Misi Allah (Missiodei) Ditengah-tengah Kehidupan Global
(Suatu Tinjauan Biblika-Missiologi
Tentang Arti Dan Makna Pelaksanaan Misi Allah (missiodei) di Tengah-Tengah Kehidupan Global Yang Mengalami Krisis
Global)
I.
Latar
Belakang Masalah
Gereja bukan hanya mempunyai misi, melainkan seluruh
kehidupan gereja itu adalah misi. Karena itu dapat dikatakan bahwa jati diri
gereja adalah misi. Gereja baru benar-benar gereja apabila ia adalah gereja
yang missioner. Gereja bersifat missioner, sebegitu mendalam sehingga kalau ia
berhenti bersifat missioner, ia tidak sekedar gagal dalam salah satu tugasnya,
lebih daripada itu ia telah berhenti menjadi Gereja.
Tuhan Yesus memberikan pengajaran, teladan, dan mandat
kepada murid-muridNya yang pada masa itu yang merupakan bagian dari masyarakat
Palestina, dimana mereka menghadapi keadaan krisis keterbatasan, ketertekanan,
penindasan, penolakan, kemiskinan, identitas, dan moral. Namun di tengah-tengah
kondisi krisis seperti itu Tuhan justru menganugerahkan kesempatan bagi mereka
untuk menjadi saksi-saksiNya. Tuhan tidak berjanji untuk memulihkan dulu
keadaan bangsa Israel baru kemudian mereka mampu menjadi saksi-saksiNya.
Kerinduan, doa dan pengharapan mereka untuk pemulihan dan kemerdekaan baru
dijawab pada tahun 1947 ketika Israel merdeka sebagai satu negara. Itu berarti
lebih dari 1900 tahun kemudian.
Dari sinilah titik tolak misi para rasul, yaitu dalam
keadaan krisis dimensi ekonomi, ideologi, budaya, dan politik, atau krisis
multidimensi maupun krisis global. Misi tidak dimulai dengan modal kebesaran,
kekayaan, kemegahan gereja, anggota jemaat yang banyak, tetapi dari situasi
krisis keterbatasan, ketertekanan, penindasan, penolakan, kemiskinan,
identitas, dan moral. Pada era globalisasi, perkembangan teknologi informasi,
multimedia, telekomunikasi, transportasi serta perdagangan internasional
semakin tidak terbendung dan menimbulkan dampak ambivalensi.
Dampak positif yang dapat diperoleh, misalnya adanya
perdagangan online, jaringan internet di setiap tempat, transportasi online,
dan lain sebagainya. Dampak negatif yang dapat kita lihat misalnya akses
pornografi, games on line yang berdampak buruk bagi anak-anak, berkurangnya
kesempatan kerja, penipuan melalui media sosial, dan lain sebagainya. Dampak-dampak
tersebut menimbulkan krisis di dalam banyak dimensi kehidupan atau
multidimensi.
Di sisi lain, arus globalisasi juga telah membawa
kepada situasi di mana perjumpaan dengan pihak-pihak dari latar belakang yang
beragam suku, adat, ras, budaya, dan agama dalam suatu organisasi. Dalam bahan
seminar ini membahas misi dalam perspektif Alkitab, arti dan makna misi Allah,
dampak-dampak krisis global dan misi di tengah-tengah kehidupan global yang
mengalami krisis global, serta diakhiri dengan pembahasan hasil studi pustaka
untuk mendapatkan gambaran misi di tengah krisis global yang melanda tidak
hanya umat Tuhan tetapi dunia.
II.
Pembahasan
2.1. Defenisi Misi
Istilah misi (Mission)
berasal dari bahasa Latin mission
yang diangkat dari kata dasar mittere
yang artinya to send, mengirim,
mengutus, act of sending. Padanan
dari kata Yunani ialah apostello[1].
Kata mission adalah bentuk substantive dari kata kerja mittere (mitto, missi, missum)
yang mempunyai beberapa pengertian dasar: (1) membuang, menembak, (2) mengirim,
mengutus, (3) membiarkan, melepaskan pergi, (4) mengambil – menyadap[2]. Mission juga dapat
berarti pengutusan Tuhan, dimana Mission beranjak dari hati Allah kedalam dunia
ciptaanNya. Mission adalah rencana pengutusan Allah (Missio Dei) yang kekal
untuk membawa syalom kepada manusia dan segenap ciptaanNya demi kejayaan
Kerajaan Allah. Defenisi ini mengemukakan bahwa misi adalah rencana Allah Yang
Esa, yang merupakan isi hati-Nya sejak kekal yang bertujuan untuk membawa
syalom bagi manusia dan segenap ciptaanNya.[3]
Jadi, misi dapat diartikan sebagai tugas yang berasal
dari Allah sendiri untuk menyelamatkan dunia dan diamanatkan kepada gereja yang
sekaligus menjadi tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia ini. Misi
gereja sendiri adalah rangkaian dari misi Allah yang menghendaki dunia dan
segala isinya diselamatkan dan Allah telah melakukan karya penyelamatan
tersebut yang terpusat dalam Yesus Kristus sebagai penebus dosa, sehingga
manusia terbebas dari perbudakan dosa. Karena itu gereja sebagai persekutuan
orang percaya harus ikut dalam panggilan bermisi, ikut berkarya dalam
mengabarkan kabar sukacita dari Allah kepada dunia.
2.2. Landasan Alkitab Terhadap Misi
2.2.1.
