indonesia. Ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang.
Dikutip dari S Yunanto, et. All, gerakan
Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, Jakarta:
Frederich-Ebert-Stiftung & The Rindep Institute, 2003, 34-47
[36] Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedia Perjanjian Baru, (Jakarta:
Kanisius, 1997), 239
[37] Alexander Strauch, Manakah yang Alkitabiah Kepenatuaan atau
Kependetaan (Yogyakarta: ANDI, 2003), 135-136
[38] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Beginning With Moses and all the
ProPhets (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 162
[39] Jainal Situmorang, Hamba Tuhan dan Penderitaan dalam Perjanjian
Lama Diperhadapkan dengan Pendeta sebagai Hamba Allah, dalam jurnal Hamba
Allah, (Medan: STT Abdi Sabda Medan, 2015), 35
[40] Jonathan Lamb, Integritas (Jakarta: perkantas Divisi
Literatur,2008),21
[41]Piero Ferrcci, Bagaimana menjadi orang baik: Agar hidup anda bermakna, bahagia dan
disukai banyak orang (Jakarta:Libri, 2009 ), 197-198
[42] Setya Nugraha dan Maulina, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya:
karina),381
[43]S. H.
Blank, The Interpreter’s Dictonary Of The
Bible, (New Yorl, Abingdon Press, 1962), 223.
[44]David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 2 D-G, ( New York: United States of
America, 1922), 749-750
[45] David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Volume 2 D-G, 751
[46] S. H. Blank, The Interpreter’s Dictionary of The Bible, 228.
[47] Willem A vanGemeren, New International Dictionary of Old
Testament Theology and Exegesis vol 3 (Cumbria: Paternoster Press, 1989),
430.
[48] Lawrence O, Richards, New International Encylopedia of Bible Words
Grand Rapids (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1985),
259-260.
[49] Ernst Jenni, אמן
dalam Theological Lexicon of The Old
Testament vol 1 (Mark E. Biddle, Trans), Amerika: Hendrickson Publishers,
1997, 134.
[50] Jepsen, אמן
dalam Theologycal Dictonary of The Old
Testament vol 1: G. Johannes Boterweck (ed) Grand Rapids-Michigan: William
B. Eerdmans Publishing Company, 1990, 294.
[51] Ibid, 298
[52]Ibid,
299
[53] Ibid, 147
[54] B. J. Boland, Inti Sari Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1999), 15.
[55] E. Best, Mark The Gospel as Story (Eidinburgh: T & T Clark, 1985), 299.
[56] J. Douglas, Iman kepercayaan, dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini jilid I A-L (Jakarta: YKBK-GMF, 2003), 431.
[57] G. Friedrch, Theological Dictionary of The New Testament, Grand Rapids (Michigan:
William B. Eerdmans Publishing Company, 1968), 203-204.
[58]W. N. Melrath, Billy Mathias, Ensiklopedia Alkitab Praktis, (Bandung:
LLB, tt), 49.
[59]Henk ten Nepal, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, (Jakarta:
BPK-GM, 1999), 61.
[60]Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 797.
[62]https://id.m.wikipedia.org/ wiki/Pelayan_Tuhan (Diakses pada hari jumat 12
Maret 2021, Pukul 21:38 wib).
[63]A. Noordegraaf, Otoritas Diakonia Gereja (Teologi dalam
Persfektif Reformasi), Jakarta: BPK-GM, 2004), 2
[64]Benjamin G. Wright, “Ebed/Doulos: Terms and Social Status in The
Meeting of Hebrew Biblical and Hellenistic Roman Culture”, dalam Slavery in Text and Interpretation,
David Jobling (ed), (Amerika: The Society Of Biblical Literature, 1998), 91.
[65]N. Walter, Doulos dalam buku, Horzt Balz dan Gerhard Scheider, Exegetical
Dictionary Of the New Testament Vol I, USA: Grand Rapids-Michigan 1996, 349.
[66]Verbrugge, Verlyn D (ed), Theology Dictoionary New Testament Words,
307.
[67]J. W. L. Hoad, Ensiklopedia Masa KIni Jilid I (A-L), Kepribadian dan Kehidupan
Hamba, (Jakarta: YKBK, 2013), 360.
