Misi Allah (Missiodei) Ditengah-tengah Kehidupan Global

(Suatu Tinjauan Biblika-Missiologi Tentang Arti Dan Makna Pelaksanaan Misi Allah (missiodei) di Tengah-Tengah Kehidupan Global Yang Mengalami Krisis Global)

       I.            Latar Belakang Masalah

Gereja bukan hanya mempunyai misi, melainkan seluruh kehidupan gereja itu adalah misi. Karena itu dapat dikatakan bahwa jati diri gereja adalah misi. Gereja baru benar-benar gereja apabila ia adalah gereja yang missioner. Gereja bersifat missioner, sebegitu mendalam sehingga kalau ia berhenti bersifat missioner, ia tidak sekedar gagal dalam salah satu tugasnya, lebih daripada itu ia telah berhenti menjadi Gereja.

Tuhan Yesus memberikan pengajaran, teladan, dan mandat kepada murid-muridNya yang pada masa itu yang merupakan bagian dari masyarakat Palestina, dimana mereka menghadapi keadaan krisis keterbatasan, ketertekanan, penindasan, penolakan, kemiskinan, identitas, dan moral. Namun di tengah-tengah kondisi krisis seperti itu Tuhan justru menganugerahkan kesempatan bagi mereka untuk menjadi saksi-saksiNya. Tuhan tidak berjanji untuk memulihkan dulu keadaan bangsa Israel baru kemudian mereka mampu menjadi saksi-saksiNya. Kerinduan, doa dan pengharapan mereka untuk pemulihan dan kemerdekaan baru dijawab pada tahun 1947 ketika Israel merdeka sebagai satu negara. Itu berarti lebih dari 1900 tahun kemudian.

Dari sinilah titik tolak misi para rasul, yaitu dalam keadaan krisis dimensi ekonomi, ideologi, budaya, dan politik, atau krisis multidimensi maupun krisis global. Misi tidak dimulai dengan modal kebesaran, kekayaan, kemegahan gereja, anggota jemaat yang banyak, tetapi dari situasi krisis keterbatasan, ketertekanan, penindasan, penolakan, kemiskinan, identitas, dan moral. Pada era globalisasi, perkembangan teknologi informasi, multimedia, telekomunikasi, transportasi serta perdagangan internasional semakin tidak terbendung dan menimbulkan dampak ambivalensi.

Dampak positif yang dapat diperoleh, misalnya adanya perdagangan online, jaringan internet di setiap tempat, transportasi online, dan lain sebagainya. Dampak negatif yang dapat kita lihat misalnya akses pornografi, games on line yang berdampak buruk bagi anak-anak, berkurangnya kesempatan kerja, penipuan melalui media sosial, dan lain sebagainya. Dampak-dampak tersebut menimbulkan krisis di dalam banyak dimensi kehidupan atau multidimensi.

Di sisi lain, arus globalisasi juga telah membawa kepada situasi di mana perjumpaan dengan pihak-pihak dari latar belakang yang beragam suku, adat, ras, budaya, dan agama dalam suatu organisasi. Dalam bahan seminar ini membahas misi dalam perspektif Alkitab, arti dan makna misi Allah, dampak-dampak krisis global dan misi di tengah-tengah kehidupan global yang mengalami krisis global, serta diakhiri dengan pembahasan hasil studi pustaka untuk mendapatkan gambaran misi di tengah krisis global yang melanda tidak hanya umat Tuhan tetapi dunia.

    II.            Pembahasan

2.1. Defenisi Misi

Istilah misi (Mission) berasal dari bahasa Latin mission yang diangkat dari kata dasar mittere yang artinya to send, mengirim, mengutus, act of sending. Padanan dari kata Yunani ialah apostello[1]. Kata mission adalah bentuk substantive dari kata kerja mittere (mitto, missi, missum) yang mempunyai beberapa pengertian dasar: (1) membuang, menembak, (2) mengirim, mengutus, (3) membiarkan, melepaskan pergi, (4) mengambil – menyadap[2]. Mission juga dapat berarti pengutusan Tuhan, dimana Mission beranjak dari hati Allah kedalam dunia ciptaanNya. Mission adalah rencana pengutusan Allah (Missio Dei) yang kekal untuk membawa syalom kepada manusia dan segenap ciptaanNya demi kejayaan Kerajaan Allah. Defenisi ini mengemukakan bahwa misi adalah rencana Allah Yang Esa, yang merupakan isi hati-Nya sejak kekal yang bertujuan untuk membawa syalom bagi manusia dan segenap ciptaanNya.[3]

Jadi, misi dapat diartikan sebagai tugas yang berasal dari Allah sendiri untuk menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang sekaligus menjadi tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini. Misi gereja sendiri adalah rangkaian dari misi Allah yang menghendaki dunia dan segala isinya diselamatkan dan Allah telah melakukan karya penyelamatan tersebut yang terpusat dalam Yesus Kristus sebagai penebus dosa, sehingga manusia terbebas dari perbudakan dosa. Karena itu gereja sebagai persekutuan orang percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam mengabarkan kabar sukacita dari Allah kepada dunia.