Misi Dalam Perjanjian Lama
Dalam kitab Kejadian 1:28, Adam diberi mandat misi
untuk memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi bagi kemuliaan Tuhan. Tuhan
memberi tanggungjawab sebagai mandat untuk dilakukan Adam dalam mewujudkan
damai sejahtera atau syalom bagi bumi dan segala isinya.[4] Pemberian mandat dan
tanggungjawab dari Allah kepada orang yang dipilih-Nya merupakan tugas misi
Allah untuk kesejahteraan umat manusia dan segala ciptaan-Nya. Allah dalam
karya-Nya tentu melibatkan manusia sebagai rekan kerja untuk mewujudkan damai
sejahtera bagi semua ciptaan-Nya. Dalam kitab Kejadian 12 dijelaskan tentang
pemanggilan Abram untuk keluar dari negerinya dan kaum keluarganya demi
mewujudkan misi Allah, yaitu menjadi berkat bagi semua bangsa di bumi.[5]
Lebih jelasnya kitab Kejadian 12:1-3 mengatakan: Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah
dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah Bapamu ini ke negeri yang
akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau, menjadi bangsa yang besar,
dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi
berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau dan mengutuk
orangorang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan
mendapat berkat.” Ayat di atas jelas bahwa Allah memanggil Abram keluar
dari negerinya dan kaum keluarganya dengan maksud menjadi berkat bagi bangsa
lain. Allah memiliki misi untuk memberkati semua kaum di muka bumi melalui
Abram.
Abram diperintahkan untuk pergi ke negeri lain agar
keselamatan dari Allah dapat disaksikan oleh orang lain dan kesaksian Abram
tentang kasih Allah diwujudkan dalam ketaatannya kepada perintah Allah. Dalam
kitab 1 Samuel 3:10 dikatakan “Berbicaralah,
sebab hambamu ini mendengar.” Ayat ini menegaskan respon Samuel atas
panggilan Tuhan kepada dirinya untuk menjadi utusan Tuhan menyampaikan berita
pembebasan bagi bangsa Israel dan hukuman bagi imam Eli dan keluarganya. Samuel
dipanggil Tuhan untuk melaksanakan misi Allah, yaitu hukuman kepada keluarga
Eli karena dosa anak-anaknya dan Samuel menjadi nabi Israel.
Pemanggilan seseorang untuk menyampaikan nubuat dan
berita baik pembebasan maupun hukuman, merupakan cara Tuhan melibatkan umatNya
untuk melaksanakan misi Tuhan Allah bagi dunia. Setiap panggilan Allah harus di
terima atau direspon dengan baik. Sebab jika ditolak ataupun diabaikan maka
akan membawa dampak baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Yunus
dipanggil Tuhan ke kota Niniwe menyampaikan hukuman Tuhan agar orang-orang
Niniwe bertobat dan berbalik kepada Tuhan (Yun. 1).
Panggilan Tuhan kepada Yunus untuk melaksanakan misi ke Niniwe dimaksudkan agar
orang-orang Niniwe bertobat dan tidak dibinasakan. Penolakan atas panggilan dan
perintah Tuhan bagi seseorang berdampak negatif karena Tuhan akan menghukum
dengan berbagai cara.
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dalam
Perjanjian Lama misi Allah telah dilaksanakan untuk memberitakan keselamatan
dan berkat dari Tuhan kepada semua manusia dan seluruh ciptaan. Allah memanggil
orang yang dianggap mampu untuk melakukan misi-Nya agar keselamatan dari Allah
dapat dilihat dan dialami orang lain.
2.2.2.
Misi Dalam Perjanjian Baru
Injil Matius 28:18-20 menjadi dasar bagi umat Kristen
dalam melaksanakan misi bagi orang lain karena pada ayat tersebut tersirat
perintah untuk melanjutkan pelayanan Yesus Kristus memberitakan Injil.[6] Dalam Matius 28:18-20
dikatakan: Yesus mendekati mereka dan
berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.”
Ayat ini memuat tiga perintah yang harus dilakukan
oleh para murid Yesus untuk melaksanakan pelayanan misi, yaitu, pertama:
menjadikan semua bangsa murid Yesus, kedua: membaptis orang-orang yang menerima
Yesus Kristus dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan yang ketiga: mengajarkan
mereka segala sesuatu yang telah diajarkan Yesus Kristus. Yesus telah
melaksanakan misi Allah, maka murid-murid pun harus melakukan dan melanjutkan
misi tersebut. Sebelum Yesus naik ke sorga, Ia telah berkali-kali melakukan
pengutusan bagi murid-murid-Nya sebagai cara untuk melatih para murid
melaksanakan misi Allah agar mereka tahu dan paham tentang tujuan Yesus datang kedalam
dunia ini.
Pengutusan murid-murid kepada domba-domba yang hilang
dari umat Israel untuk memberitakan Kerajaan Sorga sudah dekat dan dalam
pengutusan tersebut ada kuasa dan tugas yang diberikan, yaitu menyembuhkan
orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir
setan-setan, sebab mereka telah menerima dengan cuma-cuma, maka para murid juga
harus memberikan dengan cuma-cuma (Mat. 10:5-15). Ayat ini menjelaskan Yesus
mengutus dua belas murid atau rasul untuk memberitakan Kerajaan Sorga.
Misi penyembuhan juga dilakukan oleh seorang yang
disembuhkan Yesus dari roh jahat di Gerasa dimana Yesus mengutusnya kembali ke
kampungnya untuk memberitakan bagaimana Allah melakukan perbuatan yang besar
kepadanya (Mrk. 5:19-20). Pelayanan serupa dilakukan oleh Paulus ketika sudah
bertobat dari kejahatannya mengejar dan membunuh pengikut Yesus, Rasul Paulus
melakukan pemberitaan Injil ke berbagai daerah. Pemanggilan dan pengutusan
Paulus terjadi di jalan menuju Damsyik. Allah menyatakan bahwa Paulus adalah
alat pilihan-Nya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang nonYahudi (Kis.
9:15).
Paulus dan Barnabas adalah misionaris yang dipanggil
khusus oleh Tuhan sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Kisah Para Rasul
13:1-3 bahwa: Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan
pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang
Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilaya Herodes, dan Saulus.
Pada suatu ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh
Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah
Kutentukan bagi mereka.” Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah
meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi.
Ayat ini menegaskan bahwa Allah memiliki cara untuk memanggil secara khusus
orang-orang yang akan dipakai dalam pelayanan misi-Nya demi terwujudnya
Kerajaan-Nya di bumi.