[68] J. W. L. Hoad, Ensiklopedia Masa KIni Jilid I (A-L), 200
[69]William A Van Gemeren, Dictionary of Old Testament, (USA:
Hendrikson Publisher, Kingdom, Patermoster, 1997), 304.
[70]C. wasterman, Ebed, Theological Lexicon Of
The Old Testament, (USA: Hendrikson Publisher, 1997), 819-820.
[71]Benjamin. G Wright, Terms And Social Status In The Meeting Of
Hebrew Biblical And Helenistik Roman Culture, Allen Dwight Slavery in the And
Interpretatation, (USA: Society of Biblical Literature, 1997), 304.
[72]H. P Stahli, Ebed, In Theological Lexicon Of The Old Testament, (USA:
Hendrikson Publisher, 1997), 819
[73]G. Johanes Bautterweck, Theological Dictionary of The Old Testament
Vol III, (Michigan: Grand Rapids
1998), 19.
[74]G. Johanes Bautterweck, Theological Dictionary of The Old Testament
Vol III, 19.
[75]Jayanudin, “hamba” http://AlkitabSabda.org/dictionary.
Php? Word=hamba diakses
pada tanggal 1 April 2021, 10:30 Wib.
[76]D. F. Payne, Budak-Perbudakan dalam
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I
(A-L), (Jakarta: YKBK/OMF, 1982), 198.
[77]Verbrugge, Verlyn D. (ed), Theology Dictionary New Testament Words,
(Michigan: Grand Rafids, 2000), 466-467.
[78]Xavier Leon, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 183.
[79]E. B. Surbakti, Benarkah Injil Kabar Baik: bagaimana
menyatakan dalam perseftif local, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 110.
[80] A. F. Walls, dalam J. D. Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid I M-Z
(Jakarta: YKBK-GMF, 2003), 307.
[81]Rengstorf, dalam Gerhad Kittel, The Dictionary of New Testament Vol I, (Grand Rapids, Michigan, 1964),
414-418.
[82]Benyamin A. Abednego. Jabatan Gereja Pada Masa Perjanjian Baru,
(Jakarta: PERSETIA, 1991), 50.
[83]A. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta:
BPK-GM, 1992), 135.
[84]J. L. Ch Abineno, Penatua, Jabatan dan Pekerjaanya, (Jakarta:
BPK-GM, 1992), 15.
[85] J. L. Ch Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta:
BPK-GM, 2003), 51.
[86]Pensiwally, Kamus Yunani-Indonesia (HKBP: Siantar, 2005, 44. Lih. Shawn
Robinson, Pola hidup Kristen, (Malang:
Gandum Mas, 1997), 967.
[87] Martin Harun,
Memberitakan Kabar Injil Kerajaan (Yogyakarta : Kanisius, 2001), 53.
[88] Donal
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I (Jakarta : BPK-GM, 1991), 295.
[89] John Drane, Memahami
Perjanjian Baru (Jakarta : BPK-GM, 2009), 83.
[90] Lembaga
Biblika Indonesia, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru (Yogyakarta :
Kanisius, 2002) 52.
[91] John Drane, Memahami
Perjanjian Baru, 83.
[92] M. Nurkolis
Setiawan dan Djaka Soetapa, Menjadi Murid Kristus itu Gimana? (Yogyakarta
: Kanisius, 2006), 65.
[93] Tom Jacabs, Paulus,
Hidup, Karya dan Teologinya (Yogyakarta : BPK dan Kanisius, 2000), 210.
[94] Verbrugge,
Verlyn D (ed), Theology Dictionary New Testament Words (Michigan : Grand
Rafids, 2000), 466.
[95] Albertus
Sujoko, Identitas Yesus (Yogyakarta : Kanisius, 2000), 200.
[96] Donald
Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, 301.
[97] C. Groenan
OFM, Sejarah Dogma Kristologi (Yogyakarta : Kanisius, 1998), 46.
[98] Yotam Teddy
Kusnandar, “Pentingnya Golden Character”, Epigraphe 1, no. 1 (2017),
11-22.
[99] Asih Rachmani
Endang Sumiwi, “Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2,” Jurnal
Teologi Berita Hidup 1, no. 1 (2018).