2.2. Landasan Alkitab Terhadap Misi

            2.2.1. Misi Dalam Perjanjian Lama

Dalam kitab Kejadian 1:28, Adam diberi mandat misi untuk memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi bagi kemuliaan Tuhan. Tuhan memberi tanggungjawab sebagai mandat untuk dilakukan Adam dalam mewujudkan damai sejahtera atau syalom bagi bumi dan segala isinya.[4] Pemberian mandat dan tanggungjawab dari Allah kepada orang yang dipilih-Nya merupakan tugas misi Allah untuk kesejahteraan umat manusia dan segala ciptaan-Nya. Allah dalam karya-Nya tentu melibatkan manusia sebagai rekan kerja untuk mewujudkan damai sejahtera bagi semua ciptaan-Nya. Dalam kitab Kejadian 12 dijelaskan tentang pemanggilan Abram untuk keluar dari negerinya dan kaum keluarganya demi mewujudkan misi Allah, yaitu menjadi berkat bagi semua bangsa di bumi.[5]

Lebih jelasnya kitab Kejadian 12:1-3 mengatakan: Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah Bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau, menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau dan mengutuk orangorang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Ayat di atas jelas bahwa Allah memanggil Abram keluar dari negerinya dan kaum keluarganya dengan maksud menjadi berkat bagi bangsa lain. Allah memiliki misi untuk memberkati semua kaum di muka bumi melalui Abram.

Abram diperintahkan untuk pergi ke negeri lain agar keselamatan dari Allah dapat disaksikan oleh orang lain dan kesaksian Abram tentang kasih Allah diwujudkan dalam ketaatannya kepada perintah Allah. Dalam kitab 1 Samuel 3:10 dikatakan “Berbicaralah, sebab hambamu ini mendengar.” Ayat ini menegaskan respon Samuel atas panggilan Tuhan kepada dirinya untuk menjadi utusan Tuhan menyampaikan berita pembebasan bagi bangsa Israel dan hukuman bagi imam Eli dan keluarganya. Samuel dipanggil Tuhan untuk melaksanakan misi Allah, yaitu hukuman kepada keluarga Eli karena dosa anak-anaknya dan Samuel menjadi nabi Israel.

Pemanggilan seseorang untuk menyampaikan nubuat dan berita baik pembebasan maupun hukuman, merupakan cara Tuhan melibatkan umatNya untuk melaksanakan misi Tuhan Allah bagi dunia. Setiap panggilan Allah harus di terima atau direspon dengan baik. Sebab jika ditolak ataupun diabaikan maka akan membawa dampak baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Yunus dipanggil Tuhan ke kota Niniwe menyampaikan hukuman Tuhan agar orang-orang Niniwe bertobat dan berbalik kepada Tuhan (Yun. 1).

Panggilan Tuhan kepada Yunus untuk  melaksanakan misi ke Niniwe dimaksudkan agar orang-orang Niniwe bertobat dan tidak dibinasakan. Penolakan atas panggilan dan perintah Tuhan bagi seseorang berdampak negatif karena Tuhan akan menghukum dengan berbagai cara.

Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam Perjanjian Lama misi Allah telah dilaksanakan untuk memberitakan keselamatan dan berkat dari Tuhan kepada semua manusia dan seluruh ciptaan. Allah memanggil orang yang dianggap mampu untuk melakukan misi-Nya agar keselamatan dari Allah dapat dilihat dan dialami orang lain.

            2.2.2. Misi Dalam Perjanjian Baru

Injil Matius 28:18-20 menjadi dasar bagi umat Kristen dalam melaksanakan misi bagi orang lain karena pada ayat tersebut tersirat perintah untuk melanjutkan pelayanan Yesus Kristus memberitakan Injil.[6] Dalam Matius 28:18-20 dikatakan: Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.

Ayat ini memuat tiga perintah yang harus dilakukan oleh para murid Yesus untuk melaksanakan pelayanan misi, yaitu, pertama: menjadikan semua bangsa murid Yesus, kedua: membaptis orang-orang yang menerima Yesus Kristus dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan yang ketiga: mengajarkan mereka segala sesuatu yang telah diajarkan Yesus Kristus. Yesus telah melaksanakan misi Allah, maka murid-murid pun harus melakukan dan melanjutkan misi tersebut. Sebelum Yesus naik ke sorga, Ia telah berkali-kali melakukan pengutusan bagi murid-murid-Nya sebagai cara untuk melatih para murid melaksanakan misi Allah agar mereka tahu dan paham tentang tujuan Yesus datang kedalam dunia ini.

Pengutusan murid-murid kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel untuk memberitakan Kerajaan Sorga sudah dekat dan dalam pengutusan tersebut ada kuasa dan tugas yang diberikan, yaitu menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir setan-setan, sebab mereka telah menerima dengan cuma-cuma, maka para murid juga harus memberikan dengan cuma-cuma (Mat. 10:5-15). Ayat ini menjelaskan Yesus mengutus dua belas murid atau rasul untuk memberitakan Kerajaan Sorga.

Misi penyembuhan juga dilakukan oleh seorang yang disembuhkan Yesus dari roh jahat di Gerasa dimana Yesus mengutusnya kembali ke kampungnya untuk memberitakan bagaimana Allah melakukan perbuatan yang besar kepadanya (Mrk. 5:19-20). Pelayanan serupa dilakukan oleh Paulus ketika sudah bertobat dari kejahatannya mengejar dan membunuh pengikut Yesus, Rasul Paulus melakukan pemberitaan Injil ke berbagai daerah. Pemanggilan dan pengutusan Paulus terjadi di jalan menuju Damsyik. Allah menyatakan bahwa Paulus adalah alat pilihan-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang nonYahudi (Kis. 9:15).

Paulus dan Barnabas adalah misionaris yang dipanggil khusus oleh Tuhan sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Kisah Para Rasul 13:1-3 bahwa: Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilaya Herodes, dan Saulus. Pada suatu ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi. Ayat ini menegaskan bahwa Allah memiliki cara untuk memanggil secara khusus orang-orang yang akan dipakai dalam pelayanan misi-Nya demi terwujudnya Kerajaan-Nya di bumi.