Paulus dan Barnabas adalah misionaris yang terkenal
dan telah membuat banyak orang bertobat dan menerima Injil dalam pelayanannya.
Dalam kitab Kisah Para Rasul 1:8 dikatakan: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu,
dan 17 kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria
dan sampai ke ujung bumi.” Dalam ayat ini ada tiga hal yang ditekankan,
yaitu penginjilan merupakan tugas bersaksi tentang Yesus Kristus, penginjilan
dijamin dan diteguhkan oleh Roh Kudus dan penginjilan ditujukan kepada semua
orang di bumi. Kitab Kisah Para Rasul ini merupakan titik lanjut dari Amanat
Agung Tuhan Yesus Kristus.[7]
2.3. Arti dan Makna Misi Allah (Missio Dei)
Missio Dei merupakan titik tolak dalam memulai
penyelidikan tentang hakekat misi.[8] Misi Allah diungkapkan
melalui keseluruhan pekerjaan-Nya untuk menyelamatkan dunia dan segala isinya.
Kepedulian Allah terhadap manusia dan segala ciptaan-Nya diwujudkan dengan cara
mengutus Yesus Kristus untuk keselamatan dunia. Escard Schanabel menerangkan
perbedaan misi dalam bentuk tunggal dan jamak secara lebih jelas. Misi
(tunggal) adalah menjelaskan karya Allah secara konfrehensif untuk dunia yang
pelaksanaannya melibatkan umat Allah. Sedangkan misi (jamak) adalah
aktifitas-aktifitas misionaris, penginjil, pendiri gereja, dan kaum-kaum awam
yang menjangkau orang-orang yang belum percaya pada Injil Yesus Kristus.[9] Misi Allah Adalah
aktivitas Allah yang mencakup gereja dan dunia yang di dalamnya Gereja
memperoleh hak istimewa untuk ikut ambil bagian.[10]
Missio Dei adalah pengutusan oleh
Allah, dimana Allah sendiri yang bertindak sebagai subjek segala pengutusan,
terutama pengutusan Anak-Nya. Dialah pengutus agung.[11]
Pengutusan ini berhubungan erat dengan keseluruhan pekerjaan Allah untuk
menyelamatkan dunia, pemilihan Israel, pengutusan para nabi kepada bangsa
Israel dan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya, pengutusan Yesus Kristus ke
tengah-tengah dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil kepada
bangsa-bangsa.[12] Di dalam Missio Dei,
karya misi pertama-tama dilihat sebagai karya Allah, yakni Allah yang mengutus
diri-Nya kepada dunia. Allah hadir di tengah-tengah kehidupan manusia dan
memanggilnya untuk menerima tawaran rahmat-Nya.
Dampak dari karya rahmat yang
mengkristal dan mengendap di dalam kehidupan manusia menjadi saksi hubungan
yang telah terjalin antara Allah dengan manusia sepanjang zaman. Manusia yang
telah menerima rahmat keselamatan diutus (secara implisit dan eksplisit) untuk
menjadi sakramen keselamatan, yakni saksi persatuan antara Allah dengan
manusia. Baik panggilan maupun perutusan berorientasi pada rencana Allah untuk
menyelamatkan dunia, di mana Allah sendiri “meraja” atas dunia dan menjadi
segalanya dalam segalanya (1 Kor. 15: 28)[13] Bagi
Missio Dei, Allah Alkitab adalah Allah yang missioner, Allah yang mengutus.
Melalui Firman dan Roh-Nya, Ia menciptakan laki-laki dan perempuan di dalam
gambar-Nya sendiri dan mengutus mereka untuk menguasai alam di bawah
kehendak-Nya yang adil dan penuh kasih. Lebih jauh, Allah yang missioner ini
telah memilih untuk bertindakdi dalam sejarah.
“Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal….”, kata
Yohanes, meskipun ia melanjutkan dengan mengatakan betapa dunia ini memusuhi
Allah dan kehendak-Nya. Tetapi ksih Allah bagi dunia ini dinyatakan di dalam
maksud-Nya untuk mentransformasi dunia-suatu transformasi yang diperlihatkan di
dalam kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Maksud ini mencakup
tindakan Allah di dalam penciptaan dan penebusan dengan mitra manusia yang
sepenuhnya bertanggung jawab dan ikut serta di dalam kedudukannya sebagai Tuhan
atas ciptaan di dalam keadilan dan perdamaian. Di dalam Kristus, manusia yang
baru ini telah tercipta, dan dari tujuan misi ini adalah bahwa semuanya ikut
serta di dalmnya.
Missio Dei juga menegaskan gagasan
bahwa misi adalah milik Allah yang mempertajam fokus kita kepada Injil sebagai
kabar baik dari manusia yang diperbarui di dalam Kristus. Alkitab
mengungkapanrealitas yang sama dari manusia yang baru ini di dalam kata syalom,
perdamaian. Tujuan yang disasar Allah di dalam pekerjaan-Nya, tujuan akhir
dari misi-Nya, adalah mendirikan syalom. Ini meliputi perwujudan realisasi
potensi-potensi sepenuhnya dari seluruh ciptaan dan pendamaian akhir dan
kesatuan di dalam Kristus.[14]
2.4. Pelaksanaan Misi Allah (Missio Dei) Di Tengah-tengah Kehidupan
Global Yang Mengalami Krisis Global
Paradigma
dunia masa kini ditandai dengan dua kata kunci yaitu: ‘global’ dan ‘plural’.