[100] Joseph Christ
Santo, “Makna Dan Penerapan Frasa Mata Hati Yang Diterangi Dalam Efesus
1:18-19,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 2 (2018).
[101] Rahel Jum
Juld dan I Ketut Enoh, “Okultisme Dalam Pelayanan Pastoral,” Jurnal Jaffray 11,
no.2 (2013), 165.
[102] Danny
Yonathan, “Memahami Konsep Menyangkal Diri, Memikul Salib Dan Mengikut Yesus:
Sebuah Analisa Biblikal Lukas 9:23-26,” Jurnal Teologi Berita Hidup 1,
no. 2 (2019), 121-137.
[103] Yuhananik,
“Kajian Teologis Konsep Kebahagiaan Menurut Matius 5:3,” Jurnal Teologi
Berita Hidup 1, no. 2 (2019), 138-153.
[104] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 5th ed. (Badan
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, 2019).
[105] R. Budiman, Surat-Surat
Pastoral I & II Timotius dan Titus (Jakarta
: BPK-Gunung Mulia, 1993), 75.
[106]Henry H. Halley, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru, (Surabaya,
Literature Crusade, 1968), 258-259
[107] Robert
Borrong, Berarkar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia (Jakarta
: BPK-Gunung Mulia, 2010), 21.
[108] A. M Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (Jakarta: BPK-GM, 1981), 708.
[109] Henry H. Halley, Penuntun Ke Dalam Perjanjian Baru,,
258.
[110] M. E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru,
(Jakarta: BPK-GM, 1988), 136-137.
[111] Duyverman, Pembimbing
Kedalam Perjanjian Baru, 158.
[112] Adina
Chapman, Pengantar Perjanjian Baru (Bandung : Kalam Hidup, 2014), 120.
[113] Adina
Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, 121.
[114] Adina
Chapman, Pengantar Perjanjian Baru, 122.
[115] Guthrie, Pengantar
Perjanjian Baru, 229.
[116] Guthrie, Pengantar
Perjanjian Baru (Jakarta : Momentum, 1981), 229.
[117] Guthrie, Pengantar
Perjanjian Baru, 229.
[118] Merril C.
Tenney, Survei Perjanjian Baru, 421.
[119] Lembaga Biblika Indonesia, (Dianne
Bergant, Robert J. Karris (ed)), Tafsir
Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 24.
[120] C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius,1984),
[121] Merrill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 67.
[122]C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, 51.
[123]Imam Khomeini, Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra,
2004), 5.
[124] Hukum/Peraturan: daging dan mentega
tidak dapat dimakan seperti tepung, daging babi dilarang, 39 bagian dari
pekerjaan dilarang dilakukan pada hari Sabat (menulis, menjahit) bahkan
berjalan lebih dari 35 mil tidak diperbolehkan.
[125] I. Suharyo, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 34.
[126] B. F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 251.
[127] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, pendekatan kritis terhadap
masalah-masalahnya, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 261.
[128] C. Groenen, Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, 36-39.
[129]Jhon Hayes, Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta:
BPK-GM, 1999), 99-100.
[130]J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius & Titus,(Bandung:
Kalam Hidup, 1996),55.
[131] Nestle-Aland, Novum Testamentum Graece: 27th Edition, 554-555. Untuk
Penjelasan symbol dalam kritik apparatus 7-8
[132]J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius&Titus, (Bandung:
Kalam Hidup, 1996), 82.
[133]Menghakimi: Hak dan kemampuan untuk
menghakimi semua orang hanya dimiliki oleh Allah; Kristus dengan jelas mengakui
bahwa diri-Nya memiliki hak dan kemampuan tersebut. Dalam buku Charles F. Pfeiffer&Everett F.
Harrison, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3
(Malang: Gandum Mas, 2013), 1167.
[134]Kerajaan: kerajaan yang dimaksud di
sini ialah kerajaan seribu tahun, pemerintahan abadi atas langit baru dan bumi
baru. Dalam buku, Dalam buku Charles F. Pfeiffer&Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab Wyclife, Vol 3, 1168.
[135] Sanksi dari penugasan tersebut
adalah kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Allah dan Kristus merupakan saksi-saksi
ilahi, sehingga kedatangan-Nya kembali dan Kerajaan-Nya merupakan perangsang
yang sangat penting agar tetap setia. Dalam buku Charles F.