Paulus dan Barnabas adalah misionaris yang terkenal dan telah membuat banyak orang bertobat dan menerima Injil dalam pelayanannya. Dalam kitab Kisah Para Rasul 1:8 dikatakan: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan 17 kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Dalam ayat ini ada tiga hal yang ditekankan, yaitu penginjilan merupakan tugas bersaksi tentang Yesus Kristus, penginjilan dijamin dan diteguhkan oleh Roh Kudus dan penginjilan ditujukan kepada semua orang di bumi. Kitab Kisah Para Rasul ini merupakan titik lanjut dari Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus.[7]

2.3. Arti dan Makna Misi Allah (Missio Dei)

Missio Dei merupakan titik tolak dalam memulai penyelidikan tentang hakekat misi.[8] Misi Allah diungkapkan melalui keseluruhan pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya. Kepedulian Allah terhadap manusia dan segala ciptaan-Nya diwujudkan dengan cara mengutus Yesus Kristus untuk keselamatan dunia. Escard Schanabel menerangkan perbedaan misi dalam bentuk tunggal dan jamak secara lebih jelas. Misi (tunggal) adalah menjelaskan karya Allah secara konfrehensif untuk dunia yang pelaksanaannya melibatkan umat Allah. Sedangkan misi (jamak) adalah aktifitas-aktifitas misionaris, penginjil, pendiri gereja, dan kaum-kaum awam yang menjangkau orang-orang yang belum percaya pada Injil Yesus Kristus.[9] Misi Allah Adalah aktivitas Allah yang mencakup gereja dan dunia yang di dalamnya Gereja memperoleh hak istimewa untuk ikut ambil bagian.[10]

Missio Dei adalah pengutusan oleh Allah, dimana Allah sendiri yang bertindak sebagai subjek segala pengutusan, terutama pengutusan Anak-Nya. Dialah pengutus agung.[11] Pengutusan ini berhubungan erat dengan keseluruhan pekerjaan Allah untuk menyelamatkan dunia, pemilihan Israel, pengutusan para nabi kepada bangsa Israel dan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya, pengutusan Yesus Kristus ke tengah-tengah dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil kepada bangsa-bangsa.[12] Di dalam Missio Dei, karya misi pertama-tama dilihat sebagai karya Allah, yakni Allah yang mengutus diri-Nya kepada dunia. Allah hadir di tengah-tengah kehidupan manusia dan memanggilnya untuk menerima tawaran rahmat-Nya.

Dampak dari karya rahmat yang mengkristal dan mengendap di dalam kehidupan manusia menjadi saksi hubungan yang telah terjalin antara Allah dengan manusia sepanjang zaman. Manusia yang telah menerima rahmat keselamatan diutus (secara implisit dan eksplisit) untuk menjadi sakramen keselamatan, yakni saksi persatuan antara Allah dengan manusia. Baik panggilan maupun perutusan berorientasi pada rencana Allah untuk menyelamatkan dunia, di mana Allah sendiri “meraja” atas dunia dan menjadi segalanya dalam segalanya (1 Kor. 15: 28)[13] Bagi Missio Dei, Allah Alkitab adalah Allah yang missioner, Allah yang mengutus. Melalui Firman dan Roh-Nya, Ia menciptakan laki-laki dan perempuan di dalam gambar-Nya sendiri dan mengutus mereka untuk menguasai alam di bawah kehendak-Nya yang adil dan penuh kasih. Lebih jauh, Allah yang missioner ini telah memilih untuk bertindakdi dalam sejarah.

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal….”, kata Yohanes, meskipun ia melanjutkan dengan mengatakan betapa dunia ini memusuhi Allah dan kehendak-Nya. Tetapi ksih Allah bagi dunia ini dinyatakan di dalam maksud-Nya untuk mentransformasi dunia-suatu transformasi yang diperlihatkan di dalam kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Maksud ini mencakup tindakan Allah di dalam penciptaan dan penebusan dengan mitra manusia yang sepenuhnya bertanggung jawab dan ikut serta di dalam kedudukannya sebagai Tuhan atas ciptaan di dalam keadilan dan perdamaian. Di dalam Kristus, manusia yang baru ini telah tercipta, dan dari tujuan misi ini adalah bahwa semuanya ikut serta di dalmnya.

Missio Dei juga menegaskan gagasan bahwa misi adalah milik Allah yang mempertajam fokus kita kepada Injil sebagai kabar baik dari manusia yang diperbarui di dalam Kristus. Alkitab mengungkapanrealitas yang sama dari manusia yang baru ini di dalam kata syalom, perdamaian. Tujuan yang disasar Allah di dalam pekerjaan-Nya, tujuan akhir dari misi-Nya, adalah mendirikan syalom. Ini meliputi perwujudan realisasi potensi-potensi sepenuhnya dari seluruh ciptaan dan pendamaian akhir dan kesatuan di dalam Kristus.[14]

2.4. Pelaksanaan Misi Allah (Missio Dei) Di Tengah-tengah Kehidupan Global Yang Mengalami Krisis Global

Paradigma dunia masa kini ditandai dengan dua kata kunci yaitu: ‘global’ dan ‘plural’. Disebut ‘krisis Global’ karena manusia berada di era globalisasi. Olehnya globalisasi bukan lagi sebuah pilihan. Era global ditanda dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menghantarkannya ke era Globalisasi. Kemajuan IPTEK ditandai dengan kemajuan bidang Telekomunikasi, informasi dan Transportasi. Ketiganya telah memampatkan dunia yang besar menjadi sebuah ‘dusun besar’ yang oleh John Naisbitt disebut sebagai Global Village di mana manusia hidup di dalamnya dengan gaya hidup global.[15]