Disebut ‘krisis Global’ karena manusia berada di era globalisasi. Olehnya
globalisasi bukan lagi sebuah pilihan. Era global ditanda dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang telah meningkatkan kualitas hidup
manusia dan menghantarkannya ke era Globalisasi. Kemajuan IPTEK ditandai dengan
kemajuan bidang Telekomunikasi, informasi dan Transportasi. Ketiganya telah
memampatkan dunia yang besar menjadi sebuah ‘dusun besar’ yang oleh John
Naisbitt disebut sebagai Global Village di mana manusia hidup di dalamnya
dengan gaya hidup global.[15]
2.4.1. Dampak-Dampak Krisis Global
Yesus
berkata dalam kitab Yohanes 16 ayat 33 bahwa kita selama hidup akan selalu
mengalami penderitaan, penganiayaan dan berbagai masalah. Krisis akan datang
silih berganti seiring berputarnya waktu tanpa memandang latar belakang maupun
kuatnya pertahanan kita. Ketika menghadapi berbagai krisis, kita bukan hanya
sekedar mencari tahu cara mengatasinya tetapi juga tidak lepas dari pijakan
emosional. Adapun tanggapan emosional ketika menghadapi krisis dalam diri kita
bisa menimbulkan, yaitu: ketakutan, trauma, depresi, keputusasaan, frustasi,
kegelisahan, kesepian, kekhawatiran. Di samping itu, bahkan pikiran kita juga
bisa dikuasai oleh beberapa kondisi, yaitu: perasaan ditinggalkan, perasaan
kehilangan, perasaan kematian, kegentingan bertahan hidup.
Dampak-dampak
negatif dari tanggapan emosional tersebut dapat terkompensasi berupa:
penganiayaan diri sendiri, melakukan kejahatan, kekerasan dalam rumah tangga,
penyalahgunaan zat-zat kimia berbahaya ataupun narkoba. Dampak krisis secara
nasional maupun global saat ini juga sangat berdampak kepada perubahan
peradaban. Krisis ekonomi berdampak kepada perilaku koruptif hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Krisis sosial memicu perilaku sosial yang tidak
peduli akan sesama, penipuan, pembunuhan bahkan sikap brutal. Krisis politik
yang sangat mengganggu kestabilan hidup masyarakat terutama menjelang pemilu
(pilkada atau pilpres). Inilah kenyataan yang harus dihadapi juga oleh umat
Kristen saat ini yang harus dihadapi dan diatasi baik secara internal maupun eksternal.
Labberton mengatakan bahwa situasi mencemaskan semacam ini mungkin tidak
terlalu banyak berarti bagi gereja jika dunia dimana gereja ditempatkan dan
untuk mana gereja didirikan tidak terhilang pula.[16]
Penderitaan, kesengsaraan, penyakit,
kebingungan, kekacauan ekonomi, permusuhan antar agama, kekerasan, kepemimpinan
yang gagal, rasa takut dan tirani teknologi menyesaki dunia saat ini, semua
inipun menjadi pengalaman hidup umat Allah. Kita adalah partisipan, bukan
korban, di tengah situasi ini.
2.4.2. Makna Teologis Misi Allah (Missio Dei) Di Tengah-Tengah Kehidupan
Global Yang Mengalami Krisis Global
Ketika
kita hidup di tengah krisis atau masa kesesakan, keputusasaan akan membelenggu
hidup kita. Kecenderungan manusia selalu mengandalkan logika berpikir dan
pemikiran ilmiah untuk menyelesaikannya, namun sering gagal. Bahkan kalau sudah
terdesak sering mengandalkan pemerintah, pemimpin gereja, dan orang-orang hebat
lainnya yang mungkin dapat bertindak salah dan gagal. Sebagai orang beriman,
tetap pengharapan itu selalu ada di dalam Tuhan (Maz. 146: 3, 5) karena Dia tak
pernah gagal. Nolan mengatakan bahwa pengharapan Kristen adalah pengharapan
yang diajarkan Yesus kepada kita untuk sepenuhnya bergantung pada pekerjaan
Allah dalam segala sesuatu. Sebagai umat Kristen, dasar pengharapan kita adalah
Allah dan objek pengharapan kita adalah kehendak Allah.[17] Karena Allah turut
bekerja di dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikanNya bagi orang
percaya ketika menghadapi kesesakan. Inilah misi Allah bagi setiap umat
tebusanNya.
Sebagai
orang percaya, waktu yang dipenuhi krisis adalah juga waktu yang dipenuhi
dengan kemenangan[18]. Seseorang bisa bangkit
atas krisis apapun dan menjadi lebih dipersiapkan untuk menghadapi krisis
berikutnya. Raja Daud merupakan salah satu contoh seseorang yang digelimangi
krisis. Filistin telah menciptakan krisis militer dengan memberdayakan Goliat,
seorang raksasa, untuk menantang orang Israel. Tidak ada seorangpun yang bisa
mengira Israel bisa menang. Daud memprakarsai sebuah solusi dengan mengajukan
dirinya untuk melawan Goliat dan disetujui oleh raja Israel walaupun sepertinya
konyol. Bahkan Goliatpun mengolok-olok Daud seperti anak kecil. Sikap Daud
tetap tegar (1 Sam. 17:45-47) karena dia yakin bahwa Tuhan akan
menyelamatkannya dari pertempuran. Dengan menggunakan ketapel dan batu yang
dibidikan ke arah Goliat dan menancap di dalam dahinya, tubuh raksasa itupun
rubuh ke tanah. Ada banyak Goliat atau krisis yang akan dihadapi oleh umat
Tuhan.
Adapun
goliath-goliat atau krisis-krisis yang harus diatasi yaitu masalah
ketidaktaatan, keterikatan dosa, ketakutan, keputusasaan, kegagalan masa lalu,
tekanan hidup, dan lain sebagainya. Tuhan Yesus berkata dalam Matius 20:28,
”...jadikanlah segala bangsa muridKu...”, menunjukkan bahwa ’keselamatan
diberikan untuk semua suku bangsa’ dan kata ’jadikanlah’ menunjukkan suatu
gerakan atau mobilisasi. Mobilisasi dapat berarti ’pengerahan orang untuk
dijadikan tentara’ atau ’gerak yang cepat’[19] dalam menjangkau
jiwa-jiwa yang belum diselamatkan oleh Injil Yesus Kristus sebagai wujud
pekerjaan misi.