Pfeiffer&Everett F. Harrison, Tafsiran
Alkitab Wyclife, Vol 3, 1167-1168.
[136]R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1,2 Timotius&Titus,
(Jakarta: BPK-GM, 1984), 109-110
[137]Warren W. Wiersbe, Setia di dalam Kristus, 190-191
[138]A. M. Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini, 737.
[139] Hasan
Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan konkordansi Perjanjian
Baru (BPK) jilid I (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2006), 1136.
[140] Hasan
Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi
Perjanjian Baru (BPK) jilid I (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2006), 334.
[141] Spiros
Zodhiates, The Hebrew-Key Study Bible “3880”, hal 55 (America: World
Bible Publisher, 1988), 1457.
[142] Barbara
Friberg, Analytical Lexicon of The Greek New Testament (Baker Grand
Rapids : Greek New Testament Library, 2000), 422.
[143] Barclay M.
Newman, A Concise Greek-English Dictionary of The New Testament (German
Bible Society : Deutsche Bibelgesellschaft United Bible Societies, 1971), verb
imperative aorist active 2nd person singular
[144] William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Surat 1 dan 2 Timotius, Titus,
Filemon (jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001), 316.
[145] Matthew
Hendry, Tafsiran Matthew Hendry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1
& 2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon (Surabaya :
Momentum, 2015), 710.
[146] Daniel C.
Arichea, Tafsiran Surat-Surat Paulus Kepada Timotius dan Kepada Titus (Jakarta
: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004), 235.
[147]The
Interpreter’s Bible In Twelve Volumes, The First and second Episteles to
Timothy, 508.
[148] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1,2 Timotius&Titus, 110.
[149] Susanto, Perjanjian
baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I, 1136.
[150] Susanto, Perjanjian
baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid I, 500.
[151] Jhosep Henry
Thayer, Greek English Lexion Of The New Testament (Amerika : Revised And
Enlarge, 1889), μακροθυμια (makrothumia)
[152] Johan Lust,
Erik Einekel Katrin Hauspei, Greek English Lexion Of The Septuaginta, (Amerika
: Deutsche Bibelgesellehaft, 2003), μακροθυμια
(makrothumia)
[153] Henry, Tafsiran
Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2
Timotius, Titus, Filemon, 710.
[154]The
Interpreter’s Bible in Twelve Volumes, The First and second Episteles to
Timothy, 509.
[155]Daniel C. Arichea&Howard A.
Hatton, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, (Jakarta: LAI, 2004), 242.
[156]Henry, Tafsiran Mathew Henry Surat
Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2 Timotius, Titus,
Filemon, (Surabaya: Momentum, 2015),713.
[157] R. Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral 1, 2 Timotius&Titus,
111.
[158] Susanto, Perjanjian
Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan KonKordansi Perjanjian Baru (BPK) Jilid
II, 109.
[159] Friberg, Analytical
Lexcion Of The Greek New Testament, άποστρέϕω (apostropho)
[160] Newman, A
Concise Greek-English Dictionary of the New testament, άποστρέϕω (apostropho)
[161] Johanes E.
Louw, Greek-English Dictionary of The New Testament, United Bible
Societes New York, 1989), άκοή (akoe)
[162] Henry, Tafsiran
Mathew Henry Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2
Timotius, Titus, Filemon, 713.
[163] κακοπάθησον (kakopahteson)
verb imperative aorist active 2nd person singular from, (BYM Morphology,
Word Analysis, κακοπάθησον i/y in
Bible Works Version 7),
212.
[164] Susanto, Perjanjian
Baru Interlinear dan Korkondansi Perjanjian Baru Jilid II, 421.
[165] Newman, A
Consice Greek-Engiish Dictionary of The New Testament, κακοπάθησον verb imperative aorist active 2nd person singular from κακοπάθέω, 154.
[166] Friberg, Analytical
Lexicon of the Greek New Testament, κακοπάθησον verb imperative
aorist active 2nd person singular from κακοπάθέω, 134.
[167] Henry, Tafsiran
Matthew Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2
Timotius, Titus, Filemon, Surabaya: Momentum, 45.