2.4.1. Dampak-Dampak Krisis Global

Yesus berkata dalam kitab Yohanes 16 ayat 33 bahwa kita selama hidup akan selalu mengalami penderitaan, penganiayaan dan berbagai masalah. Krisis akan datang silih berganti seiring berputarnya waktu tanpa memandang latar belakang maupun kuatnya pertahanan kita. Ketika menghadapi berbagai krisis, kita bukan hanya sekedar mencari tahu cara mengatasinya tetapi juga tidak lepas dari pijakan emosional. Adapun tanggapan emosional ketika menghadapi krisis dalam diri kita bisa menimbulkan, yaitu: ketakutan, trauma, depresi, keputusasaan, frustasi, kegelisahan, kesepian, kekhawatiran. Di samping itu, bahkan pikiran kita juga bisa dikuasai oleh beberapa kondisi, yaitu: perasaan ditinggalkan, perasaan kehilangan, perasaan kematian, kegentingan bertahan hidup.

Dampak-dampak negatif dari tanggapan emosional tersebut dapat terkompensasi berupa: penganiayaan diri sendiri, melakukan kejahatan, kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan zat-zat kimia berbahaya ataupun narkoba. Dampak krisis secara nasional maupun global saat ini juga sangat berdampak kepada perubahan peradaban. Krisis ekonomi berdampak kepada perilaku koruptif hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Krisis sosial memicu perilaku sosial yang tidak peduli akan sesama, penipuan, pembunuhan bahkan sikap brutal. Krisis politik yang sangat mengganggu kestabilan hidup masyarakat terutama menjelang pemilu (pilkada atau pilpres). Inilah kenyataan yang harus dihadapi juga oleh umat Kristen saat ini yang harus dihadapi dan diatasi baik secara internal maupun eksternal. Labberton mengatakan bahwa situasi mencemaskan semacam ini mungkin tidak terlalu banyak berarti bagi gereja jika dunia dimana gereja ditempatkan dan untuk mana gereja didirikan tidak terhilang pula.[16]

 Penderitaan, kesengsaraan, penyakit, kebingungan, kekacauan ekonomi, permusuhan antar agama, kekerasan, kepemimpinan yang gagal, rasa takut dan tirani teknologi menyesaki dunia saat ini, semua inipun menjadi pengalaman hidup umat Allah. Kita adalah partisipan, bukan korban, di tengah situasi ini.

2.4.2. Makna Teologis Misi Allah (Missio Dei) Di Tengah-Tengah Kehidupan Global Yang Mengalami Krisis Global

Ketika kita hidup di tengah krisis atau masa kesesakan, keputusasaan akan membelenggu hidup kita. Kecenderungan manusia selalu mengandalkan logika berpikir dan pemikiran ilmiah untuk menyelesaikannya, namun sering gagal. Bahkan kalau sudah terdesak sering mengandalkan pemerintah, pemimpin gereja, dan orang-orang hebat lainnya yang mungkin dapat bertindak salah dan gagal. Sebagai orang beriman, tetap pengharapan itu selalu ada di dalam Tuhan (Maz. 146: 3, 5) karena Dia tak pernah gagal. Nolan mengatakan bahwa pengharapan Kristen adalah pengharapan yang diajarkan Yesus kepada kita untuk sepenuhnya bergantung pada pekerjaan Allah dalam segala sesuatu. Sebagai umat Kristen, dasar pengharapan kita adalah Allah dan objek pengharapan kita adalah kehendak Allah.[17] Karena Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikanNya bagi orang percaya ketika menghadapi kesesakan. Inilah misi Allah bagi setiap umat tebusanNya.

Sebagai orang percaya, waktu yang dipenuhi krisis adalah juga waktu yang dipenuhi dengan kemenangan[18]. Seseorang bisa bangkit atas krisis apapun dan menjadi lebih dipersiapkan untuk menghadapi krisis berikutnya. Raja Daud merupakan salah satu contoh seseorang yang digelimangi krisis. Filistin telah menciptakan krisis militer dengan memberdayakan Goliat, seorang raksasa, untuk menantang orang Israel. Tidak ada seorangpun yang bisa mengira Israel bisa menang. Daud memprakarsai sebuah solusi dengan mengajukan dirinya untuk melawan Goliat dan disetujui oleh raja Israel walaupun sepertinya konyol. Bahkan Goliatpun mengolok-olok Daud seperti anak kecil. Sikap Daud tetap tegar (1 Sam. 17:45-47) karena dia yakin bahwa Tuhan akan menyelamatkannya dari pertempuran. Dengan menggunakan ketapel dan batu yang dibidikan ke arah Goliat dan menancap di dalam dahinya, tubuh raksasa itupun rubuh ke tanah. Ada banyak Goliat atau krisis yang akan dihadapi oleh umat Tuhan.

Adapun goliath-goliat atau krisis-krisis yang harus diatasi yaitu masalah ketidaktaatan, keterikatan dosa, ketakutan, keputusasaan, kegagalan masa lalu, tekanan hidup, dan lain sebagainya. Tuhan Yesus berkata dalam Matius 20:28, ”...jadikanlah segala bangsa muridKu...”, menunjukkan bahwa ’keselamatan diberikan untuk semua suku bangsa’ dan kata ’jadikanlah’ menunjukkan suatu gerakan atau mobilisasi. Mobilisasi dapat berarti ’pengerahan orang untuk dijadikan tentara’ atau ’gerak yang cepat’[19] dalam menjangkau jiwa-jiwa yang belum diselamatkan oleh Injil Yesus Kristus sebagai wujud pekerjaan misi.