Misi
dimulai bukan dengan menunggu sampai gereja menjadi besar dahulu, mapan dan
jumlah anggotanya banyak. Jemaat mula-mula hanyalah suatu persekutuan kecil
yang terdiri dari beberapa orang saja, yaitu para murid dan anggota keluarga
Tuhan Yesus (Kis. 1:13-14). Sesungguhnya, dasar pelaksanaan misi bukanlah uang
atau kekuasaan atau kemapanan, tetapi Amanat Agung Tuhan Yesus, hati Tuhan
Yesus untuk dunia ini. Tuhan Yesus tidak berkata kalau kamu sudah kaya dan
mapan barulah kamu melakukan pekerjaan misi. Dia berkata dalam Kisah Para Rasul
1:8 ”... kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, kamu akan menjadi saksiKu”.
Hal ini menunjukkan bahwa ’Roh Kudus menjadi
penggerak misi’ orang percaya dan kuasaNya menjadi sumber daya misi sejati.
Karunia-karunia Roh Kudus diberikan untuk memperlengkapi orang percaya dalam
pelayanan misi agar nama Tuhan Yesus dipermuliakan dalam keadaan apapun, di
manapun dan kapanpun. Bukan hanya ketika merasa senang dan nyaman saja, tetapi
juga ketika kegelapan yang pekat dan krisis yang berkepanjangan yang seakan
tiada hentinya.
Jadi, semua orang percaya terlibat sebagai
subyek dalam memobilisasi misi pemberitaan Injil. Dalam kitab Kisah Para Rasul
ada banyak teladan yang luar biasa dalam memenangkan jiwa kepada Tuhan Yesus,
yaitu: Ada kira-kira tiga ribu jiwa yang percaya (Kis. 2:42); lima ribu orang
laki-laki menjadi percaya (Kis. 4:4); semakin banyak orang, baik laki-laki
maupun perempuan, yang percaya kepada Tuhan (Kis. 5:14); jumlah murid di
Yerusalem semakin bertambah (Kis. 6:7); Filipus memberitakan Injil kepada orang
Samaria (Kis. 8:5); jumlah murid semakin bertambah (Kis. 9:31); utusan Injil
dari Gereja Antiokhia (Kis. 13:2); semua penduduk Asia mendengar Firman Tuhan,
baik orang Yahudi maupun Yunani (Kis. 19:10).
Lalu,
bagaimana memobilisasi jemaat untuk pekerjaan misi dalam kerangka memberitakan
Injil? Ada sepuluh (10) kegiatan mobilisasi yang dapat dilakukan dengan
mengikuti ketentuan Firman Tuhan menurut Hosea,[20] yaitu:
Pertama,
mobilisasi jemaat dalam kuasa Roh Kudus (Kis. 1:8). Pekerjaan misi harus dalam
pimpinan Roh Kudus. Salah satu faktor penghalang dalam pemberitaan Injil adalah
kurangnya penggunaan kuasa Roh Kudus. Hal-hal yang perlu dilakukan agar Roh
Kudus menjadi penggerak jemaat untuk memenangkan jiwa, diantaranya: a) Jemaat
harus tekun berdoa, b) Pemimpin harus menjadi teladan, c) membuat pemetaan
rohani dari wilayah pelayanan gereja, d) kesaksian kepada jemaat.
Kedua,
mobilisasi jemaat melalui visi pemimpin (Kis. 1:14). Sebuah gereja lokal mau
bermobilisasi harus dimulai dari pemimpin yang memiliki visi. Beberapa langkah
penerapan visi pemimpin untuk memobilisasi jemaat dalam bermisi, yaitu: a)
Pemimpin harus memiliki visi dari Tuhan, b) Penjabaran visi harus dalam bentuk
misi yang jelas, c) Jangan gampang mengubah visi dan misi pelayanan tanpa
alasan kuat, d) Kemajuan visi dan misi harus terukur.
Ketiga,
mobilisasi jemaat melalui jemaat yang berkualitas (Kis. 2:42). Sebuah gereja
yang sehat harus memobilisasi jemaat yang berkualitas dalam kegiatan misinya.
Adapun tyang dapat dilakukan dalam hal ini, yaitu: a) kepemimpinan yang
melakukan permberdayaan, b) Pelayanan yang berorientasi pada karunia, c)
Kerohanian yang haus dan penuh antusiasme, d) hubungan yang penuh kasih.
Keempat, mobilisasi melalui
komitmen jemaat (Kis. 2:42). Tuhan Yesus menuntut komitmen kepada
murid-muridNya, demikian pula jemaat harus berkomitmen untuk menjalankan misi
gereja. Adapun komitmen yang perlu ditanamkan, yaitu: a) Komitmen beribadah, b)
Komitmen Pelayanan, c) Komitmen keanggotaan, d) komitmen misi.
Kelima,
mobilisasi melalui mujizat dan tanda ajaib di tengah jemaat (Kis. 2:43). Bila
ada tanda ajaib dan mujizat dalam jemaat, maka Tuhan akan menambah jumlah
mereka. Oleh karena itu langkah yang harus dilakukan, yaitu: a) Ajarlah jemaat
tentang karunia kesembuhan dan mujizat dengan ajaran alkitabiah, b) Doronglah
jemaat yang sudah mengalami mujizat untuk terlibat dalam misi, c) Catatlah pengaruh
orang-orang yang disembuhkan.
Keenam,
mobilisasi melalui kesehatian dalam jemaat (Kis. 2:44). Kesehatian jemaat
membuat pelayanan gereja menjadi sangat efektif sehingga tiap-tiap hari Tuhan
menambah jumlah mereka. Adapun cara yang dapat dilakukan, yaitu: a) Adakan
acara-acara khusus yang membuat jemaat dapat saling mengasihi, b) Para pemimpin
dalam gereja menjadi teladan untuk hidup dalam kasih, c) buatlah
kelompok-kelompok kecil, d) Buatlah ruang kesaksian tentang praktek kasih.