[168] Philip Yancey
dan Brenda Quinn, Meet The Bible dari Kejadian-Wahyu (Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2015), 943.
[169] Oswald
Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung : Kalam Hidup, 2017), 70.
[170] Newman, A
Consice Greek-Engiish Dictionary of The New Testament, ποίησον, 86.
[171] Friberg, Analytical
Lexicon of the Greek New Testament, ποίησον, 127.
[172] Henry, Tafsiran
Matthew Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1&2 Tesalonika, 1&2
Timotius, Titus, Filemon, 711.
[173] Abineno, Tafsiran
Surat Filipi (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 68.
[174] Imelda
Saputra, Be a Winner Lake me (Jakarta : Gramedia, 2010), 113.
[175] Malcom
Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis Bagi Orang
Kristen Dalam Masyarakat (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 29.
[176] Sally Neparassi,
Memaknai Kehidupan dan Kematian dalam Allah (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
2018) 100.
[177] Louw, Greek-English
Lexicon Of The New Testament, πληροϕόρησον, 171.
[178] Arichea, Tafsiran
Surat-surat Paulus Kepada Timotius dan Kepada Titus, 239.
[179] Jarot
Wijanarko, Mempelai Ilahi (Jakarta : Bumi Bintaro Permai, 2007), 112.
[180] Budiman, Tafsiran
Alkitab Surat-Surat Pastoral I & II Timotius dan Titus (Jakarta : BPK
Gunung Mulia, 2008), 112.
[181]Daniel C. Arichea&Howard A.
Hatton, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, 244.
[182]The
Interpreter’s Bible In Twelve Volumes, The First and second Episteles to
Timothy, 510.
[183] A. M. Stibbs, Tafsiran Alkitab Masa Kini, 737.
[184]Daniel C. Arichea&Howard A.
Hatton, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, 246.
[185] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat 1&2
Timotius, Titus, Filemon, (Jakarta: BPK GM, 2001), 327.
[186] Daniel C. Arichea&Howard A.
Hatton, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, 247.
[187]J. D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini M-Z, (Jakarta: Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1995), 4.
[188] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat 1&2
Timotius, Titus, Filemon, 328.
[189]Daniel C. Arichea&Howard A.
Hatton, Surat-surat Paulus kepada
TImotius dan kepada Titus, 248.
[190] Robert P. Borrong, Berakar
didalam Dia dan Dibangun di atas Dia (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2002), 25.
[191] Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary,
Tafsiran Alkitab Wycliffe Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2001),
896.
[192] Wesley Brill, Tafsiran Surat
Timotius dan Titus (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1996), 50.
[193] Suharjo B. Cahyono, Meraih
Kekuatan Penyembuhan Diri Yang Tak Terbatas (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama 2011), 183.
[194] Wyclife Tafsiran Alkitab
(Malang: Gandum Mas, 2014), 45.
[195] Barclay, Pemahaman Alkitab
Setiap Hari, Timotius 1& 2 Timotius dan Titus, Filemon, 307.
[196] M. K. Sembiring, Tafsiran Surat
Yakobus (Jakarta: LAI, 2009), 26.
[197] Paulus Winarto, Maximizing Your
Imparct, Berdampak di usia Muda (Bandung: PT Visi Anugerah Indonesia,
2014), 13.
[198] Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Empat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1295.
[199] Bill Hull, Panduan Lengkap
Pemuridan Menjadi dan Menjadikan Murid Kristus (Yogyakarta: Yayasan Gloria
2011), 236.
[200] Jhon. M. Drecher, Melakukan Buah
Roh (Jakarta: BPK Gunung Mulia , 2008), 208.
[201] David. W.F Wong, Finishing Well
(Jakarta: BPK Gunung Mulia , 2011), 158.
[202] Drecher, Melakukan Buah Roh,
209.
[203] Matthew Henry, Kitab Kisah Para
Rasul (Surabaya: Momentum, 2014),884
[204] Yune Sun Park, Tafsiran Alkitab
Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2010),184.
[205]Jaharianson Saragih dan Parulihan
Sipayung, Ebed Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah (Medan: STT Abdi
Sabda Medan, 2015), 51.
[206]Hoad, “Hamba Tuhan”, dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid A-L, 360.
[207]Alexander Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan: Manakah yang
Alkitabiah, (Yogyakarta: ANDI, 1992), 119-121.