Misi dimulai bukan dengan menunggu sampai gereja menjadi besar dahulu, mapan dan jumlah anggotanya banyak. Jemaat mula-mula hanyalah suatu persekutuan kecil yang terdiri dari beberapa orang saja, yaitu para murid dan anggota keluarga Tuhan Yesus (Kis. 1:13-14). Sesungguhnya, dasar pelaksanaan misi bukanlah uang atau kekuasaan atau kemapanan, tetapi Amanat Agung Tuhan Yesus, hati Tuhan Yesus untuk dunia ini. Tuhan Yesus tidak berkata kalau kamu sudah kaya dan mapan barulah kamu melakukan pekerjaan misi. Dia berkata dalam Kisah Para Rasul 1:8 ”... kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, kamu akan menjadi saksiKu”.

 Hal ini menunjukkan bahwa ’Roh Kudus menjadi penggerak misi’ orang percaya dan kuasaNya menjadi sumber daya misi sejati. Karunia-karunia Roh Kudus diberikan untuk memperlengkapi orang percaya dalam pelayanan misi agar nama Tuhan Yesus dipermuliakan dalam keadaan apapun, di manapun dan kapanpun. Bukan hanya ketika merasa senang dan nyaman saja, tetapi juga ketika kegelapan yang pekat dan krisis yang berkepanjangan yang seakan tiada hentinya.

 Jadi, semua orang percaya terlibat sebagai subyek dalam memobilisasi misi pemberitaan Injil. Dalam kitab Kisah Para Rasul ada banyak teladan yang luar biasa dalam memenangkan jiwa kepada Tuhan Yesus, yaitu: Ada kira-kira tiga ribu jiwa yang percaya (Kis. 2:42); lima ribu orang laki-laki menjadi percaya (Kis. 4:4); semakin banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang percaya kepada Tuhan (Kis. 5:14); jumlah murid di Yerusalem semakin bertambah (Kis. 6:7); Filipus memberitakan Injil kepada orang Samaria (Kis. 8:5); jumlah murid semakin bertambah (Kis. 9:31); utusan Injil dari Gereja Antiokhia (Kis. 13:2); semua penduduk Asia mendengar Firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun Yunani (Kis. 19:10).

Lalu, bagaimana memobilisasi jemaat untuk pekerjaan misi dalam kerangka memberitakan Injil? Ada sepuluh (10) kegiatan mobilisasi yang dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan Firman Tuhan menurut Hosea,[20] yaitu:

Pertama, mobilisasi jemaat dalam kuasa Roh Kudus (Kis. 1:8). Pekerjaan misi harus dalam pimpinan Roh Kudus. Salah satu faktor penghalang dalam pemberitaan Injil adalah kurangnya penggunaan kuasa Roh Kudus. Hal-hal yang perlu dilakukan agar Roh Kudus menjadi penggerak jemaat untuk memenangkan jiwa, diantaranya: a) Jemaat harus tekun berdoa, b) Pemimpin harus menjadi teladan, c) membuat pemetaan rohani dari wilayah pelayanan gereja, d) kesaksian kepada jemaat.

Kedua, mobilisasi jemaat melalui visi pemimpin (Kis. 1:14). Sebuah gereja lokal mau bermobilisasi harus dimulai dari pemimpin yang memiliki visi. Beberapa langkah penerapan visi pemimpin untuk memobilisasi jemaat dalam bermisi, yaitu: a) Pemimpin harus memiliki visi dari Tuhan, b) Penjabaran visi harus dalam bentuk misi yang jelas, c) Jangan gampang mengubah visi dan misi pelayanan tanpa alasan kuat, d) Kemajuan visi dan misi harus terukur.

Ketiga, mobilisasi jemaat melalui jemaat yang berkualitas (Kis. 2:42). Sebuah gereja yang sehat harus memobilisasi jemaat yang berkualitas dalam kegiatan misinya. Adapun tyang dapat dilakukan dalam hal ini, yaitu: a) kepemimpinan yang melakukan permberdayaan, b) Pelayanan yang berorientasi pada karunia, c) Kerohanian yang haus dan penuh antusiasme, d) hubungan yang penuh kasih.

 Keempat, mobilisasi melalui komitmen jemaat (Kis. 2:42). Tuhan Yesus menuntut komitmen kepada murid-muridNya, demikian pula jemaat harus berkomitmen untuk menjalankan misi gereja. Adapun komitmen yang perlu ditanamkan, yaitu: a) Komitmen beribadah, b) Komitmen Pelayanan, c) Komitmen keanggotaan, d) komitmen misi.

Kelima, mobilisasi melalui mujizat dan tanda ajaib di tengah jemaat (Kis. 2:43). Bila ada tanda ajaib dan mujizat dalam jemaat, maka Tuhan akan menambah jumlah mereka. Oleh karena itu langkah yang harus dilakukan, yaitu: a) Ajarlah jemaat tentang karunia kesembuhan dan mujizat dengan ajaran alkitabiah, b) Doronglah jemaat yang sudah mengalami mujizat untuk terlibat dalam misi, c) Catatlah pengaruh orang-orang yang disembuhkan.