Ketujuh,
mobilisasi melalui pelayanan kasih jemaat (Kis. 6:1). Gereja yang bertumbuh
umumnya memiliki pelayanan kasih yang lebih tinggi daripada gereja yang tidak
bertumbuh. Secara mendunia, pelayanan gereja merupakan pelopor pelayanan sosial
yang tidak memisahkan diri dari pelayanan pemberitaan Injil. Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan, yaitu: a) buatlah pelayanan diakonia, b) tempatkan
aktifis untuk pelayanan kasih, c) buatlah program khusus untuk penyaluran
pelayanan kasih, d) evaluasi pelayanan kasih secara berkala.
Kedelapan,
mobilisasi melalui aniaya di tengah jemaat (Kis. 8:1b-4). Penderitaan adalah
karunia dari Tuhan (Filipi 1:29) dan disitulah kuasa Tuhan semakin sempurna (2
Korintus 12:9-10). Adapun sikap yang diperlukan ketika menghadapi tantangan
dalam pelayanan, yaitu: a) jangan memprovokasi untuk membalas, b) buatlah
gerakan doa yang intensif, c) doakan orang-orang yang menghambat, d) Jangan
panik menghadapi tekanan.
Kesembilan,
mobilisasi jemaat terhadap ladang yang sudah menguning (Kis. 10: 5). Injil
semakin terbuka untuk diberitakan dan penuaian jiwa-jiwa siap dilakukan. Adapun
cara melibatkan jemaat dalam penuaian ini adalah: a) buatlah daftar orang-orang
yang siap menerima Injil, b) buatlah acara yang terbuka untuk mengajak orang
sakit dalam pelayanan kesembuhan, c) adakan kunjungan rutin sambil terus
didoakan, d) buatlah kelompokkelompok kecil untuk penjangkauan.
Kesepuluh,
mobilisasi jemaat dalam mendukung utusan misi (Kis. 13:2). Jemaat gereja lokal
harus terlibat dalam doa, dana dan daya dengan ungkapan terkenal “pray together, preach together, pay
together”. Selanjutnya, dapat bersinerji dengan pelayanan misi antar jemaat
atau kolaborasi antar gereja lokal.
Adapun
yang perlu dilakukan, yaitu: a) buatlah bulan khusus untuk bulan misi, b)
adakan persembahan khusus untuk pelayanan misi, c) adopsi sebuah suku yang
terabaikan untuk dilayani, d) mengutus pelayan misi didukung dengan dana dan
doa. Memobilisasi jemaat merupakan perjuangan yang terus-menerus harus
dilakukan sebagai kegiatan misi keluar di tengah krisis individu dan dunia saat
ini. Pemimpin Jemaat harus mampu memobilisasi jemaat untuk memberdayakan segala
kemampuannya untuk menjadi saksi Tuhan yang efektif sampai ke ujung bumi yang
sangat terbuka untuk pemberitaan Injil.
III.
Refleksi
Teologis
Semua orang di seluruh dunia sedang mengalami masa
krisis. Dan Krisis yang awalnya menyangkut krisis kesehatan pandemik Covid-19,
sudah mempengaruhi sektor ekonomi sehingga sekarang krisis ini sudah menjadi
krisis kehidupan manusia secara global di seluruh dunia. Namun, apapun situasi
dan kondisi yang kita alami sekarang ini, kita tetap memiliki jaminan di dalam
Tuhan, bahwa kita akan berjalan makin lama makin kuat. Bagaimana agar kita berjalan makin lama makin kuat di tengah
krisis?
1. Kita hanya berjalan
melintasi lembah baka, dan tidak berhenti dan tinggal di sana.
Sesuai dengan firman Tuhan Mazmur 84 : 7 – 9 untuk berjalan makin lama makin kuat, maka setiap orang
harus MELINTASI lembah baka. Melintasi artinya tidak berhenti, atau tidak akan tinggal di
dalamnya, tetapi hanya melewatinya untuk sampai kepada tujuan yang sebenarnya.
Kesulitan dan masalah yang kita hadapi saat ini di seluruh dunia, bahkan di
Indonesia bukanlah tujuan akhir dari kehidupan kita. Semua orang hanya akan
melintasinya saja, tetapi perbedaannya bagi kita yang percaya adalah; kita akan
berjalan makin lama makin kuat. Situasi yang sedang kita hadapi hari-hari
terakhir ini menggambarkan tentang keadaan lembah air mata, dimana situasi yang
tidak menentu akibat dari pandemik ini, karena kita tidak tahu apa yang akan
terjadi hari-hari selanjutnya, lembah air mata juga menggambarkan situasi dalam
pergumulan, kesulitan ekonomi, sakit penyakit, dan keterbatasan yang kita
sedang alami baik secara pribadi, keluarga, dalam usaha dan pekerjaan. Tetapi
firman Tuhan menjelaskan bahwa KITA HANYA AKAN MELINTASINYA SAJA.
Itu sebabnya jika kita percaya firman Tuhan, maka kita
tidak akan tinggal di dalamnya, tetapi hanya melintasi dan melewatinya saja.
Artinya bahwa ada jaminan dan janji bahwa kita akan sampai kepada tujuan yang
sebenarnya yaitu berjalan makin lama makin kuat menghadap Tuhan! Secara
Teologis, lokasi lembah baka ini menurut para ahli alkitab kemungkinan besar
adalah tempat yang sama yang dilewati oleh Raja Daud, pada waktu dia memimpin
pasukan Israel berperang melawan orang-orang Filistin dalam 2 Samuel 5 : 23. Dalam ayat ini dijelaskan
Raja Daud dan pasukan Israel harus melewati jurusan (arah) pohon-pohon Kertau.
“Pohon-pohon Kertau” jika diterjemahkan dari bahasa aslinya menjadi “baka”.
Dengan kata lain, Raja Daud dan pasukan Israel pun harus melawati situasi yang
sama, karena tujuan akhir mereka adalah mengalami KEMENANGAN YANG BESAR bersama
dengan Tuhan.