[208]Agus Gunawan, Jurnal Tantangan Pelayanan Hamba Tuhan Zaman
Now (Jurnal Theologia Aletheia Vol. 20 No. 14, Maret 2018), 118.
[209]E.P. Gintings, Pendeta dipimpin dan dipakai oleh Roh Kudus, (Medan: PGI Sumut,
2006), 7.
[210]Herman Soekahar, Bagaimana Memotivasi Jemaat Melayani: Suatu
Petunjuk Praktis Bagi Pemimpin Kristen, (Malang: Gandum Mas, 2000), 11.
[211]W. J. S. Porwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), 179.
[212]Liem Khiem, Pendeta dalam Ensiklopedia
Nasional Indonesia (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), 364.
[213]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, (Jakarta:
BPK-GM, 2016), 15.
[214]H. L. Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta 2, (Jakarta: Yayasan Bethel, 2008), 36.
[215]Soekhar, Potret Pendeta di Tengah-tengah Masyarakat Pluralisme Modern,
(Malang: Gandum Mas, 1998), 11.
[216]Hoad, Hamba Tuhan dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid A-L, 360.
[217] Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 10.
[218]Warren W. Wiersbe, et, Prioritas Seorang Pendeta, (Malang:
Gandum Mas, 1982), 39-44.
[219] Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu?, 23.
[220] Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 22.
[221]M. Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu?, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 102.
[222]Sutan M. Hutagalung, Identitas Kepemimpinan Pelayan Gereja,
(Jakarta: BPK-GM, 1998), 4-5.
[223]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 35.
[224] Robert R Boehkle, Sejarah Pemikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Plato-Ignatius
Loyola), (Jakarta: BPK-GM, 1991), 62.
[225]Janse Beladina, Profesionalisme Guru, (Bandung: Bina
Media Informasi, 2009), 28.
[226]Yohanes Calvin, Insitutio, Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-GM, 2000), 244.
[227]T. Agustin Sparks, Pelayanan Nubuatan, (Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil, 2002), 1.
[228]Jaharianson Saragih&Parulian
Sipayung, Ebed Yahweh dalam Jurnal Hamba Allah, 51.
[229] Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 30.
[230]Senduk, Pedoman Pelayanan Pendeta 2, 37.
[231]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 4.
[232]Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, 30.
[233]Yonky, Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 183.
[234]Heribertus, Penderitaan Sebagai Dasar Pemuridan Kristus, dalam jurnal Teologi Stulos, (Bandung: STT Bandung,
2010), 216-217.
[235]Frederick K. C. Price, Saran-saran Praktis Untuk Pelayanan yang
Berhasil, (Jakarta: Yayasan Pekabar Injil Immanuel, 1993), 36.
[236]B. Kreysen Purba,Menderita Karena Pilihan: Sebuah Renungan
Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah Komunitas yang Pluralistik dalam
jurnal Teologi Stulos, 27-28.
[237] B. Kreysen Purba,Menderita Karena Pilihan: Sebuah Renungan
Tentang Imperatif Penderitaan di Tengah Komunitas yang Pluralistik dalam
jurnal Teologi Stulos, 35.
[238]Bagus Surjantoro, Pemenang, (Jakarta: lembaga Alkitab
Indonesia, 1997), 23.
[239]Paul Estabrooks, Berdiri Teguh Ditengah Badai, (Jakarta:
Open Doors Internasional 2001), 310.
[240]Robert P. Borrong, Berakar Didalam Dia Dan Dibangun di atas Dia,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia 2002), 21.
[241]Stephen Tong, Iman dan Kehidupan Orang Kristen Sepuluh Hukum Allah, (Surabaya:
Momentum Christian Literature, 2017), i.
[242]Jaerock Lee, Pesan Salib, (Yogyakarta: ANDI, 2008), 207.
[243] Yan Ajang, dalam jurnal, Meneladani Ketaatan dan Kesetiaan Ayub
Sebagai Refleksi Hidup Beiman, 4.
[244]Charles F. Pfeiffer&Everett F.
Harrisson, Tafsiran Alkitab Wycliffe Vol
3, 225.
[245]Donald Gutrie, Teologi PB 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 62.
Komentar
Posting Komentar