Keenam, mobilisasi melalui kesehatian dalam jemaat (Kis. 2:44). Kesehatian jemaat membuat pelayanan gereja menjadi sangat efektif sehingga tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka. Adapun cara yang dapat dilakukan, yaitu: a) Adakan acara-acara khusus yang membuat jemaat dapat saling mengasihi, b) Para pemimpin dalam gereja menjadi teladan untuk hidup dalam kasih, c) buatlah kelompok-kelompok kecil, d) Buatlah ruang kesaksian tentang praktek kasih.

Ketujuh, mobilisasi melalui pelayanan kasih jemaat (Kis. 6:1). Gereja yang bertumbuh umumnya memiliki pelayanan kasih yang lebih tinggi daripada gereja yang tidak bertumbuh. Secara mendunia, pelayanan gereja merupakan pelopor pelayanan sosial yang tidak memisahkan diri dari pelayanan pemberitaan Injil. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu: a) buatlah pelayanan diakonia, b) tempatkan aktifis untuk pelayanan kasih, c) buatlah program khusus untuk penyaluran pelayanan kasih, d) evaluasi pelayanan kasih secara berkala.

Kedelapan, mobilisasi melalui aniaya di tengah jemaat (Kis. 8:1b-4). Penderitaan adalah karunia dari Tuhan (Filipi 1:29) dan disitulah kuasa Tuhan semakin sempurna (2 Korintus 12:9-10). Adapun sikap yang diperlukan ketika menghadapi tantangan dalam pelayanan, yaitu: a) jangan memprovokasi untuk membalas, b) buatlah gerakan doa yang intensif, c) doakan orang-orang yang menghambat, d) Jangan panik menghadapi tekanan.

Kesembilan, mobilisasi jemaat terhadap ladang yang sudah menguning (Kis. 10: 5). Injil semakin terbuka untuk diberitakan dan penuaian jiwa-jiwa siap dilakukan. Adapun cara melibatkan jemaat dalam penuaian ini adalah: a) buatlah daftar orang-orang yang siap menerima Injil, b) buatlah acara yang terbuka untuk mengajak orang sakit dalam pelayanan kesembuhan, c) adakan kunjungan rutin sambil terus didoakan, d) buatlah kelompokkelompok kecil untuk penjangkauan.

Kesepuluh, mobilisasi jemaat dalam mendukung utusan misi (Kis. 13:2). Jemaat gereja lokal harus terlibat dalam doa, dana dan daya dengan ungkapan terkenal “pray together, preach together, pay together”. Selanjutnya, dapat bersinerji dengan pelayanan misi antar jemaat atau kolaborasi antar gereja lokal.

Adapun yang perlu dilakukan, yaitu: a) buatlah bulan khusus untuk bulan misi, b) adakan persembahan khusus untuk pelayanan misi, c) adopsi sebuah suku yang terabaikan untuk dilayani, d) mengutus pelayan misi didukung dengan dana dan doa. Memobilisasi jemaat merupakan perjuangan yang terus-menerus harus dilakukan sebagai kegiatan misi keluar di tengah krisis individu dan dunia saat ini. Pemimpin Jemaat harus mampu memobilisasi jemaat untuk memberdayakan segala kemampuannya untuk menjadi saksi Tuhan yang efektif sampai ke ujung bumi yang sangat terbuka untuk pemberitaan Injil.

 III.            Refleksi Teologis

Semua orang di seluruh dunia sedang mengalami masa krisis. Dan Krisis yang awalnya menyangkut krisis kesehatan pandemik Covid-19, sudah mempengaruhi sektor ekonomi sehingga sekarang krisis ini sudah menjadi krisis kehidupan manusia secara global di seluruh dunia. Namun, apapun situasi dan kondisi yang kita alami sekarang ini, kita tetap memiliki jaminan di dalam Tuhan, bahwa kita akan berjalan makin lama makin kuat. Bagaimana agar kita berjalan makin lama makin kuat di tengah krisis?

1. Kita hanya berjalan melintasi lembah baka, dan tidak berhenti dan tinggal di sana. 

Sesuai dengan firman Tuhan Mazmur 84 : 7 – 9 untuk berjalan makin lama makin kuat, maka setiap orang harus MELINTASI lembah bakaMelintasi artinya tidak berhenti, atau tidak akan tinggal di dalamnya, tetapi hanya melewatinya untuk sampai kepada tujuan yang sebenarnya. Kesulitan dan masalah yang kita hadapi saat ini di seluruh dunia, bahkan di Indonesia bukanlah tujuan akhir dari kehidupan kita. Semua orang hanya akan melintasinya saja, tetapi perbedaannya bagi kita yang percaya adalah; kita akan berjalan makin lama makin kuat. Situasi yang sedang kita hadapi hari-hari terakhir ini menggambarkan tentang keadaan lembah air mata, dimana situasi yang tidak menentu akibat dari pandemik ini, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari-hari selanjutnya, lembah air mata juga menggambarkan situasi dalam pergumulan, kesulitan ekonomi, sakit penyakit, dan keterbatasan yang kita sedang alami baik secara pribadi, keluarga, dalam usaha dan pekerjaan. Tetapi firman Tuhan menjelaskan bahwa KITA HANYA AKAN MELINTASINYA SAJA.

Itu sebabnya jika kita percaya firman Tuhan, maka kita tidak akan tinggal di dalamnya, tetapi hanya melintasi dan melewatinya saja. Artinya bahwa ada jaminan dan janji bahwa kita akan sampai kepada tujuan yang sebenarnya yaitu berjalan makin lama makin kuat menghadap Tuhan! Secara Teologis, lokasi lembah baka ini menurut para ahli alkitab kemungkinan besar adalah tempat yang sama yang dilewati oleh Raja Daud, pada waktu dia memimpin pasukan Israel berperang melawan orang-orang Filistin dalam 2 Samuel 5 : 23. Dalam ayat ini dijelaskan Raja Daud dan pasukan Israel harus melewati jurusan (arah) pohon-pohon Kertau. “Pohon-pohon Kertau” jika diterjemahkan dari bahasa aslinya menjadi “baka”. Dengan kata lain, Raja Daud dan pasukan Israel pun harus melawati situasi yang sama, karena tujuan akhir mereka adalah mengalami KEMENANGAN YANG BESAR bersama dengan Tuhan.