2.
Kita mengalami Tuhan Yesus, ketika kita berjalan.
Wahyu
1 : 9, Aku, Yohanes, saudara dan
sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus,
berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang
diberikan oleh Yesus. Rasul Yohanes di buang dan di penjara
di pulau Patmos, dia mengalami penderitaan dan penyiksaan yang berat karena
memberitakan Injil tentang Tuhan Yesus. Di ayat ini rasul Yohanes sedang
memberikan kesaksiannya kepada kita bahwa apapun penderitaan dan kesulitan yang
kita alami, kita adalah sekutunya, karena apa yang rasul Yohanes alami, kitapun
akan mengalaminya, bahwa akhir dari penderitaan kita akan mengalami kemenangan
bersama Tuhan. Baik para nabi, rasul, hingga kita pada zaman ini, semua orang
harus bergumul dan melewati kesusahan dan kesulitan, supaya pada akhirnya kita
mengalami kemuliaan di dalam Tuhan.
Kita bukan hanya sekutu rasul Yohanes di dalam
kesusahan, tetapi juga di dalam kerajaan dan ketekunan menantikan Tuhan Yesus. Wahyu 1 : 1 Inilah wahyu Yesus Kristus,
yang dikaruniakan Allah kepada-Nya,… Di tengah masa yang sulit
ini Tuhan sedang memberikan pewahyuan tentang siapa diri-Nya yang sebenarnya
kepada kita. Pewahyuan dalam bahasa Yunani adalah Apocalipsis yang artinya, apa yang sebelumnya
tidak kelihatan menjadi kelihatan. Lifting up covering; disingkapkan
sesuatu yang sudah ada, namun belum kelihatan” Sama seperti Tuhan
Yesus sudah ada sebelumnya, tetapi pada waktu disingkapkan baru kita dapat
melihat-Nya. Rasul Yohanes adalah murid yang sangat dikasihi dan seorang yang
sangat dekat dengan Tuhan Yesus, tetapi dalam Wahyu 1 : 1 rasul Yohanes
mengungkapkan bahwa dia mengalami pengalaman yang belum pernah dia alami
sebelumnya dengan Tuhan Yesus, yaitu ketika dia mengalami masa-masa yang sulit.
Rasul Yohanes mengalami Tuhan begitu nyata dan hidup dalam hidupnya. Hal inilah yang Tuhan sebenarnya ingin kita alami ketika kita ada
dalam situasi yang sulit, yaitu mengalami Tuhan dan pewahyuan-Nya yang nyata
secara pribadi dalam hidup kita.
Matius
14 : 22 – 33 Murid-murid mengalami penyingkapan dan
pewahyuan tentang siapa Tuhan yang sebenarnya ketika mereka dalam situasi yang
sulit, mereka mengenal Tuhan sebagai Tuhan yang berkuasa atas alam semesta,
yaitu pada waktu mereka melihat Tuhan berjalan di atas air, di tengah-tengah
badai. Tuhan Yessus adalah Allah yang mengatasi segala sesuatu, dan Dia ingin
menyatakan diri-Nya dalam segala situasi dan kondisi krisis yang kita sedang
alami, supaya kita dapat mengenal Tuhan. Bagi orang Israel dalam Keluaran 15 : 26 mereka mengerti bahwa Tuhan
adalah Tuhan penyembuh, karena selama mereka berjalan di padang gurun tidak ada
mengalami sakit, mereka sehat dan kuat. Tuhan ingin menyingkapkan dan
menyatakan diri-Nya dalam hidup kita secara khusus supaya kita mengenal Dia
secara pribadi. 1 Yohanes 1 : 1 Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang
telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami
raba dengan tangan kami tentang Firman idup–itulah yang kami tuliskan kepada
kamu. Di masa krisis inilah yang Tuhan mau
kita alami, yaitu mengalami Tuan secara pribadi dalam hidup kita, sehingga kita
alami mujizat, terobosan, penyediaan dan kemenangan.
3.
Menjadi berkat
Kita harus melewati masa yang sulit atau krisis supaya
pada waktu kita menang, kita akan menjadi berkat. Tuhan Yesus berdoa
supaya iman Petrus tidak gugur. Jika Petrus berhenti maka dia gagal, tetapi
sebaliknya Petrus kembali bertobat setelah dia menyangkal Tuhan Yesus, sehingga
imannya dibangkitkan kembali seperti doa Tuhan Yesus, supaya dia menguatkan
murid-murid yang lain. Amsal 24:16, Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali… Seberapa jauh kita sudah jatuh, namun ketika
kita bangkit kembali, kita tidak gagal. Tuhan Yesus berdoa supaya kita bangkit
dan tidak tinggal di dalam kegagalan kita. Sehingga kita bisa bersaksi tentang
Tuhan dan menguatkan banyak orang. Itu sebabnya dalam Kisah Para Rasul 2 hanya Petruslah yang
berani tampil dan berkhotbah di depan banyak orang, sesuai dengan apa yang
Tuhan Yesus doakan. Jika kita mengalami kemenangan maka Tuhan mau supaya kita
bersaksi dan menyatakan nama Tuhan sehingga banyak orang menjadi percaya,
dikuatkan dan menjadi percaya.
IV.
Kesimpulan
Allah telah
memilih untuk menyatakan diri-Nya, tujuan-Nya dan cara-Nya, melibatkan umat-Nya
bersama dengan Dia seraya Dia mengundang seluruh suku bangsa di dunia untuk
mengenal Dia dan beribadah kepada-Nya. Melalui Abraham, Allah menyatakan
diri-Nya sebagai Tuhan yang Maha Kuasa dan Pemelihara, yang ingin memberkati
segala suku bangsa di dunia melalui umat-Nya. Melalui Musa, Allah menyatakan
diri-Nya sebagai AKU ADALAH AKU, yang rencana-Nya adalah untuk menyatakan
kemuliaan-Nya kepada seluruh bumi melalui umat-Nya, yang merupakan imamat
rajani bagi segala bangsa. Melalui Daud, Allah menyatakan bahwa Keturunan-Nya
akan memerintah segala bangsa dan Kerajaan-Nya akan meliputi semua manusia.