2. Kita mengalami Tuhan Yesus, ketika kita berjalan.

Wahyu 1 : 9Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. Rasul Yohanes di buang dan di penjara di pulau Patmos, dia mengalami penderitaan dan penyiksaan yang berat karena memberitakan Injil tentang Tuhan Yesus. Di ayat ini rasul Yohanes sedang memberikan kesaksiannya kepada kita bahwa apapun penderitaan dan kesulitan yang kita alami, kita adalah sekutunya, karena apa yang rasul Yohanes alami, kitapun akan mengalaminya, bahwa akhir dari penderitaan kita akan mengalami kemenangan bersama Tuhan. Baik para nabi, rasul, hingga kita pada zaman ini, semua orang harus bergumul dan melewati kesusahan dan kesulitan, supaya pada akhirnya kita mengalami kemuliaan di dalam Tuhan.  

Kita bukan hanya sekutu rasul Yohanes di dalam kesusahan, tetapi juga di dalam kerajaan dan ketekunan menantikan Tuhan Yesus. Wahyu 1 : 1 Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya,… Di tengah masa yang sulit ini Tuhan sedang memberikan pewahyuan tentang siapa diri-Nya yang sebenarnya kepada kita. Pewahyuan dalam bahasa Yunani adalah Apocalipsis yang artinya, apa yang sebelumnya tidak kelihatan  menjadi kelihatan. Lifting up covering; disingkapkan sesuatu yang sudah ada, namun belum kelihatan”   Sama seperti Tuhan Yesus sudah ada sebelumnya, tetapi pada waktu disingkapkan baru kita dapat melihat-Nya. Rasul Yohanes adalah murid yang sangat dikasihi dan seorang yang sangat dekat dengan Tuhan Yesus, tetapi dalam Wahyu 1 : 1 rasul Yohanes mengungkapkan bahwa dia mengalami pengalaman yang belum pernah dia alami sebelumnya dengan Tuhan Yesus, yaitu ketika dia mengalami masa-masa yang sulit. Rasul Yohanes mengalami Tuhan begitu nyata dan hidup dalam hidupnya. Hal inilah yang Tuhan sebenarnya ingin kita alami ketika kita ada dalam situasi yang sulit, yaitu mengalami Tuhan dan pewahyuan-Nya yang nyata secara pribadi dalam hidup kita.

Matius 14 : 22 – 33 Murid-murid mengalami penyingkapan dan pewahyuan tentang siapa Tuhan yang sebenarnya ketika mereka dalam situasi yang sulit, mereka mengenal Tuhan sebagai Tuhan yang berkuasa atas alam semesta, yaitu pada waktu mereka melihat Tuhan berjalan di atas air, di tengah-tengah badai. Tuhan Yessus adalah Allah yang mengatasi segala sesuatu, dan Dia ingin menyatakan diri-Nya dalam segala situasi dan kondisi krisis yang kita sedang alami, supaya kita dapat mengenal Tuhan. Bagi orang Israel dalam Keluaran 15 : 26 mereka mengerti bahwa Tuhan adalah Tuhan penyembuh, karena selama mereka berjalan di padang gurun tidak ada mengalami sakit, mereka sehat dan kuat. Tuhan ingin menyingkapkan dan menyatakan diri-Nya dalam hidup kita secara khusus supaya kita mengenal Dia secara pribadi. 1 Yohanes 1 : 1 Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman idup–itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Di masa krisis inilah yang Tuhan mau kita alami, yaitu mengalami Tuan secara pribadi dalam hidup kita, sehingga kita alami mujizat, terobosan, penyediaan dan kemenangan.

3. Menjadi berkat

Kita harus melewati masa yang sulit atau krisis supaya pada waktu kita  menang, kita akan menjadi berkat. Tuhan Yesus berdoa supaya iman Petrus tidak gugur. Jika Petrus berhenti maka dia gagal, tetapi sebaliknya Petrus kembali bertobat setelah dia menyangkal Tuhan Yesus, sehingga imannya dibangkitkan kembali seperti doa Tuhan Yesus, supaya dia menguatkan murid-murid yang lain. Amsal 24:16, Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali… Seberapa jauh kita sudah jatuh, namun ketika kita bangkit kembali, kita tidak gagal. Tuhan Yesus berdoa supaya kita bangkit dan tidak tinggal di dalam kegagalan kita. Sehingga kita bisa bersaksi tentang Tuhan dan menguatkan banyak orang. Itu sebabnya dalam Kisah Para Rasul 2 hanya Petruslah yang berani tampil dan berkhotbah di depan banyak orang, sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus doakan. Jika kita mengalami kemenangan maka Tuhan mau supaya kita bersaksi dan menyatakan nama Tuhan sehingga banyak orang menjadi percaya, dikuatkan dan menjadi percaya.

 IV.            Kesimpulan

Allah telah memilih untuk menyatakan diri-Nya, tujuan-Nya dan cara-Nya, melibatkan umat-Nya bersama dengan Dia seraya Dia mengundang seluruh suku bangsa di dunia untuk mengenal Dia dan beribadah kepada-Nya. Melalui Abraham, Allah menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang Maha Kuasa dan Pemelihara, yang ingin memberkati segala suku bangsa di dunia melalui umat-Nya. Melalui Musa, Allah menyatakan diri-Nya sebagai AKU ADALAH AKU, yang rencana-Nya adalah untuk menyatakan kemuliaan-Nya kepada seluruh bumi melalui umat-Nya, yang merupakan imamat rajani bagi segala bangsa. Melalui Daud, Allah menyatakan bahwa Keturunan-Nya akan memerintah segala bangsa dan Kerajaan-Nya akan meliputi semua manusia.

Melalui Yesus, Allah menyatakan kasih dan tujuan-Nya untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya melalui inkarnasi, penyaliban, kebangkitan dan kenaikan Kristus. Melalui Paulus, Allah menyatakan bahwa misteri segala zaman adalah Dia memasukkan segala suku bangsa dalam penebusan-Nya. Melalui Yohanes Allah menyatakan bahwa orang-orang dari segala bangsa, suku dan bahasa akan selamanya beribadah kepada-Nya. Dia sedang terus berkarya di sepanjang waktu sampai pada akhir zaman mendatangkan penyataan ini, mendamaikan semua suku bangsa dengan diri-Nya.

Ketika misi ini digenapi, misi ini bukan hanya akan menjadi ekspresi pujian yang paling penuh dari dunia, misi ini akan menjadi penyataan kasih Allah yang terbesar. Allah telah memprakarsai setiap bagian dari karya-Nya di sepanjang sejarah. Alih-alih menjalankan misi-Nya sendirian, Allah memilih untuk mencapai misi-Nya dengan cara yang sangat pribadi. Dia memilih untuk melibatkan umat-Nya dengan Dia, bekerja melalui mereka untuk mencapai tujuan-Nya. Ketika Dia akan mengambil langkah selanjutnya untuk memajukan misi-Nya, Dia datang kepada satu atau lebih pelayan-Nya.

Dia memberitahu mereka apa yang akan dilakukan-Nya. Dia mengundang mereka untuk bergabung bersama Dia, meminta mereka untuk menyesuaikan hidup mereka bagi Dia agar Dia dapat mencapai setiap aspek dari misi-Nya melalui mereka. Nabi Amos menunjukkan bahwa, “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (Am. 3:7).

    V.            Daftar Pustaka

Kuiper, Arie De, Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil, Jakarta: Gunung Mulia, 2006

Woga CSsR, Edmund, Dasar-dasar Misiologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002

Bosch, David J., Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

Tomatala, Y., Penginjilan Masa Kini, Malang: Gandum Mas, 2004

Sills, M. David, Panggilan Misi, Surabaya: Momentum, 2015

Elbers, Veronika J., Gereja Misioner, Malang: Literatur SAAT, 2015

Victor, P.H. Nikkijuluw & Arischtarchus, Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, Jakarta: Literatur Perkantas, 2014

Artanto, Widi, Menjadi Gereja yang Misioner, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010

Venema, H., Injil Untuk Semua Orang Jilid I, Jakarta: YKBK, 1997

Thomas, Norman E., Teks-teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Di Dunia, Jakarta: BPK-GM, 1998

Naisbitt, John, & Aburdene, Patricia, Megatrends 2000, Jakarta: Binarupa Aksara, 1990

Labberton, Mark, Dipanggil: Krisis dan Janji Dalam Mengikut Yesus Pada Masa Kini, Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur, 2014

Nolan, Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini: Mewujudkan Injil Pembebasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Munroe,  Myles, Menang Menghadapi Krisis: Rahasia untuk Maju dengan Pesat di Waktu Sulit, Jakarta: Light Publishing, 2009

Hosea, Amos, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan, Jurnal Teologi Gnosis, No.4, 2004



[1] Arie De Kuiper, Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006),  9

[2] Edmund Woga CSsR, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002),  15

[3] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 15

[4] Y. Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), 7

[5] M. David Sills, Panggilan Misi, (Surabaya: Momentum, 2015), 45

[6] Veronika J. Elbers. Gereja Misioner, (Malang: Literatur SAAT, 2015), 1

[7] Y. Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), 25

[8] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 15

[9] P.H. Nikkijuluw Victor dan Sukarto Arischtarchus, Kepemimpinan di Bumi Baru, (Jakarta: Literatur Perkantas, 2014), 43-44

[10] Widi Artanto, Menjadi Gereja yang Misioner, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010 ), 62

[11] H. Venema, Injil Untuk Semua Orang Jilid I,( Jakarta: YKBK, 1997), 48

[12] Arie de Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK-GM, 2004),  10

[13] Edmund Woga, Dasar- Dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 57

[14] Norman E. Thomas, Teks-teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Di Dunia, (Jakarta: BPK-GM, 1998),164 

[15] John Naisbitt & Patricia Aburdene, Megatrends 2000, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1990),106-139.

[16] Mark Labberton, Dipanggil: Krisis dan Janji Dalam Mengikut Yesus Pada Masa Kini, (Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur, 2014), 35.

[17] Nolan, Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini: Mewujudkan Injil Pembebasan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 13.

[18] Myles Munroe,  Menang Menghadapi Krisis: Rahasia untuk Maju dengan Pesat di Waktu Sulit, (Jakarta: Light Publishing, 2009), 221.

[19] Amos Hosea, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan, (Jurnal Teologi Gnosis, No.4, 2004), 65.

[20] Amos Hosea, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan, (Jurnal Teologi Gnosis, No.4, 2004), 65.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelayakan Usaha Kerajinan Keranjang Bambu

Teologi Sistematika