Melalui
Yesus, Allah menyatakan kasih dan tujuan-Nya untuk mendamaikan dunia dengan
diri-Nya melalui inkarnasi, penyaliban, kebangkitan dan kenaikan Kristus.
Melalui Paulus, Allah menyatakan bahwa misteri segala zaman adalah Dia
memasukkan segala suku bangsa dalam penebusan-Nya. Melalui Yohanes Allah
menyatakan bahwa orang-orang dari segala bangsa, suku dan bahasa akan selamanya
beribadah kepada-Nya. Dia sedang terus berkarya di sepanjang waktu sampai pada
akhir zaman mendatangkan penyataan ini, mendamaikan semua suku bangsa dengan
diri-Nya.
Ketika misi
ini digenapi, misi ini bukan hanya akan menjadi ekspresi pujian yang paling
penuh dari dunia, misi ini akan menjadi penyataan kasih Allah yang terbesar.
Allah telah memprakarsai setiap bagian dari karya-Nya di sepanjang sejarah.
Alih-alih menjalankan misi-Nya sendirian, Allah memilih untuk mencapai misi-Nya
dengan cara yang sangat pribadi. Dia memilih untuk melibatkan umat-Nya dengan
Dia, bekerja melalui mereka untuk mencapai tujuan-Nya. Ketika Dia akan
mengambil langkah selanjutnya untuk memajukan misi-Nya, Dia datang kepada satu
atau lebih pelayan-Nya.
Dia
memberitahu mereka apa yang akan dilakukan-Nya. Dia mengundang mereka untuk
bergabung bersama Dia, meminta mereka untuk menyesuaikan hidup mereka bagi Dia
agar Dia dapat mencapai setiap aspek dari misi-Nya melalui mereka. Nabi Amos
menunjukkan bahwa, “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan
keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (Am. 3:7).
V.
Daftar
Pustaka
Kuiper,
Arie De, Missiologia: Ilmu Pekabaran
Injil, Jakarta: Gunung Mulia, 2006
Woga
CSsR, Edmund, Dasar-dasar Misiologi,
Yogyakarta: Kanisius, 2002
Bosch,
David J., Transformasi Misi Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
Tomatala,
Y., Penginjilan Masa Kini, Malang:
Gandum Mas, 2004
Sills,
M. David, Panggilan Misi, Surabaya:
Momentum, 2015
Elbers,
Veronika J., Gereja Misioner, Malang:
Literatur SAAT, 2015
Victor,
P.H. Nikkijuluw & Arischtarchus, Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, Jakarta: Literatur Perkantas, 2014
Artanto,
Widi, Menjadi Gereja yang Misioner,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Venema, H., Injil Untuk Semua Orang Jilid I,
Jakarta: YKBK, 1997
Thomas, Norman E., Teks-teks Klasik Tentang Misi Dan
Kekristenan Di Dunia, Jakarta: BPK-GM, 1998
Naisbitt,
John, & Aburdene, Patricia, Megatrends
2000, Jakarta: Binarupa Aksara, 1990
Labberton,
Mark, Dipanggil: Krisis dan Janji Dalam
Mengikut Yesus Pada Masa Kini, Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur,
2014
Nolan,
Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini:
Mewujudkan Injil Pembebasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Munroe, Myles, Menang
Menghadapi Krisis: Rahasia untuk Maju dengan Pesat di Waktu Sulit, Jakarta:
Light Publishing, 2009
Hosea, Amos, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan,
Jurnal Teologi Gnosis, No.4, 2004
[1]
Arie De Kuiper, Missiologia: Ilmu
Pekabaran Injil, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 9
[2]
Edmund Woga CSsR, Dasar-dasar Misiologi,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), 15
[3]
David J Bosch, Transformasi Misi Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 15
[4] Y. Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), 7
[5] M. David Sills, Panggilan Misi, (Surabaya: Momentum,
2015), 45
[6] Veronika J. Elbers. Gereja Misioner, (Malang: Literatur
SAAT, 2015), 1
[7] Y. Tomatala, Penginjilan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), 25
[8] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2005), 15
[9] P.H. Nikkijuluw Victor dan Sukarto
Arischtarchus, Kepemimpinan di Bumi Baru,
(Jakarta: Literatur Perkantas, 2014), 43-44
[10] Widi Artanto, Menjadi Gereja yang Misioner, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010 ),
62
[11] H.
Venema, Injil Untuk Semua Orang Jilid I,( Jakarta: YKBK, 1997), 48
[12] Arie de Kuiper, Missiologia, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 10
[13] Edmund
Woga, Dasar- Dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 57
[14] Norman
E. Thomas, Teks-teks Klasik Tentang Misi Dan Kekristenan Di
Dunia, (Jakarta:
BPK-GM, 1998),164
[15] John Naisbitt & Patricia
Aburdene, Megatrends 2000, (Jakarta:
Binarupa Aksara, 1990),106-139.
[16] Mark Labberton, Dipanggil: Krisis dan Janji Dalam Mengikut
Yesus Pada Masa Kini, (Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur, 2014), 35.
[17] Nolan, Harapan di Tengah Kesesakan Masa Kini: Mewujudkan Injil Pembebasan,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 13.
[18] Myles Munroe, Menang
Menghadapi Krisis: Rahasia untuk Maju dengan Pesat di Waktu Sulit,
(Jakarta: Light Publishing, 2009), 221.
[19] Amos Hosea, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan, (Jurnal Teologi Gnosis,
No.4, 2004), 65.
[20] Amos Hosea, Memobilisasi Jemaat Bagi Penjangkauan, (Jurnal Teologi Gnosis,
No.4, 2004), 65.
Komentar
Posting Komentar